Kamis, 24 Januari 2002.
Upah Buruh Indonesia Terendah Ketiga di AsiaPURWAKARTA - Upah buruh di Indonesia kini menempati urutan ketiga terendah di Asia. Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Depatemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) Mardjono menduga, rendahnya upah buruh itu karena perusahaan-perusahaan di Indonesia lebih mementingkan alokasi dana buat kepentingan suap-menyuap kepada birokrasi dibanding menyejahterakan buruhnya.
"Pengusaha selalu ingin mengurus sesuatu, misalnya perizinan, serba cepat. Maka, cara tidak halal seperti memberikan hadiah, upeti, atau parsel-parsel menjadi solusinya," kata Mardjono di Purwakarta kemarin.
Menurutnya, kebiasaan pengusaha itu menyebabkan terjadinya ekonomi biaya tinggi. "Alokasi dana buat kesejahteraan upah (upah minimum) buruh belum apa-apa jika dibandingkan dengan biaya yang tidak bisa diprediksi untuk kepentingan suap," kata Mardjono.
Ia yakin, jika alokasi dana suap-menyuap itu dipakai untuk kepentingan kesejahteraan buruh, kondisi upah buruh di Indonesia mungkin tidak terlalu tertinggal jauh dibanding negara tetangga. Menurut perhitungan Mardjono, alokasi dana perusahaan-perusahaan di Indonesia buat kesejahteraan buruh hanya lima sampai tujuh persen. "Padahal, di negara lain di Asia, asumsi alokasi dana buat kesejahteraan buruh rata-rata sudah mencapai angka 12 sampai 15 persen," ujarnya.
Sebagai perbandingan, Mardjono mengungkapkan, nilai pengupahan di Malaysia saat ini sudah mencapai 2.500 ringgit. Dengan kurs Rp 2.700 per ringgit berarti buruh di negeri jiran itu mendapat upah Rp 6,7 juta per bulan. Di Indonesia, upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta yang tertinggi baru mencapai Rp 591 ribu per bulan. "Jadi dengan Malaysia saja, upah buruh kita sudah ketinggalan sampai empat kali lipat."
Mardjono mengingatkan, perusahaan-perusahaan industri bisa maju dan mendapatkan keuntungan besar karena kinerja buruh yang baik. Ia lantas mengutif falsafah buruh yang dianut Jepang, yang berbunyi, "kembali kepada kebaikan." Artinya, kalau perusahaan memberikan upah yang layak buat para buruhnya, tidak akan mengurangi kemajuan dan keuntungan perusahaan itu sendiri.
Menjawab pertanyaan ihwal sering terjadinya unjuk rasa buruh di perusahaan-perusahaan akibat tidak puasnya dengan upah minimum yang ada saat ini, Mardjono menyatakan mafhum. kalau buruh bersikap seperti itu, katanya, mestinya perusahaan introspeksi, bukan malahan melakukan upaya-upaya penekanan atau teror karena tidak akan menyelesaikan masalah.
Mardjono mengimbau agar pengusaha indutri di Indonesia juga membuka kran keterbukaan dalam manajemen keuangan kepada karyawannya. Kalau menganut manajemen tertutup, katanya, para karyawan pasti bisa mengetahui untung rugi yang diperoleh perusahaannya.
Dijelaskan, di Indonesia sampai Januari 2002, tercatat 30 juta orang yang mengandalkan hidupnya dari pekerjaan sebagai buruh pabrik. Setiap bulannya mereka menerima upah minimum provinsi (UMP) yang tertinggi Rp 591 ribu untuk DKI Jakarta dan yang terendah UPM di Jawa Barat yakni sebesar Rp 415 ribu per-bulan. nanang sutisna.
No comments:
Post a Comment