Rabu, 31 Januari 2007.
Cara Israel Memilah Capres AS
Pemilihan umum (pemilu) presiden Amerika Serikat (AS) baru akan digelar November tahun depan. Namun, bagaimana panasnya persaingan menuju Gedung Putih sudah menarik disimak sejak sekarang. Terlebih, sejumlah politikus papan atas AS sudah menyatakan dirinya sebagai kandidat presiden. Fakta lain yang membuat pemilu AS menarik dicermati adalah AS negara adikuasa. Dengan demikian, semua yang terjadi di Washington dapat dipastikan dampaknya akan melampaui batas geografis. Dengan alasan ini pula salah satu media cetak Israel sejak September tahun lalu membuat proyek khusus untuk menimang-nimang mana kandidat presiden yang layak menghuni Gedung Putih. Tentu saja pertimbangan itu didasarkan pada sikap mereka kepada Israel. Bagi Israel, semua kebijakan dan posisi presiden AS sangat lah krusial. Semua itu terangkum adalah proyek yang bernama The Israel Factor: Ranking the Presidential Candidate. Setiap bulan, panel yang beranggotakan delapan orang yang pakar di bidangnya masing!
-masing harus memberi nilai kepada kandidat presiden. Kepada setiap anggota panel diberikan empat pertanyaan yang relevan dengan situasi untuk menilai kandidat, dan satu pertanyaan khusus terkait dengan sikap kandidat presiden terhadap Israel. Setiap kandidat akan diberi nilai oleh panel. Mulai dari 1 yang berarti sikap dan kebijakan mereka tidak menguntungkan Israel, hingga 10 yang berarti kebijakan mereka sangat memihak Israel. Proyek ini menyebutkan mantan presiden Clinton, misalnya, masuk dalam kategori presiden yang menunjukkan keramahannya pada Israel. Usaha intensif Clinton untuk memastikan kesepakatan damai Istrael-Palestina merupakan buktinya. Begitu pula dengan usaha Clinton meredam sejumlah kesepakatan yang dinilai membahayakan kepentingan Israel. Yang lebih kongkret lagi, jika kandidat itu terpilih, apakah ia akan menjadi sahabat atau musuh Israel? Apakah ia akan menentang pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat? Apakah ia seorang presiden yang menentang dig!
elarnya dialog antara Damaskus (Suriah) dengan Israel? Dan jik!
a menduk
ung, apakah dukungannya itu memihak Israel atau tidak? Begitu pula, apakah presiden akan mendukung aksi militer ke Iran atau lebih mengedepankan diplomasi, hingga apakah presiden termasuk orang yang mendukung jika Israel melakukan langkah sepihak mundur dari Tepi Barat. Setidaknya, ada 24 politikus yang ada dalam radar pantauan proyek ini. Dari kubu Demokrat termasuk mantan ibunegara Hillary Rodham Clinton, mantan wakil presiden Al-Gore, mantan kandidat presiden John Kerry, mantan kandidat wakil presiden John Edwards, hingga Senator Barack Hussein Obama. Sementara dari kubu Republik adalah mantan walikota New York Rudolph Giulliani, mantan ketua Parlemen Newt Gingrich, mantan gubernur negara bagian New York, George Pattaki, anggota Kongres John McCain, dan Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice. Seiring dengan kerja panel, sejumlah politikus pun dinilai tak layak dan di drop-out, dalam barisan ini termasuk Kerry. Yang menarik, sejak awal panel menjagokan persaingan panas bakal!
terjadi antara Hillary dengan McCain. Hillary dinilai memihak Israel karena sikapnya yang ajeg mendukung dipindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Saat dimulai, nilai Hillary adalah 6,63 dan bulan lalu meningkat menjadi 7. Sementara McCain disenangi Israel karena sikapnya yang menyatakan AS harus memberikan apa pun peralatan dan teknologi yang diminta Israel untuk membela dirinya. Namun, dukungan terbesar sempat diterima Giuliani terkait sikapnya yang mengembalikan bantuan sebesar 10 juta dolar AS dari Arab Saudi pascaperistiwa 11 September 2001. Namun, nilai yang diterima Giuliani bulan lalu hanya 8 dari 8,3 dari sebelumnya. Lantas siapakah yang sebenarnya diminati Israel?
(lan )
No comments:
Post a Comment