Sabtu, 1 Juni 2002.
Pemerintah Yakin Menangkan Sipadan dan LigitanJAKARTA --- Indonesia membantah tak serius menangani sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan dengan Malaysia. Pemerintah tetap yakin memenangkan Sengketa itu. Apalagi sejak 1997, Indonesia telah membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk memperjuangkan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi hak Indonesia, dalam perebutan dengan Malaysia.
Menurut Juru Bicara Deplu Marty Natalegawa dalam pertemuan pers kemarin, Satgas itu terdiri atas berbagai instansi terkait. Untuk memperkuat, satgas dibantu penasihat hukum internasional dari AS, Inggris, Perancis dan Belanda.
Menlu Hassan Wirajuda, kata Marty, akan melakukan argumentasi lisan (oral hearings) di Mahkamah Internasional di Den Haag Belanda pada 3-12 Juni mendatang. Wirajuda akan mempresentasikan sikap dan posisi Indonesia.
Keputusan Mahkamah Internasional yang bersifat final dan mengikat tentang penyelesaiannya itu diperkirakan Marty baru sekitar November atau Desember mendatang.
Sengketa Sipadan dan Ligitan dimulai ketika Indonesia dan Malaysia pertama kali membicarakan mengenai landas kontinen pada 1969. Pada tahun yang sama, ada persetujuan dalam bentuk nota kesepahaman yang menetapkan kedua pulau itu status quo. Karena tak ada kesepakatan baru, akhirnya Indonesia dan Malaysia membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional.
Agenda argumentasi lisan itu adalah tahap akhir atas sengketa perebutan dua pulau itu. Sebelumnya, Mahkamah Internasional telah mengadakan proses argumentasi tertulis (written pleadings). Itu terdiri dari penyampaian memorial (2 Mei 2001), dan Counter Memorial (2 Agustus 2000), serta Reply (2 Maret 2001).
Secara terpisah, anggota Fraksi Reformasi Djoko Susilo menilai, dalam sengketa itu, Indonesia sangat mungkin akan kalah. Pasalnya, dia melihat pemerintah tak serius menangani sengketa itu.
Djoko mencontohkan, pemerintah tidak memprotes pelanggaran kesepakatan status quo terhadap kedua pulau itu. Sebab, kenyataannya Malaysia tetap membangun kawasan wisata di Pulau Sipadan. Pembangunan itu dinilainya akan menjadi alasan Malaysia itu untuk mengklaim sebagai pemilik pulau. "Ironisnya wisata P. Sipadan itu juga diiklankan di Indonesia sebagai wilayah Malaysia," katanya kemarin di Gedung MPR/DPR, Jakarta.
Menurut Djoko, hingga saat ini pemerintah belum menjelaskan cetak biru kebijakan luar negeri Indonesia. DPR, katanya, tidak pernah diajak dilaog untuk membahas masalah-masalah luar negeri. Karena itu, dia menyatakan, jika salah satu atau kedua pulau itu jatuh ke tangan Malaysia, maka alasan pengajuan penggunaan interpelasi (hak bertanya) atas kunjungan Presiden Megawati Soekarnoputri ke Timor Leste semakin kuat.
Kemarin, delapan inisiator interpelasi itu secara resmi mengajukan usulannya ke pimpinan DPR. Mereka adalah Yasril Ananta Baharuddin, Happy Bone Zulkarnain, Natercia Do Menino Jesus Osorio Soares (Fraksi Partai Golkar), Effendy Choirie (Fraksi Kebangkitan Bangsa), Arif Mudatsir (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan), Djoko Susilo (Fraksi Reformasi), Astrid Susanto (Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia) dan Muhibbudin Waly (Fraksi Perserikatan Daulatul Ummah). Hingga diserahkan usulan itu tercatat 31 anggota DPR dari delapan fraksi menyatakan dukungannya.faisal/am fikri
No comments:
Post a Comment