Cari Berita berita lama

KoranTempo - Solidaritas SMP 56 Tuntut Polisi Cabut Penahanan Nurlaila

Rabu, 21 Juli 2004.
Solidaritas SMP 56 Tuntut Polisi Cabut Penahanan NurlailaJakarta -- Sekitar 30 orang yang tergabung dalam Solidaritas Masyarakat Peduli Pendidikan, Hukum, dan SMP 56 Melawai, melakukan demonstrasi di depan Polda Metro Jaya kemarin. Mereka menuntut agar aparat kepolisian mencabut surat penahanan Polda kepada guru sekolah tersebut, Nurlaila.

Peserta demonstrasi terdiri dari mahasiswa, alumni SMP 56 Melawai, Gerakan Pemuda Kerakyatan (GKR), Aliansi Keluarga Besar Forum Kota (KB Forkot), dan para orangtua murid. Mereka menilai, surat penahanan yang dikeluarkan kepolisian tidak masuk akal dan tidak memperhatikan keadilan, kesejahteraan, dan pendidikan rakyat.

Menurut Mario, salah seorang utusan dari KB Forkot dan mahasiswa Universitas Kristen Indonesia, menyatakan bahwa dikeluarkannya surat penahanan terhadap Nurlaila selaku guru SMPN 56 Melawai, yang mempertahankan hak anak didiknya adalah gambaran kebobrokan hukum serta pendidikan di Indonesia, ketika kebenaran, keadilan, serta hak rakyat selalu saja dikalahkan oleh penguasa dan pemodal.

"Seharusnya pemerintah menghargai orang yang mau menjunjung tinggi nilai pendidikan dan berjuang untuk mempertahankannya, bukan malah mempersulit demi kepentingan bisnis. Kalau memang lokasi SMP 56 Melawai sudah tidak kondusif untuk pendidikan, kenapa sekolah-sekolah lainnya di wilayah itu tidak ditutup juga?" Mario menjelaskan.

Di samping menuntut pencabutan surat penahanan Nurlaila, aksi demonstrasi yang dilakukan juga menuntut agar pihak kepolisian mengembalikan citra kepolisian sebagai aparatur hukum negara dengan tidak ada intervensi hukum dari pihak mana pun.

Sementara itu, guru SMP 56 Melawai Nurlaila kembali menjalani pemeriksaan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Saat ini pihak penyidik menjerat dengan Pasal 167 KUHP mengenai memasuki pekarangan orang lain tanpa izin.

Sehari sebelumnya, Nurlaila menjalani pemeriksaan terkait dengan tuduhan pemalsuan dokumen berupa buku hasil evaluasi belajar (rapor). Di buku tersebut pihak kepolisian menilai Nurlaila menandatangani mengatasnamakan PJS Kepala Sekolah SMP 56.

Selain itu, polisi telah menetapkan Nurlaila sebagai tersangka dengan melakukan kesalahan, antara lain menerima murid baru tahun ajaran 2003-2004 dan memungut biaya sekolah. Padahal, sesuai dengan ketentuan SMP yang berlokasi di Melawai, Kebayoran Baru, tidak menerima murid tahun lalu.

Menurut Nurlaila, penyebutan PJS bukan sebagai pejabat sementara, melainkan penanggung jawab sementara. Dengan demikian, dia tidak mengangkat dirinya sebagai kepala sekolah. Mengenai uang sekolah, kata dia, uang sekolah tetap dipungut dengan kesepakatan orangtua murid Rp 50 ribu. Uang tersebut karena pemerintah tidak memberi dana operasional dan segala kegiatan operasional harus didanainya sendiri. Dia menambahkan, sebagai pegawai negeri dirinya tidak menerima gaji selama delapan bulan dari pemerintah. Iren/yophiandi-tnr

No comments:

Post a Comment