Jumat, 3 Desember 2004.
Bergerak Menabrak PansusPULUHAN ribu pedagang Pasar Tanah Abang resah. Bagai menghitung hari, detik-detik pembongkaran kios tempat mereka berjualan tinggal menunggu waktu. Para pedagang di Blok B, C, D, dan E itu harus bersiap mengemasi jualannya. Usaha mereka membatalkan pembongkaran pusat perdagangan tekstil terbesar se-Asia itu belum juga membuahkan hasil.
Untuk ketiga kalinya, ratusan pedagang yang tergabung dalam Persatuan Pedagang Pasar Tanah Abang (P3TA) bergerak menolak pembongkaran. Mereka berdemo di Istana Negara, Kamis pekan lalu. Usaha mereka bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono gagal. Mereka lalu bergerak menuju Gedung DPRD DKI Jakarta di Jalan Kebon Sirih.
Mereka resah karena rencana aksi bongkar itu tak melalui musyawarah. Mereka merasa selama ini hanya disodori keputusan, tak diajak berunding. Padahal, mereka masih mengantongi surat izin tempat. Hak pakai Blok E baru selesai 21 Maret 2007, sementara Blok B-D sampai 29 November 2004.
Ini merupakan penolakan ketiga kalinya. Bedanya, kali ini aksi mereka lebih kencang. Maklum, PD Pasar Jaya sudah mengeluarkan surat registrasi untuk mendapatkan kios, 22-30 November lalu. "Jika tak mendaftar, kami khawatir akan diusir," kata Ketua P3TA, Sofyan. Oleh PD Pasar Jaya, kini Blok B, C, dan D dipagari dengan seng. Pembeli emoh datang. Pasar jadi sepi.
Sepi, itu pula anggapan PD Pasar Jaya terhadap aksi pedagang. BUMD ini bahkan tengah membangun tempat penampungan sementara di lokasi bekas pedagang kaki lima, di Jalan Kebon Jati. "Sampai detik ini, saya dan Gubernur Sutiyoso tetap akan membongkarnya," kata Prabowo Soenirman, Direktur Utama PD Pasar Jaya.
Padahal, dalam pandangan DPRD DKI Jakarta, pembenahan Pasar Tanah Abang Blok B-E itu belum sesuai tata krama. DPRD pun membentuk panitia khusus (pansus), diketuai salah satu wakil ketuanya, Maringan Pangaribuan. Politikus partai banteng gemuk ini melayangkan surat agar pembongkaran Pasar Tanah Abang ditunda, 10 November lalu. Menurut Maringan, PD Pasar Jaya tak boleh gegabah membongkar Pasar Tanah Abang karena dampak sosial-ekonominya luar biasa. Apalagi, banyak aturan ditabrak Pasar Jaya.
Anggota pansus yang juga Ketua Komisi Pembangunan DPRD Jakarta, Sayogo Hendrosubroto, sepakat dengan Maringan. Ia melihat rencana blok belum jelas. Karena itu, tempat penampungan sementara bagi pedagang mestinya belum bisa dibangun. "Perjanjian kerja sama juga belum ada," katanya kepada Julkifli Marbun dari Gatra.
Tempat penampungan tiga lantai tersebut tak bisa dibangun asal-asalan. Selain harus ada kajian konstruksinya, juga mesti punya izin bangunan. Kedua syarat itu belum dipenuhi. Yang ada baru izin menutup jalan dari Dinas Pekerjaan Umum.
Sari Kebon Jeruk Permai adalah nama yang kini banyak beredar di Tanah Abang, sehubungan dengan pembenahan Blok B-E. Sari Kebon Jeruk dimiliki Eddy Yuwono, pengusaha properti yang dikenal dengan bendera Intercon Kebon Jeruk. Namun sejumlah pedagang rupanya tak sreg terhadap kehadiran Eddy.
