Cari Berita berita lama

detikcom - Kaitan Nyala Lampu Motor di Siang Hari dengan Kabut

Selasa, 29 November 2005.
Kaitan Nyala Lampu Motor di Siang Hari dengan Kabut
Arifin Asydhad - detikcom

Jakarta -
Tahun 2006 nanti pengendara sepeda motor diwajibkan menyalakan lampu kendaraannya, meski di siang hari. Jelas, usulan ini mendatangkan pro dan kontra. Apa hubungan antara nyala lampu kendaraan pada siang hari dengan kabut?

Seorang pembaca detikcom, Kristiawan, menuliskan kisah itu untuk 'menyemarakkan' perbincangan tentang aturan yang akan diadopsi Indonesia ini. Dalam e-mailnya kepada detikcom, Selasa (29/11/2005), Kris mengaku sekitar satu bulan lalu, seorang yang mengaku staf di Departemen Perhubungan meminta resume diskusi tentang penyalaan lampu di siang hari di Surabaya.

Dalam resume itu dibahas berbagai hal tentang penyalaan lampu kendaraan roda dua itu. Kris akan menuliskan sedikit kisah tentang hal ini. Namun sayang, Kris tidak menuliskan apa kaitan dia dengan diskusi itu. Tapi, apa yang ditulis Kris bolehlah untuk disimak dan menjadi bahan tukar pikiran.

Dalam diskusi itu dijelaskan bahwa penyalaan lampu motor di siang hari dimulai oleh negara-negara di Skandinavia pada tahun 1960-an. Kawasan yang relatif banyak kabutnya itu memang membutuhkan semacam sinyal pada kendaraan-kendaraan agar bisa terlihat oleh pengendara lain (pertimbangan utama iklim).

Kanada, mengikuti jejak negara-negara Skandinavia pada 1990-an, juga karena pertimbangan iklim. Setiap kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu di siang hari saat turun salju atau kabut tebal. Malaysia, pada akhir era 1990-an mulai memberlakukan kebijakan itu, karena kabut asap dari hutan-hutan Sumatera dan Kalimantan yang terbakar.

Jawa Timur, khususnya Surabaya, mengintrodusir program itu pada Juni 2005. Namun banyak pertentangan. Bahkan ada penduduk yang mencurigai itu untuk kepentingan bisnis. Sebab, program itu mendapat sponsor tunggal dari salah satu grup bisnis besar di Jatim (pada awalnya).

Sebagian pengendara sepeda motor di Surabaya masih mempertanyakan kegunaan program itu. Sebagian besar wilayah Indonesia beriklim tropis yang mendapat sinar matahari sekurangnya 12 jam sehari. Di jalan raya, saat siang hari pengendara bisa dengan jelas melihat kendaraan lain, meski tidak ada bantuan lampu. Jika hari hujan atau cahaya berkurang, tanpa diminta pun seluruh pengendara menyalakan lampu.

Sebagian besar pengendara menyatakan penyalaan lampu di siang hari melanggar kelaziman berlalu lintas. Di jalan raya, lampu dinyalakan siang hari karena meminta perhatian atau prioritas. Tidak sembarangan itu bisa dilakukan.

Sosiolog Universitas Airlangga Surabaya, Pingky Saptandari, menyatakan, pelaksanaan program itu (apalagi kalau sampai mendapat dasar hukum kuat) akan semakin memperbesar perasaan terdiskriminasi para pengendara sepeda motor. Mereka sudah cukup didiskriminasi saat program kanalisasi di mana pengendara sepeda motor harus berada di jalur kiri.

Padahal, jalur kiri selalu tergenang air lebih tinggi saat hujan. Mereka tidak habis pikir jika alasan utama kebijakan itu adalah karena sepeda motor sebagai penyebab utama kemacetan. Mereka meminta diadakan studi secara adil, berapa ruang yang digunakan satu mobil dan satu motor.

Diskriminasi lain yang dirasakan adalah oleh pengelola pusat perbelanjaan, hotel, dan tempat publik lainnya adalah tidak jarang tempat parkir motor jauh letaknya dan tidak terlindung dari panas dan hujan. Sementara tempat parkir mobil dekat, nyaman, dan terlindung. Pingky juga mengungkapkan bahwa pemberlakuan program penyalaan lampu dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk memeras pengendara.

Sementara, para teknisi menyatakan spesifikasi sepeda motor di Indonesia tidak mendukung program itu. Di negara-negara yang mewajibkan penyalaan lampu di siang hari, lampu kendaraan menyala saat kendaraan dihidupkan. Di Indonesia, hanya satu jenis sepeda motor yang menerapkan spesifikasi itu yakni, Honda Tiger versi awal.
(
asy
)

No comments:

Post a Comment