Cari Berita berita lama

Jangan Tutupi "Pungli" Di Imigrasi Mataram

Kamis, 10 Juli 2003.
Jangan Tutupi "Pungli" Di Imigrasi MataramMataram, 10 Juli 2003 11:10Kakanwil Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Depkeh dan HAM) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) diminta jangan menutupi praktik `pungutan liar` (pungli) di Kantor Imigrasi Mataram.

"Kakanwil jangan menutup-nutupi `kebobrokan` berupa percaloan yang marak di Kantor Imigrasi Mataram, karena pungli lewat calo itu sudah menjadi perbincangan masyarakat umum," kata pengamat politik dan hukum dari Universitas Mataram (Unram), Satriawan

Ia minta Kakanwil Depkeh dan HAM NTB merespons positif keluhan masyarakat pencari paspor yang selalu di `pungli` oknum petugas imigrasi.

Satriawan mengaku geram dan kecewa dengan pernyataan Kakanwil Depkeh dan HAM NTB melalui Kepala Bidang (Kabid) Imigrasi, Mahsun Noer SH yang menyatakan tidak ada praktik percaloan di Kantor Imigrasi Mataram.

Ia mempertanyakan ketidakmampuan pejabat di Kanwil Depkeh dan HAM NTB melihat penyimpangan yang terjadi di Kantor Imigrasi Mataram.

"Mungkin mereka sudah `dibutakan` oleh sesuatu, sehingga tidak mampu lagi melihat kebenaran yang harus ditegakkan aparat hukum itu sendiri," ujarnya.

Menurut Satriawan, kalau pihak Kanwil Depkeh dan HAM saja sudah berani membantah bahwa tidak ada percaloan di Kantor Imigrasi Mataram, maka praktik `pungli` yang terjadi selama ini disebut apa.

"Apakah praktik percaloan yang di dalamnya sarat `pungli` tersebut ada yang merestui, sehingga kritikan selama ini tidak perlu direspon," katanya dengan nada tinggi.

Dikatakannya, selama ini para calo yang berpraktik di Kantor Imigrasi Mataram tersebut enggan bersuara dan berterus terang, karena ada kepentingan.ikut menikmati hasil `pungli` tersebut.

Sementara itu wartawan yang "berpura-pura" mengurus paspor di Kantor Imigrasi Mataram melihat secara langsung praktik percaloan tersebut, bahkan sempat ditawari oleh sejumlah calo.

Dari pengakuan beberapa calo, baik laki-laki maupun perempuan, menyebutkan mereka sudah lama `menjual jasa` kepada masyarakat yang membutuhkan paspor, di antaranya untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan yang mau menunaikan umrah.

Biaya yang biasa ditarik dari masing-masing calon TKI maupun masyarakat yang ingin umrah berkisar Rp400.000 hingga Rp600.000 per satu paspor, karena mereka juga harus memberikan uang pelicin di setiap meja.

"Meskipun biaya resmi pembuatan paspor untuk 24 dan 48 halaman tersebut sudah ditentukan, namun kami wajib menyerahkan Rp250.000 kepada petugas imigrasi, selain menyelipkan uang Rp50.000 sebagai tambahan di meja yang harus dilalui," kata salah seorang calo yang tidak mau disebutkan namanya.

Lebih lanjut Satriawan meminta kepada pimpinan Kanwil Depkeh dan HAM NTB untuk segera menindak dan membenahi pelayanan di Kantor Imigrasi Mataram.

"Jangan jadikan kantor imigrasi itu sebagai sumber pemasukan uang untuk memperkaya diri," katanya. [Edo, Ant]

No comments:

Post a Comment