Mereka menggugat Eddy ke pengadilan, 12 November lalu. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Frans Liemena, mengabulkan permohonan sita jaminan sejumlah pedagang Pasar Tanah Abang yang diwakili Zurhayati cs atas harta milik tergugat Eddy Yuwono, Selasa lalu. Rumah, bangunan, berikut barang inventaris di Taman Kebon Jeruk, dan empat unit tanah dan bangunan di Blok B-E Pasar Tanah Abang, dibeslah. Akibatnya, langkah membongkar pasar kini makin rumit. Entah bila gubernur atau PD Pasar Jaya tetap nekat.
Menurut Prabowo Soenirman, jalinan kerja antara PD Pasar Jaya dan Sari Kebon Jeruk sebetulnya baru sebatas nota kesepahaman (MoU). Karena baru MoU, belum jelas bagaimana kontribusi Sari Kebon Jeruk pada PD Pasar Jaya, juga bagaimana kerja sama dengan pedagang yang hak sewanya selesai pada 2004 dan 2007.
Repotnya, tatkala kerja sama masih di tahap dini, perusahaan Eddy Yuwono sudah ditunjuk mendirikan tempat penampungan. Dalam pandangan Sayogo, PD Pasar Jaya sudah melangkah terlalu jauh, karena segala sesuatunya belum jelas. PD Pasar Jaya mesti menunggu hasil pansus. Lagi pula, menggandeng Eddy Yuwono bukanlah pilihan tepat.
Rencananya, pasar itu akan disulap jadi modern, sehingga harganya selangit. Padahal, PD Pasar Jaya mengemban misi memayungi kepentingan pengusaha kecil dan lemah. Dari para pedagang itulah PD Pasar Jaya hidup. "Masuknya Eddy tak sejalan dengan misi PD Pasar Jaya. Pedagang dizalimi," kata Sayogo.
Ikatan kerja antara Sari Kebon Jeruk dan Pasar Jaya dituangkan dalam dokumen bertajuk "Proyek Peremajaan dan Penataan Pasar Regional Tanah Abang Blok B, C, D, dan Sebagian E Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat". Rencananya, empat blok digabung, nama barunya Blok B. Bangunannya 12 lantai setinggi 66 meter. Paling pucuk diberi nama "Lantai 11A", untuk gudang.
Di atasnya masih terdapat atap, bisa menampung 139 mobil. Lantai delapan dikhususkan bagi tempat parkir dan pusat jajanan. Lainnya untuk kios. Belum jelas berapa harganya nanti. Yang pernah didengar M.Z. Said, pedagang Pasar Tanah Abang kelahiran Padang, harganya Rp 25 juta-Rp 275 juta per meter. "Harga itu mencekik pedagang," kata Said kepada Deni Muliya Barus dari Gatra.
Lagi pula, Said melanjutkan, pembongkaran Pasar Tanah Abang punya dampak luas. Kegiatan ekonomi pedagang grosir, pekerja, buruh angkut, ekspedisi, dan masyarakat sekitar yang berkait dengan aktivitas bisnis di pasar grosir tekstil terbesar di Asia itu bakal hancur. Bahkan, pabrik tekstil dan produk tekstil skala kecil, menengah, dan besar yang tersebar di Bandung, Pekalongan, Solo, Yogyakarta, Cipadu, Banten, Cipulir, dan Tasikmalaya bakal kehilangan pasar.
Sehari, omset Tanah Abang mencapai Rp 150 milyar. Di Blok B-E itu ada 3.300 kios lebih dengan pedagang sebanyak 3.000 orang. Tiap kios mempekerjakan sekitar empat orang. Jumlah ini makin membengkak jika pedagang yang jadi korban, keluarganya, pengamanan swakarsa, tukang kutip, dan penjual makanan dihitung pula.
"Blok A belum selesai, kok buru-buru dibongkar Blok B-E?" tanya Agustinus, pedagang yang berjualan sejak 1970-an. Blok A, persis di seberang Blok B-E, terbakar dua tahun lalu. Di atasnya kini didirikan bangunan baru oleh pengusaha Djan Faridz, Direktur Utama PT Priamanaya Djan Internasional. Blok ini sudah dipasarkan. Rencananya, kelar pada Mei 2005.
