Cari Berita berita lama

Republika - Tuduhan Zina dalam Islam

Senin, 24 April 2006.

Tuduhan Zina dalam Islam












HM Ihsan Abdul Djalil Ketua Yayasan Ibadah Network (IbadahNet) Keretakan rumah tangga Gusti Randa dan Nia Paramitha mendapat publisitas luar biasa. Gusti menuduh istrinya telah berzina dengan lelaki lain. Sebaliknya, Nia berkeras menolaknya. Kedua pihak mengumbar versi ceritanya masing-masing melalui media, sehingga polemik rumah tangga ini pun menjadi konsumsi publik. Tuduhan perzinaan bukanlah masalah sepele. Sedemikian seriusnya, Islam mensyaratkan tuduhan tersebut haruslah dibarengi dengan menghadirkan empat saksi. Tentu saja itu bukan perkara mudah, mengingat tindakan zina pastilah dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Di satu sisi, Islam menjunjung tinggi kehormatan dan kesucian seorang Muslimah. Tidak boleh sembarangan menuduh wanita baik-baik telah melakukan zina. Pelakunya diancam hukuman cambuk 80 kali bila asal tuduh tanpa bukti. Firman Allah SWT dalam Alquran surah An-Nur ayat 4-5 menyebutkan,''Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (dengan!
tuduhan berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik. Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'' Li'an Dalam hal istri tetap membantah, sementara suami bersikukuh istrinya telah berzina tapi tidak memiliki empat saksi yang menguatkan tuduhannya, maka penyelesaiannya ditempuh dengan menerapkan li'an. Istilah hukum ini diambil dari kata al-la'nu karena suami istri masing-masing melaknat dirinya jika berdusta. Dasar hukum li'an adalah firman Allah SWT: ''Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina) padahal tidak ada saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu adalah empat kali bersumpah dengan nama Allah bahwa sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelim!
a, bahwa laknat Allah atasnya jika dia termasuk orang-orang ya!
ng berdu
sta. Istrinya itu dihindarkan oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang berdusta. Dan (sumpah) yang kelima bahwa murka Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.'' (QS An-Nur, 6-9) Ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa yang menimpa Hilal bin Umayyah pada masa Rasulullah. Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari Ibnu Abbas RA, saat itu Hilal menjumpai kehadiran lelaki di rumahnya. Hilal membiarkannya hingga menjelang subuh dan esoknya baru mengadu: ''Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku datang menjumpai keluargaku, tetapi aku mendapati seorang laki-laki di tengah mereka. Aku sungguh melihatnya dengan mata kepalaku sendiri dan mendengarnya dengan telingaku sendiri''. Lalu turunlah ayat ini sebagai jawaban dari Allah SWT. Setelah Rasulullah SAW menyampaikan wahyu tersebut, Hilal berkata,''Demi Allah, aku berkata benar mengenai dirinya''. Istrinya berkata,''Dia berdusta''. Lalu keduanya diminta !
saling melaknat. Hilal empat kali bersumpah atas nama Allah bahwa dirinya benar. Dan ketika hendak mengatakan sumpah kelima, dikatakan kepadanya,''Hilal, bertakwaah engkau kepada Allah, karena sesungguhnya azab dunia itu lebih ringan dibandingkan azab akhirat, dan sesungguhnya kewajiban sumpah yang telah ditetapkan atasmu bisa menjadi azab bagimu.'' Hilal pun berkata,''Demi Allah, Allah tidak akan mengazabku karena hal ini, sebagaimana juga tidak akan menimpakan hukum cambuk kepadaku atas perkara ini''. Lalu Hilal pun bersumpah untuk yang kelima kalinya bahwa sesungguhnya laknat Allah akan menimpanya jika ia termasuk orang yang berdusta. Istri Hilal juga diminta bersumpah atas nama Allah sebanyak empat kali bahwa suaminya termasuk pendusta. Dan tatkala hendak bersumpah yang kelima dikatakan kepadanya,''Bertakwalah engkau kepada Allah, karena sesungguhnya azab dunia itu lebih ringan dibandingkan dengan azab akhirat, dan sesungguhnya kewajiban sumpah ini bisa menjadi azab bag!
imu.'' Lalu istri Hilal pun bersumpah yang kelima: kemurkaan A!
llah ata
s dirinya jika terbukti suaminya yang benar. Simpel dan tuntas Kasus seperti dalam rumah tangga Gusti-Nia bukanlah masalah pelik yang sulit dicarikan pemecahannya. Kalau suami bersikukuh pada tuduhannya sementara istri tetap membantah, maka hukum li'an ini layak dikemukakan sebagai solusi. Hakim bisa menghadirkan keduanya dan mereka diminta bersumpah lima kali. Suami yang menuduh istrinya berzina tetapi tidak mendatangkan bukti apapun dan tidak bersedia melakukan li'an maka akan dijatuhi hukuman karena dianggap telah melakukan tuduhan palsu (qadzaf). Bila dia mau melakukan li'an tetapi istrinya tidak bersedia, maka istrinyalah yang akan dijatuhi hukuman. Hukum li'an berfungsi memastikan adanya perzinaan. Istri langsung dipastikan telah berzina karena li'an suaminya dan karena ketidakmauannya melakukan hal sama. Sebaliknya, bila istri juga mau melakukan li'an maka tidak bisa dipastikan bahwa dirinya telah berzina. Dengan dilaksanakannya li'an, otomatis keduanya bercerai dan !
tidak bisa kumpul lagi selamanya. Diriwayatkan dari Sahal bin Sa'ad, Rasulullah bersabda,''Telah berlangsung ketetapan dalam kaitannya dengan suami istri yang telah saling melaknat, yakni keduanya dipisahkan satu sama lain dan tidak boleh dikumpulkan kembali selamanya.'' Kecuali bila di kemudian hari suami mengakui kebohongannya sendiri, masih dimungkinkan rujuk dengan istrinya. Hukum li'an sebenarnya bisa diambil sebagai jalan keluar yang islami atas kasus yang menimpa rumah tangga Gusti dan Nia. Prosesnya sangat simpel, tetapi bisa menuntaskan masalah. Tidak berlarut-larut seperti yang kita saksikan di berbagai media cetak dan elektronik pada saat ini.
( )

No comments:

Post a Comment