Cari Berita berita lama

Republika - Kesalahan Pola Tanam Perparah Ancaman Puso

Sabtu, 31 Mei 2008.

Kesalahan Pola Tanam Perparah Ancaman Puso












INDRAMAYU -- Minimnya curah hujan pada musim tanam gadu (kering) tahun ini, menimbulkan dampak yang sangat buruk pada areal tanaman padi. Di Kabupaten Indramayu, lahan seluas 12 ribu hektare saat ini mengalami kekurangan air yang parah. Dinas Pertanian setempat menganggap kesalahan pola tanam yang dijalankan petani memperparah ancaman tersebut. ''Jika dalam waktu satu minggu areal tanaman itu tidak mendapatkan pasokan air, maka seluruhnya bisa mengalami puso,'' ujar Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu, Ir Apas Fahmi, Jumat (30/5). Apas menjelaskan, umur tanaman padi yang mengalami kekeringan itu berkisar antara lima sampai 65 hari, dan tersebar di 15 kecamatan. Dia menyebutkan, sejumlah kecamatan yang menghadapi ancaman puso itu di antaranya Kecamatan Kandanghaur, Losarang, dan Widasari. Lebih lanjut Apas mengungkapkan, banyaknya areal tanaman padi yang mengalami kekeringan pada musim tanam gadu tahun ini di Kabupaten Indramayu, tak lepas dari ke!
tidakpatuhan petani dalam pola tanam. Dia menerangkan, jumlah areal tanaman padi yang diizinkan pada musim tanam gadu tahun ini sebenarnya hanya sekitar 80 ribu hektare. ''Namun kenyataannya luas areal tanaman padi saat ini telah mencapai 112 ribu hektare,'' tutur Apas. Menurut Apas, para petani nekad menanam tanaman padi meski dengan risiko mengalami kekurangan air. Pasalnya, imbuh dia, para petani tergiur dengan harga beras yang saat ini sangat tinggi. Tak hanya itu, faktor alam pun turut mempengaruhi luasnya areal tanaman padi yang mengalami kekeringan. Dia mengatakan, saat Mei 2007, debit air di bendung rentang masih cukup banyak. Namun pada Mei tahun ini, debit air di bendung yang terletak di Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka itu, ternyata sangat minim. Ancaman gagal panen juga kini benar-benar mulai menghantui para petani di Kota Banjar. Hal itu terjadi karena sawah yang ditanami padi, tidak mendapatkan pasokan air. Para petani yang paling merasakan dampak kek!
eringan itu di antaranya berada di Desa Jajawar dan Cibereum. !
Di kedua
desa itu, areal sawah selain sudah kering kerontang, juga terlihat sudah retak-retak. Akibat kondisi itu, tanaman padi yang sedang tumbuh pun banyak mati. ''Saya sudah bingung harus cari air ke mana lagi. Semua sumber air sudah tak mengeluarkan air,'' ungkap Maulana (38 tahun), salah seorang petani di Dusun Jajawar Kulon, Jumat (30/5). Menurut dia, sulitnya mendapatkan air sudah berlangsung dalam empat pekan terakhir. Maulana mengaku, untuk bisa menanami sawah, dirinya harus mengeluarkan modal awal minimal Rp 1 juta. Uang sejumlah itu, jelas dia, digunakan untuk membeli pupuk, untuk proses pembajakan tanah, dan pembelian benih.
(lis/mus )

No comments:

Post a Comment