Agustinus makin khawatir setelah tahu kinerja Eddy Yuwono. Ia mendapat informasi, bos Sari Kebon Jeruk itu punya beberapa proyek pasar yang tak selesai, seperti di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan, dan Jatinegara, Jakarta Timur.
Eddy Yuwono, pengusaha yang lagi banyak disebut ini, berasal dari Surabaya. Ia tinggal di kawasan Tanjung Duren Barat V, Jakarta Selatan. Eddy pengusaha yang tak suka tampil, sehingga wajahnya kurang tenar. Tapi ia dikenal piawai menempel pejabat. Di masa Orde Baru, misalnya, Eddy sukses merapat ke Mashud Wisnusaputra (ketua yayasan penerbit SDSB), Muchrodji (Dirjen Bantuan Sosial), dan putri Pak Harto, Siti Hardiyanti Rukmana.
Eddy sukses membujuk Mashud sehingga rela mengucurkan duit ratusan milyar di proyek yang ia tawarkan. Di antaranya ke proyek properti Intercon Kebon Jeruk. Pinjaman itu macet hingga kini. Mashud menyeret Eddy ke polisi pada 2002. Eddy malah sempat ditahan di Kepolisian Daerah Metro Jaya selama 20 hari (baca: Terjebak Iming-iming Mitra).
Pernah dibui bukanlah akhir bagi Eddy. Tahu-tahu saja, ia nongol sebagai salah satu pengurus bidang dana Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI), dalam kabinet yang dipimpin Gubernur Jakarta Sutiyoso. Ini bisa menjadi petunjuk bahwa keduanya punya hubungan dekat. Ketika ditetapkan jadi Ketua Umum PBSI, Sutiyoso berpidato, "Saya akan mengajak pengusaha yang peduli bulu tangkis dan tanpa pamrih untuk mengumpulkan dana."
Tapi Eddy menepis tudingan bahwa ia merapat ke Sutiyoso untuk memuluskan proyek. "Saya sudah lama cinta olahraga," katanya. Prabowo sendiri membantah ada tekanan dari Sutiyoso. Juga belum ada pikiran menunjuk pengganti Sari Kebon Jeruk. Dalam pandangannya, Eddy masih sosok bersih. "Selama tak ada bukti legal, sulit buat saya," kata Prabowo.
Memang, ada penawaran lain untuk menggarap Blok B-E, yakni dari Priamanaya. Tapi, menurut Prabowo, tawaran Sari Kebon Jeruk lebih menarik. Priamanaya berjanji memberikan Rp 150 milyar tunai. Dibayar bertahap setelah kerja sama pengelolaan Blok B-E diteken. Selama empat setengah tahun Priamanaya mengelola bangunan, setelah itu diserahkan ke PD Pasar Jaya. Sebanyak 75% keuntungan diserahkan ke PD Pasar Jaya.
Sementara Sari Kebon Jeruk menjanjikan uang tunai Rp 150 milyar-Rp 200 milyar. Prabowo berharap, Rp 100 milyar diberikan saat penandatanganan kerja sama. Sisanya dibayar dua tahap berikutnya, saat proyek masih berjalan dan ketika sudah selesai.
Sayangnya, janji Sari Kebon Jeruk itu baru lisan. Perjanjian kerja sama tahap awal antara PD Pasar Jaya dan Sari Kebon Jeruk sama sekali tidak berbicara soal pembagian keuntungan dan rupiah yang akan didapat PD Pasar Jaya. "Janji-janji di atas kertas tidak bisa dipertanggungjawabkan," kata Sayogo.
Wajar bila pedagang curiga bahwa ide pembongkaran Blok B-E itu berasal dari pengembang. Syak wasangka ini memang sulit dibuktikan. Tapi cara untuk mendapatkan proyek Pasar Tanah Abang proposal Eddy terkadang mengundang kontroversi. Kerja sama awal PD Pasar Jaya dengan Sari Kebon Jeruk untuk penelitian diteken pada 28 Juli 2004.
