Cari Berita berita lama

Republika - Proyek Monorel Wajib Punya Amdal

Kamis, 20 April 2006.

Proyek Monorel Wajib Punya Amdal












Hiruk-pikuk di Ibu Kota bukan hal yang asing lagi. Barangkali inilah yang ada dalam benak warga yang bermukim di Jakarta. Bising, kotor, panas, banjir, dan macet merupakan bagian dari keseharian warga. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mulai jengah dengan kondisi keseharian ini. Dibangunlah busway di pelintasan kendaraan di dalam kota. Dari 15 yang direncanakan, sudah ada tiga koridor yang beroperasi. Bahkan tahun ini bertambah empat koridor lagi. Rencana besar mulai dilakukan. Setelah busway, pemprov akan meresmikan monorel. Angkutan massal yang berada di awang-awang ini menjadi pilihan pembangunan kedua. Angkutan serupa sudah akrab dinikmati warga Jakarta dan sekitarnya, kereta rel listrik (KRL). Monorel sudah setahap demi setahap dibangun. Selama satu tahun ke depan, satu jalur akan segera beroperasi. Pembangunan tiang-tiang pancang terlihat di sepanjang Jalan HR Rasuna Said dan Jalan Gelora. Bikin macet, begitu pengendara menggerutu. Inilah konsekuensi pem!
bangunan. Tampak tidak cukup mengatasi masalah transportasi, DKI juga berencana membangun jaringan di bawah tanah. Di sana akan berjalan kereta api berkecepatan tinggi. Jalur yang dibangun mulai dari Jakarta Selatan hingga Jakarta Utara. Masih adakah rencana lain? Tentu saja. Untuk melengkapinya, lalu lintas perairan menjadi alternatif. Lalu lintas ini membelah Jakarta dari barat menuju timur. Banjir kanal akan dimanfaatkan sebagai sarana transportasi air. Lengkap sudah. Bus, kereta api, dan perahu. Pada mulanya rencana ini ditolak warga. Busway yang pada perencanaannya menuai banyak protes, kini menjadi salah satu kebutuhan warga. Tutup telinga sepertinya menjadi senjata pemprov dalam menyelesaikan pembangunannya. Namun bagaimana dengan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal)-nya? Menurut Suwardi, sekretaris eksekutif Transportation Development Center (TraDC), amdal merupakan keharusan suatu pembangunan. Hal ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Ia mempertanyakan keberada!
an amdal monorel yang menjadi harapan bagi Jakarta dalam menga!
tasi kem
acetan. ''Ini proyek publik. Jadi amdal mutlak ada sebelum pembangunan,'' katanya, Rabu (19/4). Amdal ini untuk mengetahui sejauh mana dampak sosial dan biaya sosial pembangunan tersebut. Mau tidak mau, suka tidak suka, masyarakatlah yang akan merasakan dampak itu. Sayangnya, proyek pembangunan sebesar monorel belum memiliki amdal. Kalaupun ada, hanya amdal konstruksi, bukan transportasi. Padahal, kata Suwardi, amdal transportasi seharusnya lebih dulu ada sebelum pembangunan monorel dimulai. Hal ini diperparah dengan pengadaan amdal yang terkesan asal-asalan. Pada pertemuan antara PT Jakarta Monorel (JM), pemprov, dan warga masyarakat, kata Suwardi, PT JM pun mengakui ketiadaan amdal secara komprehensif. Mereka memiliki amdal secara parsial. Ini pun hanya untuk melengkapi dokumen kepada calon pemberi dana. ''Jadi yang ada amdal untuk perolehan dana, bukan amdal yang diperlukan secara substansi,'' ujarnya. Pembangunan monorel pun karena keinginan percepatan pencairan dana. In!
i hanya untuk membuktikan kepada pemilik modal jika PT JM sedang melakukan progress. Mereka pun terkesan tidak ingin mengecewakan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, sehingga membangun tiang pancang sebelum mendapat kucuran dana. Menurut Suwardi, Jakarta belum membutuhkan monorel. Ini terlihat dari kemacetan yang menimpa Ibu Kota. Kemacetan terjadi hanya pada pagi dan sore hari di ruas-ruas jalan tertentu. Akibatnya yang perlu dibenahi adalah pintu-pintu masuk menuju Jakarta. Ibu Kota bisa belajar dari Bangkok tentang jaring laba-laba. Sistem transportasi diatur sedemikian rupa sehingga arus lalu lintas menjerupai jaring laba-laba. Sistem ini menghindari penumpiukan kendaraan di satu ruas jalan. Kemacetan dalam kota bisa teratasi dengan adanya busway. Namun sistem transportasi ini dinilai baik untuk mengatasi masalah kemacetan di luar Jakarta. Pembangunan monorel bisa dilakukan ketika konsep megapolitan sudah terlaksana. Jalur-jalur monorel menghubungkan dalam kota Jakarta deng!
an kota-kota di sekitarnya. ''Jangan terburu-buru. Satu-satu s!
aja dulu
,'' kata Suwardi. Ketiadaan amdal juga terjadi pada busway. Menurut Mukhayar RM, wakil ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, yang menjadi masalah adalah perundang-undangan. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 1992 tentang Penataan Bangunan, satu proyek bisa dilaksanakan hanya dengan berbekal Izin Prinsip (IP) yang dikeluarkan gubernur. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan amdal bisa dikerjakan sambil berjalan atau setelah pembangunan usai. ''Perda ini harus segera dievaluasi. Jangan sampai memakan korban lagi seperti menara TV 7,'' kata dia. Para penyelenggara pembangunan tidak bisa disalahkan karena mereka memiliki landasan hukum mengenai IP. Penataan pelaksanaan pembangunan di DKI bisa rusak gara-gara perda ini. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, PT JM dinilai sudah melanggar hukum. Dalam pasal 18 ayat 1 UU tersebut dinyatakan, setiap usaha atau kegiatan yang berdampak besar maupun kecil terhadap lingkungan hidu!
p wajib disertai amdal. Karena itu, semua instansi yang terkait proyek ini wajib mengawasi proyek monorel ini.
(c34 )

No comments:

Post a Comment