Senin, 7 April 2008.
Soekarno, Pemimpin Demokratis atau Diktator?
Indra Subagja - detikcom
Jakarta -
Siapa tidak kenal Soekarno. Presiden pertama RI ini sarat kontroversi. Salah satu tindakannya yang mungkin dicatat kala membubarkan partai-partai politik. Apakah tindakan ini bertentangan dengan demokrasi? Secara tegas Soekarno membubarkan parpol melalui dekrit presiden 5 Juli 1959. "Sejak 1956 dia bermimpi untuk mengubur partai-partai. Soekarno berpikiran bagaimana kita (Indonesia) bisa bersatu kalau partai berdebat dalam hal tetek bengek," kata pengamat politik Yudi Latief dalam diskusi pemikiran pendiri bangsa di Gedung YLBHI Pusat, Jl Diponegoro, Jakarta, Senin (7/4/2008). Saat itu dalam konstituante, memang oposisi terus mengganggu pemerintahan sehingga kabinet terus jatuh bangun silih berganti. "Dalam pidatonya pada 1952, Soekarno berkata tegas bahwa dirinya seorang demokrat tulen dan dia bukan diktator. Dan menurut dia, demokrasi dijalankan kalau partai bisa disederhanakan," jelas Yudi. Soekarno pun merasa bahwa yang salah dari itu semua adalah dengan penerapan sistem!
demokrasi liberal. Karena itu perlu dibuat suatu sistem demokrasi terpimpin. "Saat itu parlemen tidak dilikuidasi, tapi didisipilinkan," tambahnya. Kondisi saat itu pun, menurut Yudi, mirip dengan keadaan saat ini. Antara lain bisa dilihat dari aparatur negara yang tidak menjalankan law and order, adanya erosi moral, juga krisis kewibawaaan, dan otoritas yang dibangun saling berlomba-lomba menjatuhkan. "Untuk itu demokrasi harus disehatkan," tandas Yudi.
(
ndr
/
asy
)
Komentar terkini (5 Komentar)
Baca Komentar
Kirim Komentar
Disclaimer
No comments:
Post a Comment