Cari Berita berita lama

KoranTempo - Taksi, Narkotika, dan Preman

Rabu, 14 Agustus 2002.
Taksi, Narkotika, dan PremanInilah Dr Mintarsih A. Latief SpKJ. Gelar dokter spesialis jiwa membuatnya memiliki kesempatan mendalami masalah ketergantungan narkoba dan preman, sementara tugasnya sebagai Direktur Utama PT Gamya, PT Gas Biru, PT Golden Bird dan direktur administrasi dan personalia PT Blue Bird dan PT Big Bird membuatnya berurusan dengan taksi hingga gas elpiji.

Mintarsih juga orang pergerakan. Dia adalah ketua �Bersama�, sebuah organisasi yang mengkoordinir lembaga swadaya masyarakat di seluruh Indonesia yang bergerak dalam bidang narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Di forum internasional, dia adalah penasehat wakil presiden lembaga internasional ketergantungan obat dan alkohol ICAA (International Council on Alcohol and Addictions) yang berkedudukan di Swiss.

Sejarah yang panjang. Kedekatan Mintarsih dengan ketergantungan obat dan preman dimulai sejak bekerja sebagai pegawai negeri di Direktorat Kesehatan Jiwa, Departemen Kesehatan. Di sana, �Saya di tempatkan di bidang penanggulangan narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bidang luar negeri,� kata perempuan yang pernah bekerja sebagai psikiater dan konsultan di RS Fatmawati dan RS Jiwa Jakarta ini.

Interaksinya dengan pejabat organisasi kesehatan dunia (WHO) ketika bekerja di Departemen Kesehatan kemudian membuat dia menerima tawaran untuk menjadi penasehat kesehatan jiwa temporer di lembaga itu.

Pada 1996, dia melakukan penelitian mengenai preman yang disponsori WHO. Setahun berselang, penelitian itu dibukukan, dengan judul �Strategi Penanggulangan Preman, Penggunaan Alkohol dan Zat Adiktif lain, Bersama/WHO. �Wujud pola berpikir buku ini berusaha mencari jalan keluar dengan mengembalikan preman ke masyarakat,� kata Mintarsih, yang memperkaya isi bukunya dengan menambahkan informasi tentang premanisme di luar negeri, terutama wilayah Asia.

Pada 1999, ia membuat buku baru berbahasa Inggris mengenai strategi keberpihakan gang-gang jalanan. Buku yang disusun bersama Helmut L. Sell itu berjudul Intervention Strategies for street gangs, their alcohol and drug use (WHO-SEARO, 1999).

Pada 2001, dia kembali mempublikasikan buku lainnya, Suicide Prevention (WHO, 2001). �Seharusnya tahun ini sudah muncul buku edisi lain. Tapi terhambat karena adanya konflik,� kata Mintarsih.

Sayang, memang, sebab buku yang sedang disiapkannya amat unik. Buku itu tentang pembunuh bayaran.

Tapi, apa boleh buat. Selain peneliti, Mintarsih adalah orang di keluarga yang sedang 'berperang'. Mungkin Anda sudah membacanya di media massa jika ibu dua anak ini sedang bertengkar dengan adik-adiknya di kelompok usaha Blue Bird.

Bahwa sejarah Mintarsih adalah cerita panjang juga nampak dari kisah pendidikannya yang tak lazim. Lulus jadi dokter, istri ahli paru-paru H.Dudung A.Latief SpP, MHA, FCCP, itu mengambil spesialisasi masalah kejiwaan. Pada saat kuliah, tahun 70-an, putri sulung dari tiga saudara ini juga belajar bisnis dengan menyewakan mobil pribadi yang digunakan sebagai taksi.

Padahal, "Sejak kuliah saya maunya melepas usaha bisnis, menjadi dokter dan ambil spesialis sebagai psikiater," kata ibu dari Lely Susanti dan Yudha Laksmana ini. Niatnya mengambil spesialis kejiwaan sendiri sempat tertunda, karena mengikuti tugas suaminya di Tangerang. "Sempat juga saya jadi dokter di RS Pembantu Mauk," kenangnya.

