Cari Berita berita lama

Republika - Pilkades, Cikal Bakal Pesta Demokrasi

Kamis, 14 Juni 2007.

Pilkades, Cikal Bakal Pesta Demokrasi












Pemilihan presiden (pilpres) dan kepala daerah (pilkada) secara langsung yang dimulai 2004, menjadi angin segar bagi iklim demokrasi di tanah air. Pemilihan kepala daerah secara langsung, tak lepas dari digulirkannya UU No 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemilihan Daerah. Saat itu, kebanyakan masyarakat beranggapan bahwa kualitas demokrasi kita sudah maju dengan cara menerapkan pemilihan langsung. Sangat terlambat bila pemilihan langsung tersebut dinyatakan sebagai inovasi demokrasi. Pasalnya, sistem pemilihan tersebut sudah lebih dulu diberlakukan di tingkat desa. Masyarakat desa, sudah terbiasa dengan pemilihan langsung dalam menentukan pemimpin di desanya. Sejak bergulirnya UU No 22 Tahun 1999 yang kini direvisi menjadi UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, ajang pemilihan kepala desa semakin terfasilitasi. Bahkan, sejumlah daerah menindaklanjuti UU tersebut dengan membuat perda tentang pemilihan kepala daerah. Di Kabupat!
en Bandung misalnya, bergulirlah Perda No 8 Tahun 2006 tentang Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa. Khusus di Jawa Barat, Kab Bandung boleh dibilang menjadi pelopor implementasi pengaturan pilkades melalui perda. Tidak tanggung-tanggung, dalam perda tersebut dicantumkan kewajiban APBD Kab Bandung dalam memfasilitasi kebutuhan biaya pilkades. Kebijakan Pemerintahan Kab Bandung tersebut, merupakan bukti keseriusan dalam mewujudkan situasi demokratis di tingkat desa. Nilai dana pilkades yang tercantum dalam APBD Kab Bandung tahun 2007 mencapai Rp 6 miliar. Bantuan pilkades yang akan diterima oleh masing-masing desa tergantung dari jumlah pemilihnya. Setiap pemilih dinilai dengan uang sebesar Rp 5.000. Rata-rata setiap desa memiliki jumlah pemilih berkisar 2.500-Rp 8.000 orang. ''Tahun ini saja, direncanakan 183 desa akan menggelar pilkades,'' ujar Kepala Bagian Otonomi Daerah, Sekretariat Daerah Kab Bandung, Drs H Erik Juriara, belum lama ini. H!
ingga Mei 2007, kata dia, sedikitnya 85 desa telah menggelar p!
ilkades.
Seorang kepala desa diberi amanah jabatan selama enam tahun. Jabatan kepala desa tersebut hanya boleh diemban dua periode. Kepala desa terpilih tentu harus mengantongi suara terbanyak dalam ajang pilkades. Dalam petunjuk teknis pilkades, calon kepala desa tidak boleh lebih dari lima orang. Bila pendaftar lebih dari lima orang, Panitia Pencalonan Pemilihan dan Pelantikan Kepala Desa (P4Kd), wajib menyeleksi kriteria pendidikannya. Tujuan akhirnya, peserta pilkades tersebut tetap lima orang. Enam bulan sebelum habis masa jabatan seorang kepala desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) harus membentuk P4Kd. Sebagai lembaga pengawas pelaksanaan pilkades, camat setempat wajib membentuk Panitia Pengawas Pilkades (Panwasdes). Seperti halnya pemilu dan pilkada, calon kepala desa tersebut diberi waktu untuk berkampanye. Pada hari pelaksanaannya, warga desa diminta menyalurkan hak pilihnya ke tempat pemungutan suara (TPS) di masing-masing kampung. Dalam UU No 32 Tahun 2004 dan Perda!
No 8 Tahun 2006, calon kepala desa dilarang keras membiayai kegiatan pilkades. Tujuannya, menurut Erik, agar kegiatan pilkades tersebut terbebas dari praktik money politics (politik uang). Sebelum perda tersebut diberlakukan, tidak sedikit calon kepala desa yang mendominasi pembiayaan ajang pilkades. Penyumbang dana terbanyak untuk pilkades, dapat dipastikan terpilih menjadi kades. Kriteria calon kepala desa mirip dengan calon kepala daerah. Hanya, jenjang pendidikan yang disyaratkan kepada calon kades minimal SMP atau sederajat.
(san )

No comments:

Post a Comment