Cari Berita berita lama

Republika - Angka Putus Sekolah Mengkhawatirkan

Selasa, 25 Desember 2007.

Angka Putus Sekolah Mengkhawatirkan






Pemerintah harus memberi perhatian serius pada masalah tersebut.





SUKABUMI -- Sepanjang tahun 2007 tingkat putus sekolah (DO) di Kabupaten Sukabumi cukup tinggi. Banyak siswa yang tidak bisa melanjutkan ke SMP/Mts karena tidak memiliki kemampuan membayar biaya sekolah yang tinggi. Keterangan yang dihimpun Republika dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdik) Kabupaten Sukabumi siswa yang putus sekolah di wilayah tersebut tahun ini mencapai sekitar 8.000 orang. Kondisi riil di lapangan kemungkinan lebih besar dari angka itu karena banyak siswa putus sekolah yang tidak terdata di sejumlah daerah pelosok Kabupaten Sukabumi. Sementara jumlah siswa DO pada tahun-tahun sebelumnya hingga 2006 mencapai sekitar 38 ribu orang. ''Keadilan dalam bidang pendidikan belum terasa oleh warga miskin sehingga banyak siswa yang DO,'' kata Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi sekaligus Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Iwan Ridwan, Ahad (23/12). Dari survei yang dilakukan DPRD di sejumlah kecamatan, ditemukan banyak siswa dari keluar!
ga miskin yang putus sekolah karena tidak memiliki cukup biaya. Menurut Iwan, tingginya angka DO sebagian besar terjadi di daerah pelosok Kabupaten Sukabumi seperti di Kecamatan Nagrak. Pemerintah, lanjut dia, harus memberikan perhatian khusus pada permasalahan tersebut. Ke depan, tutur Iwan menjelaskan, pihaknya mendesak pemerintah untuk merencanakan program wajib belajar 12 tahun atau minimal lulus SMA. Targetnya, sambung dia, seluruh warga Kabupaten Sukabumi mendapatkan keadilan dalam mendapatkan akses pendidikan hingga tingkat SMA. ''Kami mendukung langkah Pemkab yang telah merespons permasalahan ini dengan memberikan beasiswa kepada keluarga miskin yang rawan DO,'' ujar Iwan. Pemkab, jelas dia, pada APBD 2008 telah menganggarkan sebesar Rp 7,5 miliar untuk membantu siswa dari keluarga miskin melanjutkan sekolahnya. Bantuan biaya dalam bentuk beasiswa tersebut, ungkap Iwan, diberikan untuk semua jenjang pendidikan mulai dari SD/MI hingga SMA/SMK. Ia menyatakan, bantuan!
tersebut diperlukan oleh keluarga miskin karena selama ini ba!
ntuan pe
merintah lainnya tidak mampu menjangkau. ''Sosialisasi beasiswa ini harus segera dilakukan supaya masyarakat tahu. Karena dari pengalaman yang lalu banyak program yang tidak tersosialisasi dengan baik,'' tutur Iwan. Salah satunya, menurut dia, adalah dengan membuka pusat layanan pengaduan masyarakat untuk menampung keluhan warga masyarakat yang tidak mampu membayar biaya sekolah. Di antara 8.000 murid yang tahun ini putus sekolah, Rina Marlina (15 tahun) adalah salah satunya. Warga Kampung Puncak Sayang, Desa Caringin Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten Sukabumi, ini memutuskan berhenti sekolah karena masalah biaya. Dia hanya sempat duduk di kelas I SMA Sukaraja Kabupaten Sukabumi, dan tidak bisa melanjutkan lagi. ''Anak saya terpaksa putus sekolah karena saya tak kuat lagi menyekolahkannya,'' kata ayah Rina, Udin Syafrudin (56 tahun). Pasalnya, lanjut dia, untuk menempuh perjalanan sehari-hari ke sekolah, Rina memerlukan biaya sebesar Rp 7.000, sementara penghasilan Udin sebag!
ai buruh tani per hari hanya Rp 15 ribu. Dijelaskan Udin, anaknya tersebut sebenarnya ingin tetap sekolah namun dia tidak bisa berbuat banyak. ''Selain biaya transportasi, saya juga kesulitan membayar biaya sekolah yang mahal,'' kata dia mengeluh. Udin menuturkan, meskipun ada Bantuan Khusus Murid (BKM) sebesar Rp 65 ribu per bulan namun anaknya tidak memperolehnya. Bantuan pemerintah, menurut dia, banyak yang salah sasaran karena siswa yang mampu pun mendapatkannya. Kondisi serupa juga dialami Lilis Suryani yang terpaksa putus sekolah sejak kelas I SMP. ''Sudah dua tahun anak saya berhenti sekolah karena sudah tak ada lagi biaya,'' kata ayah Lilis, Acun (46 tahun), warga Kampung Pasir Salam, Nyalindung, Kabupaten Sukabumi. rig
( )

No comments:

Post a Comment