Tapi, dia mungkin ditakdirkan tak boleh jauh dari urusan sewa-menyewa mobil. Saat mengikuti tugas suami, dia tetap mengurusi pengelolaan taksi yang izin usahanya diperoleh sebelum selesai sekolah kedokteran.

Toh, �Saya tak pernah membayangkan untuk bertahan sebagai pengusaha,� kata Mintarsih. "Makanya profesi ilmiah tidak saya lepas dan terpaksa berbagi dengan dunia usaha," tutur perempuan itu.

Menurutnya, pendidikan psikiater membawanya pada kematangan teoritis dalam menangani manusia, yang dapat diterapkan dalam bidang bisnis. Selain itu, pengalaman berdiskusi dengan banyak orang secara tak langsung membawa pengalaman mengelola manusia. �Latar belakang pendidikan dan pekerjaan saya di bidang kejiwaan memberi inspirasi untuk melakukan manajemen bersahabat dengan anak buah,� ungkapnya.

Lantaran itu, penekanan sistem manajemennya terletak pada sumber daya manusia, selain pemanfaatan komputer untuk mempermudah manusia melakukan tugasnya. Ia sudah berpengalaman mengelola komputer mulai 1980 di Blue Bird, ketika peranti teknologi tinggi itu baru dipakai di perusahaan besar. Sistem komputernya waktu itu sudah diciptakan agar pengemudi tak menunggu lama mendapatkan mobil dan agar dalam satu menit beberapa sopir keluar sekaligus dari kandang.

Ia bahkan sudah melangkah lebih jauh, dengan melakukan upaya menggali informasi dari data-data para sopirnya--catatan penghasilan, kehadiran, tabrakan dan lain-lain. �Survei ini menghasilkan rumus komputer yang berhasil mendeteksi kapan seorang supir sudah waktunya tidak membawa taksi lagi, karena bahaya tabrakan,� kata pemilik 482 taksi di tiga pangkalan itu. evieta fadjar

Biodata
Nama Lengkap : Dr Mintarsih A. Latief, SpKJ
Tempat/tanggal lahir : Surabaya, 11 Agustus 1946
Pendidikan : Lulus Kedokteran FKUI Jakarta 1971, lulus dokter spesialis jiwa, FKUI Jakarta 1978
Pengalaman : Direktur Administrasi & Personalia PT Blue Bird (1972-sekarang), Big Bird (1978-sekarang), Direktur PT Golden Bird (1980- sekarang), Direktur Utama PT Jasa Alam (1987- sekarang), Dirut PT Gas Biru (1987- sekarang), Dirut PT Gamya (1990-sekarang), Dosen Sekolah Tinggi Managemen Transpor, Trisakti (1992-1998), Ketua Bersama (Organisasi yang mengkoordinir LSM di seluruh Indonesia yang bergerak dalam bidang narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain (1994- sekarang), Tim Penyusun Rencana Induk Pemerintah dalam Penanggulangan Narkoba- Bakolak Inpres 6/1971 (1996), Peneliti WHO dalam bidang Preman, Board of Director ICAA (International Council on Alcohol and Addictions) Switzerland (1995-1999) dan Honorary Vice Presiden ICAA (1999-sekarang), Peneliti WHO Preman Lanjutan (2000-2001), Penasehat Kesehatan Mental WHO, HQs, sejak tahun 1989-2000.
Penulis Buku : Program Awal Stimulasi, Uniceff 1988, Strategi Penanggulangan Preman, penggunaan alcohol dan zat adiktif lain bersama WHO 1997, Intervention Strategies fot street gangs, their alcohol and drug use, Mintarsih and Helmut L. Sell, WHO-SEARO 1999, Suicide Prevention, WHO 2001
Penghargaan : International Human Rights dan Asia Pasific Economic Cooperation Golden Award 2002, Prestasi Anak Bangsa, 14 Februari 2002.

No comments:

Post a Comment