Cari Berita berita lama

KoranTempo - Yusril Akui Intervensi Mutasi Hakim Lalu Mariyun

Kamis, 20 November 2003.
Yusril Akui Intervensi Mutasi Hakim Lalu MariyunJAKARTA - Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengakui telah mengintervensi proses mutasi mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Lalu Mariyun. Dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR kemarin, Yusril mengaku dirinya tidak setuju Mariyun dipindahkan ke Pengadilan Tinggi Kendari, sehingga dia mengalihkannya ke Pengadilan Tinggi Surabaya.

Yusril menjelaskan, sebenarnya Departemen Kehakiman dan HAM bersikap pasif dalam urusan mutasi, karena MA yang berperan besar. "Kecuali satu-dua kasus saya intervensi, tidak banyak kasus yang saya intervensi, kasus Lalu Mariyun misalnya," kata Yusril dalam rapat di gedung MPR/DPR.

Hal itu disampaikan Yusril menanggapi pertanyaan anggota Komisi Hukum Usman Lumban Tobing yang mempersoalkan mutasi hakim-hakim berprestasi ke daerah terpencil. Yusril mengungkapkan bahwa dia memang menolak pengangkatan Mariyun sebagai hakim tinggi di Kendari. "Saya tolak-tidak bisa saya bilang. Saya bilang pindah ke Surabaya," ujarnya lagi..

Yusril membantah intervensi ini ada sesuatu di balik itu. Menurut dia, hal itu wajar karena ada beberapa hakim yang dimutasi hanya di dalam Pulau Jawa. Yusril mencontohkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat Sianipar yang dimutasi ke Pengadilan Tinggi Bandung.

Patokannya, kata Yusril, adalah ketentuan Mahkamah Agung, yang mengatur promosi hakim di Pulau Jawa, proses pengangkatan pertamanya harus ke luar Jawa. Status sebagai mantan Ketua Pengadilan Negeri kelas IA membuat mereka juga tidak ditempatkan di tempat terpencil.

Masalah mutasi hakim ini kerap menjadi topik pembahasan di Komisi Hukum DPR. Awal November, Sekjen/Panitera Mahkamah Agung Gunanto Suryono mengungkapkan bahwa Menteri Yusril mengeluarkan surat keputusan bahwa mutasi hakim tidak sesuai dengan apa yang ditandatangani Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan.

Laporan Sekjen Mahkamah Agung ini sampai pula ke telinga Yusril. Dia membantah keras adanya surat keputusan yang dikeluarkannya tanpa paraf Bagir Manan. Bahkan kemarin dia telah memerintahkan Dirjen Badan Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara Soejatno untuk membawa seluruh berkas mutasi. "Saya tidak akan keluarkan SK yang tidak diparaf Bagir Manan sebagai Ketua MA," katanya, seraya menambahkan, "Berkas itu kami serahkan ke pimpinan agar tidak jadi fitnah."

Yusril juga balik menuding Gunanto tidak sah lagi sebagai Sekjen MA karena menurut peraturan pemerintah tentang pejabat eselon I, Gunanto sudah pensiun pada usia 60 tahun. "Sekjen MA itu ngotot tidak mau. Kami sudah sampaikan teguran, dia tidak mau dengan alasan dia hakim tinggi, pensiun 63 tahun," ujar Yusril.

Menurut Yusril, Ketua MA pun menyadari masalah ini. Bahkan MA sudah minta fatwa kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Feisal Tamin tentang status Gunanto, sah atau tidak. "Saya heran, terbalik-balik dunia ini, MA kok minta fatwa kepada Men-PAN," kata Yusril.

Sebaliknya, Bagir Manan menegaskan bahwa Gunanto memang belum pensiun. Pasalnya, dia adalah hakim tinggi, sehingga baru pensiun pada usia 63 tahun. "Sekjen MA di dalam UU Nomor 14/1985 tentang Mahkamah Agung harus dijabat oleh hakim. Jadi, berbeda antara jabatan sekjen di departemen dan sekjen di MA," kata Bagir di kantornya kemarin.

Hakim yang bisa menduduki jabatan Sekjen MA, menurut Bagir, paling tidak selama 10 tahun menduduki berbagai jabatan di pengadilan. "Kalau dia 63 tahun, ya pasti pensiun, jangan dibantah lagi kalau itu. Nggak perlu dipersoalkan lagi kalau soal pensiun, kan sudah ada undang-undangnya yang mengatur soal pensiun," kata Bagir. tjandra dewi/dimas

No comments:

Post a Comment