Cari Berita berita lama

Republika - Percepatan Demi Menyelamatkan Jangkar Perekonomian

Rabu, 5 Maret 2008.

Percepatan Demi Menyelamatkan Jangkar Perekonomian












Kalender masih belum lama memasuki bulan Februari, ketika pemerintah memutuskan untuk melakukan percepatan pembahasan APBN Perubahan 2008. Lebih cepat dari kondisi normal, di mana APBN perubahan biasanya baru dibahas selepas pertengahan tahun. Tidak bisa dipungkiri kondisi ekonomi global yang berubah cukup drastis membuat Indonesia tidak bisa menutup mata dari perubahan itu. Kondisi perekonomian Amerika Serikat (AS) yang dirundung resesi, sebagai buntut dari krisis subprime mortgage (kredit perumahan berisiko tinggi) menyeret banyak negara merevisi pertumbuhan ekonominya. Lantas, pemerintah menyiapkan rancangan APBN Perubahan 2008 yang dalam bulan ini segera disampaikan ke DPR. Banyak pihak memang menilai, asumsi-asumsi yang kelewat optimistis di APBN 2008, membuat asumsi yang belum lama disahkan itu semakin tidak relevan ketika terjadi perubahan eksternal. Beberapa asumsi makro bahkan dinilai tidak realistis, sebelum krisis kredit perumahan bertambah parah. Ambil c!
ontoh pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan sebesar 6,8 persen di APBN 2008. Pertumbuhan ekonomi ditetapkan relatif tinggi. Namun, asumsi inflasi dipatok pada angka lima plus minus satu persen. Padahal, pada paruh kedua 2008 harga bahan pangan, terutama komoditas tertentu, sudah mulai merangkak naik. Kini, sebelum disampaikan secara resmi ke DPR, pemerintah sedikit-sedikit membuka asumsi-asumsi yang direvisi dalam RAPBN Perubahan 2008. Pemerintah beralasan, percepatan pembahasan APBN Perubahan 2008 agar APBN tahun ini masih bisa diselamatkan dan menjadi stimulus ekonomi. Berbagai langkah untuk mengamankan APBN 2008 kemudian dipertajam, yang menurut Menko Perekonomian, Boediono, langkah ini untuk mendorong pembagian beban keuangan. Pembagian antara masyarakat yang mampu secara ekonomi dan kaum miskin. Menanjaknya harga komoditas pangan dan semakin tingginya minyak mentah yang kian menghimpit masyarakat, membuat anggaran subsidi bahan bakar minyak melonjak. Untuk meringankan!
beban masyarakat, pemerintah kemudian menganggarkan stabilisa!
si harga
bahan pangan. Menko Boediono menegaskan salah satu upaya membagi beban dilakukan melalui program pembatasan premium. Subsidi premium diberikan secara luas pada fasilitas umum. Adapun pemakai pribadi akan dibatasi pemakaiannya. ''Kami masih merumuskan mekanismenya sebaik mungkin, nantinya akan disosialisasikan ke masyarakat,'' katanya. Tujuan utama kebijakan ini, agar supaya mereka yang mampu membayar jangan menikmati subsidi. Sedangkan pada saat yang sama, APBN tidak terbebani. Boediono juga menegaskan perlunya revisi APBN 2008 agar dapat menjadi jangkar perekonomian yang meredam perubahan dalam perekonomian global. Itu juga dilakukan negara lain, tak terkecuali AS. Pemerintah berupaya mempertahankan daya beli masyarakat agar tingkat konsumsi rumah tangga sebagai penopang pertumbuhan ekonomi tidak menurun. Caranya, antara lain, dengan menghindari opsi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan stabilitas harga pangan melalui peningkatan subsidi BBM, listrik, dan pangan!
