Cari Berita berita lama

KoranTempo - Saham Mayoritas Bank Niaga Dijual Dengan Cara Lelang

Kamis, 4 Juli 2002.
Saham Mayoritas Bank Niaga Dijual Dengan Cara LelangCIKAMPEK- Divestasi atau penjualan 51 persen (mayoritas) saham pemerintah di PT Bank Niaga Tbk akan dilakukan melalui pola lelang (auction). Dengan cara ini pemerintah berharap bisa mendapat harga yang lebih tinggi dibanding pola lama yakni strategic sale -- penjualan ke investor strategis.

Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin A. Temenggung di sela-sela peresmian 13 proyek pemerintah di Cikampek, Jawa Barat, kemarin mengatakan, pihaknya memutuskan untuk menggunakan pola lelang setelah melihat pengalaman Bank of Seoul, Korea Selatan.

Divestasi bank tersebut pada awalnya dilakukan dengan pola strategic sale. Tapi selama dua tahun, divestasi tak kunjung selesai, hingga kemudian bank of Seoul dijual secara lelang. Divestasi pun berjalan mulus. "Jadi, sebelum mengambil keputusan, kami melakukan international comparison ," tutur Syafruddin.

Ditegaskan, BPPN akan tetap berpegang pada jadwal bahwa divestasi Bank Niaga selesai pertengahan September. Saat ini, kata Syafruddin, prosesnya tengah berjalan. Harga dasar untuk lelang Bank Niaga saat ini belum ditentukan. "Akan kami tentukan kemudian floor price-nya. Auction-nya sendiri dijadwalkan pada minggu ketiga Agustus atau awal September."

Dikatakan Syafruddin, pihaknya kemungkinan akan menentukan floor price dari rata-rata harga saham selama sebulan atau dua bulanan.

Sementara penjualan saham Bank Niaga maksimal 20 persen melalui pasar modal, akan dilakukan pekan depan. Menurut Syafruddin, floor price untuk penjualan saham melalui bursa sudah ditentukan. Namun, mantan Sekretaris Komite Kebijakan Sektor Keuangan ini menolak menyebutkan floor price.

"Yang pasti, begitu harga saham Bank Niaga di pasar melewati angka tersebut, penjualan saham langsung distop. Sebaliknya, jika harga saham naik terus, maka porsi atau persentase yang dijual bisa jadi mencapai 20 persen," papar Syafruddin.

Terkait dengan penjualan saham melalui bursa, BPPN pun menunjuk 10 broker yang dinilai paling aktif di Bursa Efek Jakarta. "Kesepuluh broker ini yang akan kami minta untuk placement di pasar," katanya.

Ekonom Citibank Anton Gunawan menilai rencana BPPN untuk menjual Bank Niaga dengan pola lelang justru akan membingungkan dan semakin menurunkan kepercayaan investor. "Tampaknya, arah divestasi Bank Niaga semakin tidak jelas," ujar Anton kepada Koran Tempo kemarin.

Menurut dia, dengan opsi strategic sale, BPPN semula selain mencari harga terbaik, juga berniat mengembangkan Bank Niaga seperti halnya divestasi PT Bank Central Asia Tbk. "Namun dengan rencana perubahan pola penjualan melalui lelang, target utama BPPN hanya pada harga. Kalau targetnya semata-mata hanya pada soal harga, buat apa!"

Padahal, kata Anton, BPPN sudah membuang-buang waktu cukup banyak dalam proses penjualan 51 persen saham Bank Niaga. Bahkan, kegagalan lembaga ini melakukan divestasi justru mendorong harga saham bank ini di bursa terus melorot. Pada perdagangan kemarin (3/7), harga saham Bank Niaga diperdagangkan pada level Rp 50 -55 per lembar saham. Ini lebih rendah dibandingkan harga saat transaksi Bank Niaga melalui strategic sale yang batal sebesar Rp 70-an per lembar saham.

"Apalagi, BPPN akan menjual 20 persen saham Bank Niaga secara bertahap ke pasar. Itu pasti akan membuat harga sahamnya semakin turun," ujar Anton.

Mengenai harga yang wajar untuk saham Bank Niaga, menurut Anton, adalah tiga kali nilai buku yakni tiga kali Rp 15 atau sekitar Rp 45 per lembar saham.

Sementara itu, analis perbankan Mirza Adityaswara mengatakan boleh-boleh saja BPPN berusaha mengubah pola penjualan Bank Niaga dari strategic sale menjadi pola lelang. "Persoalannya, apakah BPPN bisa memperoleh harga bagus, sehingga bisa memenuhi target APBN."

Menurut pengamatannya, harga saham Bank Niaga di pasar belakangan ini semakin menurun seiring dengan menurunnya indeks harga saham gabungan (IHSG) di bursa efek Jakarta. Apalagi, BPPN akan melepas 20 persen sahamnya secara perlahan, sehingga mendorong harga sahamnya bisa semakin mendekati saat Bank Niaga ditawar melalui strategic sale sekitar Rp 30-an per lembar.

Melihat kondisi tersebut, Mirza beranggapan sebenarnya BPPN membatalkan penjualan 51 persen saham Bank Niaga, pertimbangannya bukan sekedar masalah valuasi saja. "Tetapi, pembatalan itu lebih karena faktor politis. BPPN takut dimarahi DPR atau dibawa ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung," kata Mirza.

Kondisinya akan berbeda, bila harga saham Bank Niaga di pasar sudah wajar setelah BPPN menjual 20 persen sahamnya sedikit demi sedikit, sehingga menjadi lebih likuid. "Saat bank ini dijual melalui strategic sale, harga sahamnya di pasar memang terlalu mahal. Sebab, jumlah sahamnya di pasar memang sedikit hanya dua persen." (febrina siahaan/heri susanto)

No comments:

Post a Comment