Cari Berita berita lama

KoranTempo - "Anthony Salim Janji Tak Akan Beli BCA"

Rabu, 9 Januari 2002.
"Anthony Salim Janji Tak Akan Beli BCA" JAKARTA - Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Laksamana Sukardi mengatakan, sudah ada jaminan verbal dari Anthony Salim kepada pemerintah untuk tidak mengikuti proses tender penjualan 51 persen saham PT Bank Central Asia (BCA) Tbk. yang kini tengah digelar Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Hal itu diungkapkannya setelah mengikuti Rapat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) di Kantor Pusat PLN Jakarta, Selasa (8/1) siang. Laksamana menjelaskan bahwa pada awal proses penjualan BCA, ia sudah berbicara melalui telepon dengan Anthony (pemilik lama BCA).

Dia meminta agar pihak Salim tidak ikut tender BCA, baik secara tersembunyi atau terang-terangan. "Saya telepon Anthony, kalau bapaknya (Sudono Salim) saya tidak kenal. Saya sudah telepon sejak dari awal dulu dan bilang, jangan coba-coba ikut. Jawabannya, iya, saya (Anthony) akan menurut pemerintah," kata Laksamana.

Adanya jaminan verbal dari Anthony itu membuat Laksamana merasa yakin, tidak satu pun dari investor bidder (calon pembeli) BCA yang ada sekarang dibonceng kepentingan pemilik lama bank itu.

"Jangan curiga-curiga dululah. Apa pun keputusannya, saya sudah minta mereka (Salim) agar tidak ikut bidding baik secara tersembunyi ataupun langsung," kata Laksamana seraya menambahkan bahwa dirinya sepenuhnya bertanggung jawab bahwa keluarga Salim tidak akan masuk ke BCA lagi.

Laksamana juga meminta para komentator, baik itu pengamat maupun pelaku ekonomi, agar tidak mengeluarkan pernyataan yang hanya akan memperkeruh proses penjualan BCA.

Komentar negatif tanpa bukti yang jelas pada akhirnya hanya akan membuat kepercayaan investor pudar. "Kita jangan gede rasa dulu bahwa banyak investor luar negeri yang mau beli BCA. Kondisi Indonesia ini kan sekarang belum pulih," katanya.

Soal kemungkinan Salim masuk lewat pasar sekunder, Laksamana mengatakan hal itu tidak akan bisa dihalang-halangi. Dalam dua-tiga tahun mendatang, kata dia, siapa pun yang ingin membeli saham BCA di pasar modal sah-sah saja, sebab kementerian BUMN tidak bisa mengontrol. "Apakah dia membeli dengan nama Salim atau nama lain, kita kan tidak tahu. Itu bukan wewenang kami," katanya.

Apa yang diinginkan pemerintah dari proses penjualan BCA, menurut Laksamana, sudah jelas. Bidding-nya sudah jelas, dan kriteria untuk para bidder pun sudah ada, yaitu investor atau calon pemilik BCA haruslah lembaga keuangan yang bonafid. Alasannya, pemerintah tidak ingin bank besar yang sudah direstrukturisasi oleh BPPN ini harus direkapitalisasi lagi karena tidak dikelola dengan baik oleh pemiliknya yang baru.

Terkait dengan keinginan untuk menggaet bidder bonafid itulah, menurut Laksamana, beberapa waktu lalu pemerintah dan DPR mengubah dari rencana menjual 31 persen saham BCA menjadi 51 persen. "Tujuannya agar lembaga keuangan bonafid tertarik masuk dan membeli BCA. Tujuannya, agar nanti mereka bisa mengontrol. Kalau hanya 31 persen, tidak mustahil hanya investor domestik yang masuk dan bisa saja itu pemegang saham lama," katanya.

Pemerintah tidak akan merasa rugi kalaupun nanti mayoritas saham BCA dipegang oleh investor asing (luar negeri). Yang penting, pemilik baru nanti harus bisa membuat BCA solid dan berguna bagi perekonomian. "Kalau bank itu dipegang si Badu, misalnya, dari dalam negeri, tapi bank itu lalu dipakai untuk kepentingan sendiri, buat apa," katanya.

Skenario investor asing yang bonafid itu, menurut Laksamana, sudah dipersiapkan sejak awal dengan persetujuan DPR. Oleh sebab itu, dia tidak mengerti mengapa masih ada saja orang yang mengatakan pemerintah mencoba memberi peluang agar Salim bisa masuk lagi ke BCA, atau menuding pemerintah menjual diam-diam saham BCA dan sebagainya. febrina siahaan/ebnu yufriadi

No comments:

Post a Comment