Cari Berita berita lama

KoranTempo - " Semoga Jaksa dan Hakimnya Reformis"

Rabu, 27 Pebruari 2002.
" Semoga Jaksa dan Hakimnya Reformis" Anda sudah dibebaskan secara bersyarat. Tapi kenapa masih mengajukan Peninjauan Kembali(PK) perkara anda. Apa motif anda?

Waktu dinyatakan bebas, saya memang tidak berpikir begitu. Apalagi masyarakat menerima, termasuk para ulama ada yang ikut menyambut saya. Tapi kemudian Andar (Andar M Situmorang, penasihat hukum Pak De yang dikenalnya dua tahun lalu) datang dan bilang kalau saya sebaiknya mengajukan PK.

Sebetulnya, memang ada yang mengganjal hati saya. Yaitu predikat 'pembunuh'. Padahal, saya tidak pernah melakukannya. Itulah yang harus dibersihkan lewat pengajuan PK ini. Jadi bukan untuk mendapatkan ganti rugi dari pemerintah, dari negara. Sama sekali bukan itu.

Pertimbangan yang bisa dijadikan dasar permohonan PK?

Kebetulan waktu itu Majalah Gamma menurunkan wawancara dengan ahli forensik Mun'im Idries. Katanya, Mun'im termasuk yang menyesal karena tidak pernah diminta hadir pada sidang kasus saya waktu itu. Padahal dialah yanga mengotopsi Dice.

Dasar Pak De bukan pembunuh Dice?

Waktu sidang, kepada Hakim Reny Retnowati, saya pernah mempersoalkan dua selongsong peluru di TKP (Tempat Kejadian Perkara), mobil Honda Accord, yang beda dengan pistol saya. Itu kaliber 22 semi otomatis yang kalau ditembakkan selongsongnya keluar dari kamar peluru.

Tapi pistol yang digunakan Pak De untuk menguji batu "hajar aswad" itu bentuknya silinder. Kalau ditembakkan, selongsong tetap berada di dalam silinder. Hakim waktu itu cuma bisa geleng-geleng kepala. Kondisi ketika itu membuat semuanya tak berdaya. Hakim dikendalikan, gak bisa apa-apa.

Anda punya dugaan siapa pemilik pistol lain itu?

Enggak tahu! Kalau tahu siapa pembunuh Dice, saya gak jadi begini. Enggak peduli jenderal, kalau memang tahu, tentu saya seret ke pengadilan. Saya Ndak takut. Saya bukan pembunuh. Banyak orang percaya itu.

Para mahasiswa juga waktu sidang pada demo supaya Pak De dibebaskan. Sewaktu ditahan di Salemba, Ibunya Gus Dur dan isterinya, Shinta Nuriyah datang menjenguk. Begitu juga Muslimat NU. Karena mereka tahu saya ini orang NU. Bapak saya itu satu-satunya wakil dari Madura di Parlemen, seangkatan Wahid Hasyim dan Idham Chalid.

Kematian Dice kan juga dikaitkan dengan Indra Rukmana dan Sudwikatmono?

Sebetulnya pacar tetap Dice itu Marsekal Suwoto Sukendar (pensiunan KSAU). Tapi dari cerita Dice ke saya, dia juga suka 'main' dengan Indra Rukmana dan Sudwikatmono. Jadi sebatas itu saja. Tapi waktu itu saya baca di Koran memang dikait-kaitkan dengan suami Mbak Tutut segala. Semuanya rumor saja.

Saya sudah ingatkan Dice supaya tidak 'nakal' karena masih punya suami, Budi Mulyono yang lumpuh. Dari segi materi, anak itu sudah berkecukupan. Mobil punya 2, rumah mentereng kayak istana. Ya, mungkin soal kepuasan seks saja. Tapi saya bilang ke dia, itu semua dosa.

Anda tidak menduga Sukendar bisa saja sebagai pembunuh Dice?

Memang, empat hari sebelum Dice meninggal, dia cerita pernah bertengkar dengan Sukendar di rumah kontrakannya di Jalan Tumaritis, Kebayoran pada 4 September. Dia marah karena pacarnya itu cemburu dan melarang ikut show di Borobudur. Tapi saya tidak berkesimpulan Sukendro yang nembak. Gak berani saya. Itu bisa jadi fitnah, dosa.

Anda juga didakwa membunuh Endang?

Saya juga enggak ngerti, kok Endang diikutkan. Keduanya kan 'anak angkat' saya. Waktu Dice meninggal, Endang datang dan menangis. Tapi anehnya, kasus kematian Endang (karena pukulan benda tumpul di bagian kepala) lebih dulu disidangkan dari Dice. Tapi itulah rekayasa yang terjadi.

Dengan keteranan dari Dr Mun'iem, anda optimis PK akan dikabulkan?

Ya.. mudah-mudahan. Saya cuma bisa berusaha dan do'a. Tapi Jaksa kemarin itu keliru menyebut dua peluru di Honda Accord. Seharusnya selongsong. Dia harus pelajari lagi berkas BAP, dan itu bukan alat bukti. Tapi berfungsi untuk menemukan pembuktian di persidangan.

Saya harap Jaksa mau dengar aspirasi yang ada. Mudah-mudahan, jaksa dan hakimnya reformis. Mau mengatakan yang salah itu salah walau pahit sekalipun, dan mengatakan benar adalah benar. Hukum harus ditegakkan dengan jujur dan adil. Kalau tidak, bisa jatuh wibawa hukum di negeri ini.

Kalau PK tak dikabulkan?

Biarlah nanti masyarakat yang menilai. Allah kan tetap tahu siapa pembunuh sebenarnya. (suara Pak De kian lirih dan matanya berkaca-kaca).sudrajat.

1 comment: