Cari Berita berita lama

KoranTempo - Mereka yang Dituduh Bermain di Jalur Gelap

Selasa, 18 Juni 2002.
Mereka yang Dituduh Bermain di Jalur GelapIngat mobil mewah, ingat Robby Tjahjadi. Kisahnya sebagai seorang bekas penyelundup cukup populer di Indonesia. Namanya pernah menghiasi sampul media massa ketika pada Rabu 7 Maret 1973, Robby divonis hukuman penjara 7 tahun enam bulan ditambah denda Rp 10 juta. Dia didakwa merugikan negara Rp 607,6 juta (jumlah yang besar, karena saat itu US$ 1 setara dengan Rp 415) karena telah menyelundupkan mobil mewah ke Indonesia secara ilegal. Tapi Robby tak sendirian. Sejumlah pejabat Bea dan Cukai yang terlibat juga divonis berat.

Itu sebabnya mengapa ketika belum lama ini muncul berita tentang penyelundupan mobil mewah yang tak hanya melibatkan bekas Kepala Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya Komisaris Polisi Sofjan Jacoeb, tapi juga jaringan yang luas, nama Robby disebut-sebut. Pengusaha berusia 59 tahun itu diduga terlibat kembali dalam aksi penyelundupan mobil mewah.

Dalam sebuah operasi yang digelar satuan tugas khusus kepolisian Jakarta dan Banten, sejak tiga bulan lalu, petugas berhasil menjaring 72 mobil mewah bepelat A. Diantaranya disebut-sebut milik seorang menteri di kabinet Presiden Abdurrahman Wahid. Mobil Mercedez S-Class itu diduga didapat dari Robby yang kini menjadi pemilik show room mobil impor Winner Auto Galerry di bilangan Kuningan, Jakarta Pusat.

Tapi pria bershio kuda itu lantas membantahnya. Pekan lalu, kepadaTempo News Room bekas Presiden Direktur Kanindo Group (produsen benang nasional terbesar di era Orde Baru) itu membantah segala tuduhan itu. "Saya tak pernah terlibat. Show room kami menjual mobil berbagai merek yang diimpor oleh importir umum dengan membayar bea masuk. Sesuai dengan prosedur resmi," katanya.

Dia pun menyangkal terlibat perseteruan dengan Ali Muhammad alias Ali Hidung, importir mobil yang biasa membeli mobil-mobil bekas kedutaan. Ketidakakuran sesama pengusaha impor mobil kawakan itu bermula ketika Ali tahu bahwa mobil yang dijual Robby itu didapat dengan menggunakan fasilitas kedutaan, yang selama ini jadi andalannya. "Saya sama sekali tak berseteru dengan Ali. Kami berdua berteman baik. Kami sama-sama memiliki show room," ujarnya.

Bantahan senada juga datang dari Ali. Katanya, dia tak ada masalah dengan Robby. "Kalaupun ada, dalam masalah bisnis itukan wajar-wajar saja. Namanya juga bisnis," katanya. Pengusaha impor mobil seangkatan Robby ini juga disebut-sebut terlibat aksi jual beli mobil haram. "Kalau dibilang penyelundup gue enggak terima. Gue beli mobil dari kedutaan. Mobil kedutaan itu masuknya legal," ujarnya.

Dia juga membantah kenal dengan Mahammed Taifur alias Rafiq yang selama 18 tahun mengaku memasok mobil dari Singapura untuk para cukong-cukong mobil di Jakarta. "Siapa tuh Rafiq, Taifur gue enggak kenal. Kalau lu enggak percaya gue ajak lu ke sana (ke show room milik Rafiq di bilangan pemilik show room Lot. 23 di West Coast-Used Car Center, Singapura)," katanya. Padahal, Rafiq mengaku mengenalnya dan pernah memasok sejumlah mobil untuknya.

Di bisnis ini berlaku pula hukum rimba. Siapa kuat, menang. Vikra Almatsir, salah seorang yang terusir dari bisnis mobil gelap ini, mengakui bisnis ini memang menjanjikan keuntungan menggiurkan. Pengimpor, katanya, tak perlu membayar bea masuk dan macam-macam kewajibn lainnya. "Kalau surat mobil itu sudah keluar menjadi nomer kan artinya mobil itu sudah OK, tidak ada masalah lagi," ujarnya melalui telepon seluler.

Namun, Almatsir membantah termasuk salah satu pemain di bisnis ini. Ia mengaku hanya korban permainan orang-orang besar ketika membeli sebuah Mercedes dari seseorang di Singapura keluaran tahun 1989. Ia dijanjikan, mobil bisa masuk dengan aman dilengkapi dengan surat-surat resmi harganya pun murah. Ia pun membayar di muka mobil murah itu. "Siapa yang tidak mau kalau begitu?"

Tapi nyatanya, bisnisnya jeblok. Mobil yang dibayarnya di muka tidak dilengkapi surat-surat. Walhasil, mobilnya ditahan Polwil Banten. Tapi ia berkilah, itu semua karena ia bukan pemain mobil. "Saya adalah pengusaha yang bergerak dalam bidang air mineral dan rotan," katanya. . Kata dia, kalau dirinya pemain mobil selundupan, tentu ia akan mengelolanya lebih rapi lagi.

Sumber Koran Tempo juga menyebut salah satu cukong mobil selundupan di Jakarta adalah Jilok. Namun teman dekat Dirjen Bea dan Cukai Permana Agung itu membantah. Lelaki 37 tahun ini mengaku mengakhiri bisnis mobil gelap ini sejak Oktober 2000. "Itu tidak benar. Kalau benar saya diincar mana berani saya ketemu kalian," katanya.

No comments:

Post a Comment