Selasa, 11 Oktober 2005.
Bintang Iklan BBM Sebaiknya Kembalikan Honor
Anton Aliabbas - detikcom
Jakarta -
Sejumlah bintang iklan layanan masyarakat mengenai kenaikan harga BBM mengaku kaget. Mereka tidak menyangka kenaikan di atas 100 persen. Kalau memang merasa diperalat, sebaiknya honor yang diterima sebaiknya dikembalikan. Berani coba?
"Ini bukti konkret, mereka membela kepentingan rakyat," kata pakar komunikasi politik dari UI, Effendi Gazali, saat dihubungi detikcom, Selasa (11/10/2005).
Sekadar diketahui, salah satu bintang iklan BBM, Kurtubi, mengaku kaget atas kenaikan harga BBM yang drastis. Prediksinya terhadap besaran kenaikan pun meleset. Pengamat perminyakan ini sebelumnya memperkirakan kenaikan hanya 50 persen. Saat diminta menjadi bintang iklan, Kurtubi mengaku tidak mengetahui persis besaran kenaikan harga BBM.
Hal senada juga diungkapkan bintang iklan lainnya, Syofwan Karim Elha. Tokoh masyarakat Sumatera Barat ini justru tidak menyangka petikan wawancara dengan wartawan soal rencana kenaikan harga BBM justru menjadi bagian iklan. Padahal, aku Rektor Universitas Muhammadiyah Sumbar ini, pernyataannya tersebut bernada netral bahwa kenaikan harga BBM itu tidak dapat dielakkan. Syofwan mengaku juga tidak mengetahui berapa besaran kenaikan harga BBM. Sebab, wawancara dilakukan sehari sebelum pengumuman kenaikan harga BBM pada 1 Oktober lalu.
Effendi menyayangkan ketidaktelitian tokoh sekaliber Kurtubi saat hendak menjadi bintang. "Kalau merasa terkejut dengan kenaikan yang menyakiti rakyat, sekadar meminta penghentian iklan tidaklah cukup," tegasnya.
Ia mengusulkan agar Syofwan menggugat televisi yang mewawancarai, rumah produksi pembuat iklan dan Depkominfo. Alasannya, iklan tersebut sudah merupakan bentuk character assasination. "Iklan itu sudah jelas-jelas melanggar etika dan sudah mengadu seorang tokoh dengan masyarakatnya sendiri yang menderita akibat BBM. Ini demi harga diri seorang tokoh masyarakat," cetus Effendi.
Jika para bintang iklan mengembalikan honor, maka hal ini akan memberi pelajaran pemerintah. Sehingga pemerintah lebih berhati-hati dalam membuat iklan layanan. "Ini akan menjadi pukulan karena selama ini pemerintah tidak pernah melakukan pre dan posttest sebelum iklan layanan ditayangkan," tuturnya.
(
ton
)
No comments:
Post a Comment