Minggu, 19 Agustus 2007.
Akhir Cerita Pembunuh Dirut Asaba
Kemarin (Jumat, 17/8) sekitar pukul 04.30 WIB, ibunda Letda Syam Ahmad Sanusi menerima telepon dari putranya. ''Saya sudah tertembak. Saya mohon maaf kepada seluruh keluarga,'' tutur Syam singkat lewat sambungan telepon genggam ke rumah ibunya di Kampung Sukabakti, Kecamatan Sukabakti, Curug, Tangerang. Pagi harinya keluarga itu menerima kabar bahwa Syam sudah mengembuskan napas terakhir. Dia meninggal diterjang lima peluru di bagian dada, perut, kedua kakinya, serta di seputar kemaluannya. Sejumlah peluru lainnya pun ikut menyerempet tubuh Syam. Letda Syam Ahmad Sanusi adalah mantan anggota Marinir yang menjadi kaki tangan Gunawan Santosa untuk membunuh Direktur Utama PT Asaba, Budiharto Angsono, tahun 2003. Setelah sempat ditahan pada 2005 dan berhasil kabur dari rumah tahanan, kini Syam telah terkubur di dekat rumah orang tuanya di Curug. Sebelum Syam menelepon ibundanya, lima anggota Marinir sudah mengepung tempat persembunyian Syam di Desa Cilaba, Kampung Cibeuny!
i, Kabupaten Pandelang, Banten. Mulai pukul 02.00 WIB kelima anggota Marinir sudah mengintai gubuk berukuran dua kali tiga meter persegi beralaskan gedek di kaki Gunung Tangkar. Satu jam kemudian komandan tim pengintai Syam, Letkol PM Ananta, mendobrak gubuk Syam. ''Angkat tangan,'' teriak Ananta. Bukannya mematuhi perintah, Syam justru menembak Ananta. Dengan pistol FN 45 kaliber sembilan milimeter, Syam menembakkan peluru ke perut Ananta dan satu peluru lagi menyerempet dada kiri pria yang juga menangkap Suud Rusli, mantan anggota Marinir lain yang turut berkomplot membunuh Budiharto Angsana. Kendati tertembak, Ananta masih sanggup membalas tembakan Syam. Dalam aksi baku tembak itu, dua Marinir lain turut terkena timah panas. Kopda POM Iwan tertembak di lengan kanannya. Sampai kemarin sore peluru itu masih bersarang di lengannya. Sementara Lettu PM Dodi mengalami nasib yang lebih naas. Sebutir peluru menembus perutnya dan melukai usus besarnya. Hingga kemarin ia belum sad!
arkan diri. Kondisinya kritis. Setelah tiga anggota tim terluk!
a, baku
tembak sempat terhenti. Mereka menunggu bantuan datang. Pada pukul 05.00 WIB dari dalam gubuk terdengar bunyi dua tembakan lagi. Ketika matahari sudah terbit sempurna, Polisi Militer AL (POM AL) dan polisi masuk ke dalam gubuk Syam. Dia ditemukan sudah tidak bernapas. Berkaus serta celana pendek, Syam tewas berlumuran darah. Di tangannya tergenggam sepucuk pistol. ''Saya terpaksa menembak dia sampai mati, kalau tidak, saya yang akan mati,'' ujar Letkol PM Ananta saat dirawat di RSAL Mintoharjo. Tim POM AL sudah mengintai Syam sejak dua pekan lalu. Dia sudah satu sampai dua pekan terakhir berada di Desa Cilaba. Kendati sempat menghilang selama satu pekan, anggota POM AL meyakini Syam akan kembali. Selama dalam persembunyian Syam diketahui kerap bepergian ke Rangkasbitung. Kebiasaan lainnya adalah mengikuti shalat Jumat di sebuah masjid yang berjarak sekitar 300 meter dari tempat persembunyiannya. Meski menghilang sepekan, Syam akhirnya kembali pada Kamis (16/8). Sebuah tim ya!
ng dibentuk POM AL sebenarnya sudah mengincar Syam sejak melarikan diri Ahad, 5 Mei 2005. Sebelumnya pada kurun 2005 hingga 2006 keberadaannya sudah diendus di Sajirah dan Lopang Cilik, keduanya di Banten, serta di Lampung. Di tiga tempat itu Syam sempat diintai, namun berhasil kabur dari kejaran POM AL. Wakil Komandan POM AL, Kolonel Laut King Kin Suroso, mengatakan Syam pernah menjadi anggota pasukan khusus TNI AL. Syam termasuk anggota Marinir yang gemilang. ''Yang jelas dia cerdas,'' tutur King Kin. Kecerdasannya dibuktikan dari keahliannya mengukir benda dalam ukuran miniatur. ''Ketika ditahan, terakhir itu dia membuat jip skala mini yang sangat detail dari gabus sisa kardus televisi,'' cerita King Kin. Sedianya jip mini itu akan diberikan pada putranya. Tetapi, Syam keburu melarikan diri. King Kin menilai Syam juga tergolong religius. Ketika sempat ditahan Syam rajin berdzikir. ''Keluarganya juga santri-santri kok,'' ungkap dia. Selama bersembunyi, Syam tidur di gubu!
k sederhana. ''Mungkin itu dulunya bukan rumah tapi kandang ka!
mbing,''
ujar King Kin. Dalam gubuk beratap seng biru itu Syam hidup sendirian. Dia hanya ditemani sejumlah foto dirinya ketika bertugas di sejumlah daerah di Indonesia. Salah satu fotonya menggambarkan saat dia berada di Timor Timur. Di gubuk tersebut, pria yang pernah mengikuti sekolah peledak di Korea itu ditemukan pula televisi, lima keping VCD porno, peralatan menyelam, teropong, dan peta topografi. ind
( )
No comments:
Post a Comment