Kamis, 18 Juli 2002.
Bioskop Bangkrut Akibat Monopoli Grup 21Jakarta, 18 Juli 2002 16:35Sejumlah bioskop di beberapa kota diketahui bangkrut atau tutup akibat adanya monopoli film bioskop oleh Grup 21 Ciniplex sehingga diindikasikan melanggar UU No.5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Setelah melakukan investigasi dan minta keterangan beberapa saksi, kami menilai Grup 21 Ciniplex diduga melakukan monopoli sehingga banyak bioskop yang bangkrut," kata Sekretaris Komite Eksekutif Monopoly Watch, Samuel Nitisaputra, kepada pers di Kantor KPPU Jakarta, Kamis.
Untuk itu pihaknya mendesak agar dalam waktu sepuluh hari sejak tanggal pengaduan (18 Juli), KPPU harus sudah dapat mengeluarkan keputusan apakah akan melakukan investigasi, dengar pendapat atau riset.
Pihaknya sebagai pelapor juga menegaskan, siap membantu KPPU dalam upaya menghilangkan praktek monopoli yang dilakukan Grup 21 Ciniplex.
"Saya berharap agar kasus ini jangan di petieskan dan untuk menjaga kredibilitas KPPU," tegasnya.
Dari hasil investigasi yang dilakukan Monopoly Watch ditemukan, dari 14 propinsi yang ada Grup 21 Ciniplex mendominasi penguasaan pasar bisnis bioskop.
Hal ini terlihat dari 12 propinsi, grup tersebut menguasai pangsa diatas 60 persen, di DI Yogyakarta menguasai pangsa 50 persen, sementara di Jawa Tengah grup 21 menguasai 25 pangsa pasar bioskop.
Sementara penguasaan pangsa bioskop 100 persen oleh grup itu dapat dilihat untuk bioskop kategori B2 sampai A+ dengan harga tiket masuk Rp6000-Rp100.000.
Bioskop-bioskop itu dimiliki Grup 21 Ciniplex di delapan propinsi yaitu Jambi, Lampung, Riau, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara.
"Dengan penguasaan pasar sebesar itu maka sangat potensial bagi terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat," kata Samuel.
Dikemukakan pula, di Sumatera Utara Grup 21 Ciniplex mendominasi pasar film bioskop 95 persen, di Surabaya 91 persen, Sukabumi 81 persen, Bandung 77 persen, Palembang 75 persen, Jakarta 61 persen dan Ujungpandang 53 persen.
"Ini berarti bahwa hampir seluruh kota-kota besar di Indonesia, Grup 21 Ciniplex mendominasu bisnis bioskop dengan kisaran pangsa 63 persen hingga 95 persen," katanya.
Akibat dominasi ini, konsumen yang banyak berada di kota-kota besar, tidak memiliki pilihan atau alternatif dalam mengkonsumsi film karena bioskop sebagai media pemutar film hanya dimiliki oleh Grup 21 Ciniplex.
Ketergantungan konsumen film tersebut, katanya, terletak juga pada lemahnya posisi tawar menawar, untuk penentuan harga tiket masuk yang tidak ditentukan mekanisme pasar.
Dominasi pasar oleh Grup 21 Ciniplex juga melemahkan posisi tawar menawar pemilik bioskop di luar Grup 21 Ciniplex dalam hal mendapatkan prioritas pemutaran film di tempatnya.
Akibatnya bioskop kategori B2 sampai A+ yang konsumennya menengah ke atas dikuasai Grup 21 Ciniplex, sedangkan bioskop di luar Grup 21 Ciniplex kebanyakan berada pada kategori B1 sampai C yang konsumennya menengah kebawah.
Bangkrut
Menurut Samuel, akibat adanya penguasaan pasar yang dominan oleh Grup 21 Ciniplex, Monopoly Watch menemukan setidaknya ada 19 bioskop yang bangkrut atau tutup karena tidak mampu bersaing periode 1 Juli 2000 hingga 30 Juni 2002.
Ke-19 bioskop itu tersebar di tujuh kota, yaitu di Balikpapan, Batam, Bekasi, Jakarta, Lampung, Samarinda, dan Surabaya.
Bioskop yang paling banyak tutup terdapat di Surabaya sebanyak enam bioskop, disusul di Lampung (empat bioskop), di Jakarta (tiga bioskop), di Balikpapan dan Bekasi (masing-masing dua bioskop), dan Batam dan Samarinda (masing-masing satu bioskop). [Tma, Ant]
No comments:
Post a Comment