. Subsidi BBM akan dinaikkan dari Rp 45,8 triliun di APBN 2008 menjadi Rp 102,1 triliun dalam usulan APBN Perubahan 2008 per 4 Februari 2008. Adapun subsidi listrik akan didongkrak dari rencana awal Rp 29,8 triliun menjadi Rp 42,6 triliun. Subsidi pangan dialokasikan naik dari Rp 7,2 triliun menjadi Rp 19,8 triliun. Untuk mendukung upaya itu, salah satu strategi yang digiatkan pemerintah adalah mendapatkan penghematan anggaran belanja kementerian dan lembaga sekitar Rp 37,1 triliun. Program ini diterapkan pada 78 kementerian dan lembaga nondepartemen, masing-masing menghemat 15 persen dari pagu anggarannya. Masih terlalu optimistis Pengamat ekonomi dari InterCAFE, Iman Sugema, berpendapat target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen dalam RAPBN Perubahan 2008 masih terlalu optimistis. Pasalnya, berbagai asumsi ekonomi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun ini relatif lebih buruk dibanding 2007. ''Jadi, kalau target pertumbuhannya masih lebih tinggi dibanding 2007!
, menurut saya tidak realistis,'' ujarnya. Badan pusat Statist!
ik (BPS)
mengumumkan pertumbuhan ekonomi 2007 berada di posisi 6,32 persen. Dengan proyeksi melemahnya ekspor serta masih tingginya harganya minyak dunia, dunia usaha pada tahun ini masih akan mengalami tantangan yang berat. ''Sektor usaha akan menginjak rem, tidak berani ekspansi, investasi juga akan sulit berkembang,'' ujarnya. Hal ini secara langsung akan berpengaruh pada target penerimaan pajak 2008. Iman memprediksi pertumbuhan penerimaan pada tahun ini maksimal hanya akan mencapai 15 persen. Target 25 persen yang ditetapkan pemerintah, menurutnya, bagaikan panggang jauh dari api. ''Kemungkinan target yang tercapai sebesar 15 persen karena dunia usaha akan sulit melakukan ekspansi. Jadi memenuhi target 25 persen dari mana,'' katanya mempertanyakan. Bank Indonesia (BI) pun mematok target yang lebih pesimistis dibandingkan dengan perhitungan pemerintah. Meskipun tetap menetapkan kisaran pertumbuhan ekonomi di kisaran 6,2-6,8 persen, namun Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, meng!
atakan prediksi BI lebih cenderung pada target minimal. ''Pertumbuhan ekonomi kami perkirakan menurun, dengan realisasinya cenderung ke batas bawah,'' kata Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR beberapa waktu lalu di Jakarta. Sementara itu, asumsi inflasi tahun ini BI memperkirakan berada di 6,0-6,5 persen. Dengan kecenderungan level inflasi lebih mengarah pada batas atas di kisaran 6,5 persen. Hal ini dapat terlihat di antaranya dari tingkat inflasi Januari yang mencapai 1,77 persen. Kenaikan harga-harga komoditas, khususnya bahan pangan dan minyak, telah mendorong inflasi Januari melambung ke tingkat 1,77 persen, atau 7,36 persen secara year on year. Untuk itu, paparnya, koordinasi kebijakan antara otoritas fiskal dan moneter akan terus ditingkatkan melalui berbagai forum, khususnya Tim Pengendalian Inflasi. Pemerintah diminta meningkatkan upaya menjaga ketahanan pangan dengan menjaga kecukupan pasokan kebutuhan pokok dan kelancaran distribusi. Sementara B!
I, menurutnya, akan melakukan berbagai upaya agar nilai tukar !
terjaga
sesuai perkembangan faktor fundamental yang membaik. Kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah, lanjutnya, diharapkan dapat membantu upaya menurunkan tekanan inflasi. BI memperkirakan tekanan yang menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi hingga mencapai rata-rata Rp 9.405 per dolar AS akan berkurang dan rupiah dapat menguat paling tidak ke level Rp 9.300 per dolar AS. Di samping itu, BI menilai berbagai kebijakan pemerintah untuk menjaga ketidaksinambungan fiskal akan mampu menjaga persepsi risiko pelaku pasar, di tengah berlanjutnya dampak krisis keuangan global dan tingginya harga minyak. ''Dengan beberapa faktor tersebut, kami memperkirakan nilai tukar akan berkisar antara Rp 9.000-Rp 9.300 per dolar AS,'' kata dia.
( )

No comments:

Post a Comment