Cari Berita berita lama

Transaksi Gelap Paha Putih

Kamis, 7 Maret 2002.
Transaksi Gelap Paha PutihManado, 7 Maret 2002 00:32AIR mata Nyonya Meiku Kuku terus mengalir tiap kali teringat putrinya, MM alias Meita. Warga Kelurahan Tanjung Batu Lingkungan I, Kecamatan Wanea, Manado, Sulawesi Utara, tersebut mendapati putrinya yang baru berusia 16 tahun itu tidak berada di rumah, Kamis pekan lalu.

Kalang kabut ia mencari ke tetangga, saudara, dan teman-teman anaknya, tapi Meita tak ditemukan. Belakangan, dari salah seorang teman anaknya, Vike, diperoleh titik terang bahwa putrinya dilarikan seseorang ke Sorong, Provinsi Papua. Aksi bawa lari itu disinyalir dilakukan IR alias Ica. Sialnya, dia mendapat cerita, Ica menjadikan anaknya sebagai pekerja seks. Nyonya Meiku, 36 tahun, lalu melapor ke Kepolisian Resor (Polres) Kota Manado.

Dalam catatan polisi, ternyata tak hanya Nyonya Meiku yang melapor kehilangan anak gadisnya. Pertengahan Februari lalu, Pamapta Polres Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Inspektur Dua Made Sumarya, menerima laporan Fincent Balansa, warga Desa Pusian, Kecamatan Dumoga Timur. Menurut Fincent, anak gadisnya, SB alias San, 16 tahun, menghilang pada Jumat 4 Januari lalu.

Dari keterangan yang bisa dilacaknya, San ternyata pergi bersama lelaki bernama MP alias Xena, 36 tahun, warga satu desa dengan mereka, menuju Sorong dengan menumpang KM Ciremai. Seminggu kemudian, Xena pulang ke kampungnya. Kepada Fincent, Xena mengaku mengantarkan San bekerja di Restoran Bunaken, Sorong. Bahkan, gadis cantik itu telah dikontrak sampai Mei 2002. "Kami tak terima karena dia pergi tanpa izin," kata Fincent.

Xena berjanji akan menjemput San kembali ke Manado. Tapi, tunggu punya tunggu, San tak kunjung kembali. "Apa boleh buat, kami terpaksa melapor ke polisi. Dia khawatir anaknya akan dijadikan pemuas nafsu lelaki di Sorong.

Di Sorong dan beberapa daerah remang-remang di Papua, noni-noni Manado ini kabarnya memang lebih disukai. Hampir semua bar dan diskotek yang ada di Jayapura dan Sorong mempekerjakan cewek Manado itu sebagai pemandu lagu dan peneman tamu. Para tamu biasanya menjuluki pramuria asal Manado, yang dikenal memiliki kulit bersih dan rupawan, dengan sebutan paha putih.

Nyonya Manik, manajer salah satu bar di kawasan pusat kota Jayapura, mengaku lebih senang punya karyawan cewek Manado, karena tamu yang datang lebih suka ditemani paha putih. "Maklum, mereka biasanya cantik-cantik dan mulus," kata Nyonya Manik. Meski resminya sebagai pramuria, mereka juga bisa di-BL (booking luar) menjadi pramunikmat. Bayarannya Rp 300.000 sampai Rp 500.000.

Namun sayangnya, para paha putih ini berada di Papua karena ditipu agen pencari kerja. Siska, 19 tahun, asal Desa Ranan, Minahasa, mengaku tertarik berangkat ke Sorong karena dijanjikan pekerjaan sebagai karyawati toko. "Tapi ternyata saya jadi begini," katanya sedih. Anak ketiga dari enam bersaudara keluarga petani ini mengaku sedang mengumpulkan uang untuk ongkos pulang kembali ke Manado.

Ternyata, paha putih itu tak hanya dipasok ke Papua, melainkan juga sampai Singapura. Pada 19 Januari lalu, ada 10 gadis berangkat ke Singapura dengan KM Umsini melalui Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara. Ini terungkap berkat laporan orangtua seorang gadis, sebut saja Susi, 18 tahun, warga Tomohon Tengah. Mereka diberangkatkan oleh sebuah perusahaan pengerah tenaga kerja ilegal yang beroperasi di Minahasa. "Kami menduga, mereka akan dijadikan pekerja seks komersial di Singapura," kata salah seorang polisi.

Polisi sempat menggagalkan pemberangkatan Susi, 20 tahun, dan Susan, 17 tahun, warga Tombasian, Minahasa, pada dini hari 25 Januari lalu. Keduanya diciduk petugas saat berada di rumah IM alias Imran, di Kelurahan Pakadoodan, Bitung. Rencananya, Imran akan mengantar mereka bekerja di sebuah diskotek di Jayapura. Untungnya, keluarga Susan cepat melapor begitu anak gadisnya tidak kelihatan di rumah.

Maraknya pengiriman cewek Manado itu memang cukup mengkhawatirkan orangtua yang punya anak gadis. Agar keresahan ini tidak meluas, Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Utara berjanji akan menyelidiki kasus ini secara serius. "Kami akan mengusutnya lebih intensif," kata Kepala Dinas Penerangan Polda Sulawesi Utara, Komisaris Polisi Sudarsono. Caranya, polisi meningkatkan koordinasi dengan instansi lain dan memperketat pengawasan di pelabuhan.

Namun, repotnya, rekrutmen pekerja ini dilakukan secara pribadi. Alhasil, peran keluarga dan lingkungan menjadi filter penting, agar pengiriman noni-noni manis Manado itu tidak berlanjut.

[Taufik Abriansyah, Landy Wowor, dan Erwin G. Tambunan]
[Kriminalitas, Gatra Nomor 16, Beredar 4 Maret 2002]

No comments:

Post a Comment