Rabu, 5 Juni 2002.
Raja-raja Penyelundup Mobil Mewah Ingat mobil mewah, ingat Robby Tjahjadi. Robby boleh dibilang seorang bekas penyelundup mobil paling legendaris di Indonesia. Dia beraksi di tahun 1970-an. Salah satu prestasinya adalah licin bak belut, dan meskipun sempat mendekam di penjara selama lima tahun, mobil-mobil Robby banyak tetap mulus ke garasi para menteri, pejabat tinggi juga sejumlah kolektor mobil.
Ia melakukan operasinya bersama Nie Siong Hwan, alias Soegiono, dan Chandra bersaudara (Irawan dan Heru). Irawan, yang biasa dipanggil Roy, masih terhitung adik ipar Robby.
"Karir" Robby sebagai penyelundup dimulai lima tahun setelah pria yang bernama asli Sie Tjia It itu meninggalkan kampung halamannya di Surakarta, Jawa Tengah, pada 1964. Robby, bersama kakak kandungnya, Sigit Wahjudi menggelar aksi pertama: memasukkan delapan Mercedes terbaru melalui pintu Pelabuhan Tanjungpriok. Caranya? Tentu saja, gelap-gelapan.
Pada tahun 1972, keuntungan Robby dari penyelundupan mobil mewah ini sudah menggunung. Dari satu mobil, mereka bisa untung katakanlah Rp 10 juta. Padahal, selama empat tahun itu, menurut daftar hitam Bakin, ada lebih dari 3.000 mobil yang masuk Indonesia dengan cara tak wajar. Dari jumlah itu, Robby menyumbang "cuma" 290 mobil. Artinya, sekitar Rp 2,9 miliar. Sekali lagi, untuk ukuran tahun 1972 (saat itu US$ 1 setara dengan Rp 415) lumayan gede.
Kini "penerus-penerus" Robby juga tergiur dengan bisnis gelap mobil mewah. Pengimpor sedan Mercy 300 SEL, contohnya, selama dua tahun belakangan ini, telah memasukkan seribu unit. Sedan Mercedes Benz keluaran tahun 1988-1989 itu amat diminati anak-anak muda Jakarta karena langka dan memiliki fasilitas "wah", seperti kaca dan bodi antipeluru. Bila untuk satu mobil untungnya Rp 100-200 juta, berarti dalam dua tahun pengimpor sedan jenis itu bisa mengeruk keuntungan Rp 100-200 miliar. Tak kalah gede dengan bisnis selundupan Robby Tjahjadi kan?
Penyelundup-penyelundup mobil mewah masa kini juga selicin Robby. Salah satu contohnya, adalah mafia yang memasok 11 sedan mewah di Makassar yang diduga melibatkan mantan Kapolda Metro Jaya Komisaris Jenderal Sofjan Jacoeb. Dari penelusuran Bea Cukai Sulawesi Selatan, diduga pengusaha yang yang memasukkan mobil-mobil atas nama Sofjan itu adalah Suntoro alias Asun dan Chandra. Yang terakhir ini adalah pengusaha kelahiran Medan 70 tahun lalu dan dikabarkan tinggal di daerah Muara Karang, Jakarta Utara.
Menurut sebuah sumber yang memahami lika-liku penyelundupan mobil, mafia di belakang Sofjan ini dikenal sebagai Kelompok 303. Ini kode untuk kelompok yang mendapatkan uang dari hasil judi�303 berasal dari nomor pasal perjudian dalam KUHP.
Kelompok 303 ini praktis untouchable. "Kayaknya aparat enggak bakal bisa menuntaskan kasus ini. Bisnis judi (yang mereka miliki) saja diberantas enggak bisa habis-habis, apalagi bisnis penyelundupan mobil yang untungnya gede," kata sumber itu.
Sumber itu juga menuturkan Kelompok 303 ini jagoan di pelabuhan. Mereka bisa mengeluarkan barang-barang dengan mudah. Pelabuhan-pelabuhan langganan mereka antara lain Cirebon, Riau, Medan, Lampung, Palembang, Menado, Ujung Pandang.
Menurut sumber Koran Tempo pemain mobil mewah ilegal lainnnya adalah AH. Pemilik showroom mobil di Kemang, Jakarta Selatan dan Jalan Tanah Abang, Jakarta Pusat ini biasa memasukkan mobil melalui jalur diplomatik, bermain mata dengan petugas kedutaan besar, kantor Bea dan Cukai, serta polisi.
AH bisa menjual mobil mewah dengan harga miring, sampai 60 persen dari harga normal. AH yang kini menekuni bisnis seperda motor itu, biasanya menjual ke kalangan terbatas yakni, teman-temannya di kepolisian dan sejumlah selebritis yang menjadi kolega petinggi-petinggi Polri.
No comments:
Post a Comment