Cari Berita berita lama

KoranTempo - Sengketa Pulau Sipadan dan Ligidan Memasuki Tahap Final

Kamis, 12 Desember 2002.

Sengketa Pulau Sipadan dan Ligidan Memasuki Tahap Final

JAKARTA- Sengketa hukum antara Indonesia dan Malaysia mengenai kedaulatan atau kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan memasuki tahap menentukan. Rencananya, Selasa (17/12) mendatang, Mahkamah Internasional akan memutuskan apakah kedua pulau itu masuk dalam wilayah Indonesia atau Malaysia. Ini merupakan keputusan final yang mengikat bagi kedua negara, tanpa ada kesempatan untuk banding atau kasasi.
Menurut Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda, sebanyak 17 hakim dari berbagai negara pada Mahkamah Internasional akan mengambil keputusan itu sengketa dua pulau di kawasan utara provinsi Kalimantan Timur itu. Para hakim itu berasal dari Perancis, China, Jepang, Rusia, Amerika Serikat, Inggris, Jerman,Yordania, Mesir, Madagaskar dan Siera Lion.
Peluang Indonesia, kata Wirajuda, dalam putusan itu sama besarnya dengan Malaysia. "Dalam artian bisa dua pulau ke Indonesia atau ke Malaysia. Atau juga satu pulau ke Indonesia dan lainnya ke Malaysia," kata Wirajuda di Jakarta, kemarin.
Sikap pemerintah sendiri, kata Wirajuda, hanya bisa menunggu hasil keputusan Mahkamah Internasional itu. "Sikap kita hanya Wait and see. Mudah-mudahan menguntungkan kita," ujarnya.
Sejak tahun 1969, Indonesia dan Malaysia sama-sama mengklaim kedua pulau itu masuk dalam wilayah masing-masing negara. Namun, pada tahun 1998 kedua negara sepakat untuk menyerahkannya kepada Mahkamah Internasional setelah menemui jalan buntu dalam penyelesaian bilateral. Sejauh ini biaya yang telah dihabiskan bagi pemerintah Indonesia, yang sebagian besar digunakan demi menyewa tim kuasa hukum internasional, adalah sebesar Rp 16 miliar.
Posisi geografis Pulau Sipadan adalah 15 mil laut dari pantai Daratan Sabah (Malaysia) dan 40 mil dari Pantai Timur Pulau Sebatik (bagian utara merupakan wilayah Malaysia dan bagian Selatan merupakan wilayah Indonesia). Sedangkan Pulau Ligitan terletak 21 mil laut dari Pantai Sabah dan 57,6 mil laut dari Pantai Timur Pulau Sebatik. Luas Pulau Sipadan adalah 10, 4 hektare dan Pulau Ligitan seluas 7,9 hektare.
Posisi dasar yang menguatkan Indonesia adalah konvensi 1891 antara pemerintah Belanda (penjajah Indonesia) dan pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) yang menetapkan bahwa batas kepemilikan wilayah adalah garis paralel 4� 10 � LU. Posisi ini ditentang Malaysia yang mengandalkan jalur untaian pewarisan serta lama dan besarnya pembangunan yang dilakukan negeri jiran tersebut di kedua pulau kecil itu.
Namun, keduanya sama-sama memiliki titik lemah. Perpu No. 4 Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia tidak memasukkan kedua pulau itu dalam wilayah Indonesia. Sedangkan, hingga sekitar tahun 1970-an pun Malaysia tidak mencantumkan kedua pulau tersebut ke dalam wilayahnya.
Bagi Indonesia sendiri, kata Hassan, kedua pulau itu besar pengaruhnya bagi keutuhan garis batas wilayah wawasan nusantara. Menang atau tidak Indonesia di meja Mahkamah Internasional pekan depan, Malaysia dan Indonesia masih harus duduk bersama untuk membicarakan batas wilayah kedaulatan di seputar kedua pulau itu.
Wirajuda meminta semua pihak dapat memahami apa yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab, bila kedua pulau itu dinyatakan lepas dari wilayah RI, masalahnya dapat diangkat menjadi komoditas politik. Masalah Sipadan-Ligitan adalah masalah sensitif karena menyangkut kedaulatan RI. "Bisa saja pemerintahan kabinet gotong royong ini dinilai gagal mempertahankan kedaulatan, padahal ini adalah masalah warisan masa lalu," kata dia.kurie/fikri/wuragil

No comments:

Post a Comment