Cari Berita berita lama

Republika - Khalid bin Walid Panglima Perang yang Gemilang

Senin, 24 September 2007.

Khalid bin Walid Panglima Perang yang Gemilang






Kekalahan pasukan Islam karena kelengahannya sendiri.





''Aku telah bertempur di berbagai medan pertempuran. Tak ada satu pun di tubuhku yang tak ada tanda-tanda bekas luka karena tebasan pedang. Namun kini aku terbaring di pembaringan, sekarat. Seperti seekor keledai tua yang menunggu ajal''. Khalid bin Walid bin Mughirah al-Mahzumi, seakan menyesali saat-saat menunggu ajal dengan mengungkapkan untaian kalimat di atas. Ia berkeinginan menuai syahid saat berada di medan pertempuran. Sebab, hampir sepanjang hidupnya, ia membela panji Islam di medan pertempuran. Namun, takdir memang tak bisa dielakkan. Ia menghembuskan napas terakhir di pembaringannya. Menurut Ensiklopedi Islam, Khalid akhirnya meninggal akibat sakit di Hims, Suriah. Sumber lain menyebutkan bahwa Khalid menghembuskan napas terakhir pada 18 Ramadhan tahun 21 H. Dalam catatan sejarah Islam, Khalid merupakan seorang panglima perang terkenal dan disegani. Keberanian dan kegagahannya di medan pertempuran kemudian melahirkan sebuah julukan terhormat baginya, 'Pe!
dang Allah'. Semula Khalid merupakan bagian penting dari kelompok Quraiys yang menentang Islam. Ia bagian dari pasukan kaveleri Quraiys yang pada perang Uhud mampu melihat celah kelemahan pasukan Islam. Saat itu, pasukan Muslim lengah dengan memperebutkan harta rampasan perang. Khalid yang melihat kelemahan itu, kemudian mengerahkan pasukannya untuk menggempur pasukan Islam. Hasilnya, saat itu pasukan Islam kewalahan menghadapi serangan itu dan kekalahan pun diderita oleh pasukan Islam karena kelengahannya sendiri. Namun kemudian, Khalid mengikrarkan dua kalimat syahadat. Yaitu pada Safar tahun 8 H. Masuknya Khalid ke dalam Islam sekitar dua tahun setelah Perjanjian Hudaibiyah antara Quraiys dan Muslim pada 6 H. Nabi Muhammad gembira karena Khalid menjadi tambahan kekuatan pasukan Muslim. Pertempuran pertama yang melibatkan Khalid setelah ia memeluk Islam adalah Perang Mu'tah, Yordania pada 8 H. Ini merupakan peperangan pasukan Islam melawan pasukan Byzantium. Dalam perang!
ini, pasukan Islam menderita kekalahan. Khalid berperan besa!
r dalam
menghindari kekalahan lebih besar. Ia membubungkan debu sebanyak mungkin ke angkasa. Langkah ini bertujuan agar disangka pasukan Islam sedang mendapatkan bala bantuan. Dengan taktik ini, pasukan Islam bisa mundur selamat ke Madinah. Setelah Muhammad wafat, ia memainkan peran kunci dalam pasukan Khalifah Abu Bakar. Terutama dalam Perang Ridda. Ia mendapat tugas untuk menumpas kelompok murtad di bawah pimpinan Tulaihah bin Khuwailid, yang akhirnya bisa ia kalahkan di Buzaha, Hejaz. Saat tampuk kekhalifahan berpindah ke tangan Umar bin Khattab, Khalid juga mendapatkan perang penting. Ia mendapatkan tugas untuk memimpin sejumlah ekspedisi. Di antaranya adalah ekepedisi ke Suriah untuk menyerang pasukan Bizantium pada 14 H. Di tengah sejumlah keberhasilan itu, tiba-tiba Khalifah Umar membuat keputusan untuk menurunkan pangkat Khalid dari panglima perang menjadi prajurit biasa. Kedudukan Khalid sebagai panglima perang pasukan Islam digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Saat i!
tu, Umar menyatakan keberhasilan-keberhasilan yang telah diraih Khalid bisa memecah belah umat. ''Saya melihat banyak prajurit memujanya. Saya khawatir mereka terperdaya dan tersesat karena terlalu memujanya,'' kata Umar. Keputusan ini memang mengejuktkan para prajurit pasukan Islam. Namun, Khalid bisa menerimanya dengan lapang dada. Ia pun terus bergerak membela panji-panji Islam dalam sejumlah peperangan. ''Aku berperang hanya karena Allah bukan karena Umar,'' tegasnya.
(fer )

No comments:

Post a Comment