Cari Berita berita lama

Republika - Tarif WC Umum di Terminal Menyalahi Perda

Kamis, 27 Juli 2006.

Tarif WC Umum di Terminal Menyalahi Perda












JAKARTA -- Pungutan liar (pungli) bukan hanya terjadi di jalan raya tapi juga di terminal. Bahkan di kawasan yang lebih dalam lagi, water closet (WC) umum. Tarif yang dibebankan kepada pengguna WC bertentangan dengan Perda Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah. Menurut HM Nakoem, anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, sarana buang hajat manusia ini bisa menjadi sumber kebocoran. Ini lantaran pengguna WC umum di terminal tidak mendapat bukti pembayaran retribusi dan membayar melebihi ketentuan yang berlaku. Berdasarkan ketetapan perda, tarif peturasan di terminal bus antarkota dan dalam kota sebesar Rp 500. Namun di terminal-terminal mencapai dua kali lipat. ''Seharusnya pemakaian fasilitas terminal, termasuk WC umum tidak lagi dipungut biaya,'' kata dia, Rabu (26/7). Ini bentuk pelayanan yang harus diberikan kepada pengunjung yang sudah bayar uang peron. Setiap pengunjung terminal dikenai biaya Rp 200. Menurutnya, biaya ini juga menjadi sumber kebocoran. Sesuai pe!
rda tarifnya Rp 200, tapi di lapangan pengunjung harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 500 per orang. Ia menambahkan, tarif peturasan dalam perda sebelumnya (Perda Nomor 3 Tahun 1999) sebesar Rp 300. Namun kenyataannya masyarakat harus membayar Rp 500 sampai Rp 1.000 per orang. Karena itulah, dalam revisi perda tersebut, yaitu Perda Nomor 1 Tahun 2006, ditetapkan jumlahnya menjadi Rp 500 agar masuk ke kas daerah. Nakoem mengatakan, pelanggaran perda tersebut harus ditertibkan. Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) atau Unit Pelaksana Teknis (UPT), ujarnya, berkewajiban mengamankan Perda atau peraturan gubernur (Pergub) sebagai penjabaran Perda. WC umum di terminal-terminal dikelola oleh pihak ketiga atau perorangan. Mereka kemudian membayar kepada UPT Dishub DKI Jakarta. Para pengelola ini membuka tempat usahanya selama 24 jam. Menurut Nurahman, kepala Dishub DKI Jakarta, pihak ketiga sebagai pengelola WC umum menyewa lahan kepada pemda. Sehingga mereka diberikan beban sewa l!
ahan sesuai luas WC yang dikelolanya. Namun ia tidak menyebutk!
an jumla
h sewa untuk setiap luas WC. Hanya saja tempat buang hajat ini dikategorikan dalam tiga jenis, yaitu kecil, menengah, dan besar. ''Dalam sewa lahan itu ditetapkan tarif penggunaan WC,'' kata dia. Para pengelola ini membayarkan pendapatannya setiap bulan kepada Dishub. Menurutnya masyarakat bisa melihat tarif yang ditetapkan setiap WC umum di dalam terminal. Biasanya, pada kotak tertulis biaya yang dibebankan kepada mereka. Mengenai jumlah biaya yang dibayarkan masyarakat melebihi ketentuan, ia mengatakan, bisa saja sebagai biaya tambahan bagi penunggu WC umum atau tidak ada kembalian lantaran terburu-buru. Dalam perhitungan APBD 2005, tidak tergambar rinci jumlah pemasukan retribusi dari WC umum di terminal-terminal milik Pemprov DKI. Di dalamnya hanya disebutkan jasa usaha terminal, termasuk pendapatan dari sewa kios koran, makanan dan minuman. Ditargetkan usaha ini memberikan kontribusi sebesar Rp 7,501 miliar dan terealisasi Rp 8,277 miliar. ria
( )

No comments:

Post a Comment