Kamis, 22 Mei 2008.
Piagam Madinah Contohkan Persatuan Umat
JAKARTA--Menteri Agama, Muhammad Maftuh Basyuni mengungkapkan, Rasulullah SAW memberi contoh keberhasilan dalam memimpin persatuan bangsa dengan berbagai agama melalui Piagam Madinah. Contoh serupa juga ditampilkan para pemimpin agama yang bangkit mempersatukan bangsa untuk lepas dari tangan penjajah. Menag mengatakan, nilai yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, ulama, dan pemimpin bangsa itu adalah ukhuwah atau persaudaraan. Nilai persaudaraan itu merekatkan bangsa sehingga menghasilkan konsep kesatuan dan persatuan umat manusia dan bangsa. ''Dalam perspektif agama, ikatan terbaik yang dapat memperkuat kesatuan dan persatuan adalah rasa ukhuwah (persudaraan sejati), baik yang menyangkut ukhuwah basyariah (persaudaraan sesama manusia) dan ukhuwuah wathoniyah (persaudaraan se-Tanah Air),'' tandas Menag, saat membuka pertemuan besar umat beragama Indonesia untuk mengawal NKRI dalam rangka memperingati satu abad kebangkitan nasional, di Jakarta, kemarin (21/5). Pertemuan !
besar umat beragama Indonesia ini digagas oleh majelis-majelis agama tingkat pusat dengan tujuan menyampaikan pesan universal kepada masyarakat dunia tentang contoh kerukunan umat beragama. Dan, juga bertujuan untuk merumuskan pilihan serta upaya rekoneksi gerakan keagamaan dengan merekatkan nilai-nilai kebangsaan berdasarkan Pancasila. ''Eratnya tali ukhuwah yang terbangun pada masa awal generasi Islam, seperti dilakukan Rasulullah melalui Piagam Madinah menjadi contoh nyata keberhasilan pemimpin dalam membangun suatu bangsa yang berbeda-beda agama,'' papar Maftuh. Begitu juga saat para pejuang nasional bangkit membebaskan bangsa Indonesia dari cengkeraman kolonial. Para pemimpin agama mampu merajut ukhuwah atau persaudaraan sehingga merasa senasib dan sepenanggungan. Menag menegaskan, stabilitas dan keamanan yang membuahkan perdamaian hanya bisa dicapai dengan kuatnya tali ukhuwah. ''Jika ukhuwah masih rapuh, tidak bisa diharapkan terbangun toleransi, solidaritas, serta !
keutuhan dan kesatuan bangsa,'' tambahnya. Diakui Menag, keruk!
unan uma
t beragama di Tanah Air beberapa tahun terakhir telah mengalami banyak kemajuan. ''Namun, kita tidak memungkiri masih banyak persoalan yang muncul, baik internal maupun antarumat beragama,'' katanya. Menurut Menag, persoalan kerukunan bukan suatu yang imun, melainkan terkait dan terpengaruh dinamika sosial yang terus berkembang. Dikatakannya, memelihara kerukunan harus dilakukan secara komprehensif, terus menerus, dan tidak boleh berhenti. Dia juga menilai konflik horizontal yang muncul pada era reformasi atau dalam masa transisi demokrasi mengancam disintegrasi bangsa. Konflik tersebut semakin masif ketika sentimen keagamaan ikut mewarnainya. Untuk mengatasinya, kata Menag, perlu dibangkitkan lagi persaudaraan serta keteladanan dari pemimpin agama dan tokoh masyarakat. Menag menambahkan, upaya pembacaan ulang terhadap doktrin-doktrin agama yang mengembangkan saling permusuhan menjadi suatu keniscayaan. ''Akan lebih baik manakala keberagamaan diorientasikan untuk menggali t!
itik-titik persamaan yang lebih apresiatif terhadap perbedaan dan keragaman agama, budaya, etnis, dan sekaligus mengatasi berbagai masalah kemanusiaan,'' katanya.
(osa )
No comments:
Post a Comment