Padahal, dua hari sebelum dokumen diteken, ada proposal lain yang dikirim ke Direktur Utama PD Pasar Jaya dengan tembusan, antara lain, ke Wakil Gubernur Fauzi Bowo. Pengirimnya, Priamanaya Djan Internasional. Fauzi Bowo mengirim disposisi proposal itu ke sejumlah bawahannya, termasuk Direktur Utama PD Pasar Jaya, Wali Kota Jakarta Pusat, dan Asisten Ekonomi Gubernur Jakarta. Di nomor tiga catatannya, ia menulis, "Saran saya, karena banyak peminat, dilakukan tender/minimal penawaran terbatas terbuka, dengan syarat-syarat senilai nomor 3+4, supaya segala sesuatunya accountable dan transparan."
Syarat nomor 3 adalah ketentuan permodalan. Di situ, Priamanaya menyatakan memiliki modal mencapai Rp 1 trilyun lebih, berdasar hasil audit. Plus rekomendasi dari lembaga sekuritas JP Morgan, mengenai adanya bank yang siap mengucurkan dana US$ 100 juta. Sedangkan syarat nomor 4 adalah soal kesediaan Priamanaya memberikan uang tunai kepada PD Pasar Jaya. Sementara permodalan Sari Kebon Jeruk tak diketahui.
Prabowo mengakui adanya dua peminat itu. Di luar itu, tak ada pihak lain. Menurut dia, bisnis pasar itu bisnis yang spesifik. Tidak semua ahli dan tidak semua mau berisiko. "Orang ngeri risikonya terlalu tinggi," katanya. Nah, Eddy Yuwono adalah partner yang sangat berminat investasi di pasar.
Prabowo mengakui, ia dan Gubernur Sutiyoso tak hanya dekat dengan Eddy, melainkan pada semua pengusaha. Tapi kedekatan itu tidak ada kaitannya dengan KKN. Ia menjamin, tak ada tekanan dari siapa pun, termasuk dari Sutiyoso. Kepada Gatra, Sutiyoso menjelaskan bahwa dirinya sama sekali tidak cawe-cawe dalam urusan tender. "Semua saya serahkan ke PD Pasar Jaya," katanya. Ia membantah punya hubungan khusus dengan Eddy Yuwono.
Sebetulnya, Sutiyoso tidak lepas betul atas urusan Blok B-E Pasar Tanah Abang ini. Sari Kebon Jeruk pernah memaparkan rencananya mengelola empat blok itu di depan Sutiyoso, di Balai Kota DKI Jakarta, 30 Juli lalu. Sari Kebon Jeruk diwakili oleh Eddy Yuwono, direktur utama sekaligus pemiliknya.
Usai acara itu, Sutiyoso mengatakan bahwa dirinya yakin pedagang bisa menerima rencana peremajaan Pasar Tanah Abang. "Pembangunan Blok B-E itu sudah final, karena kondisinya sudah membahayakan," kata bekas Panglima Kodam Jaya itu. Prabowo mengamini. Menurut pria asal Pontianak ini, pasar yang dibangun pada zaman Belanda itu sudah berusia 34 tahun. Karena sepuh, di sana-sini retak dan kabel berseliweran. Umurnya tak diperpanjang. "Kalau terjadi kebakaran atau gempa, pemilik gedung bisa kena pidana," katanya.
Kajian yang dibuat konsultan independen PT Andilo Toba Tama tidak seseram penuturan Prabowo. Menurut juru bicara konsultan itu, Manginar Rico Sinaga, uji konstruksi menunjukkan, Pasar Tanah Abang Blok B-E masih bisa bertahan 20-25 tahun. Makanya, pengembang Toba Tama meneken kerja sama dengan PD Pasar Jaya untuk membangun lantai baru di atas Blok B-E. Kini, karena isu pembongkaran, separuh dari 500 kios tak laku. "PD Pasar Jaya harus mengganti milyaran rupiah," katanya. Bila Pasar Jaya tetap pada rencananya, ia akan membawa kasus pembongkaran pasar ini ke pengadilan.
Para pedagang Pasar Tanah Abang, seperti Agustinus dan M.Z. Said, sesungguhnya hanya punya satu keinginan: bisa berniaga dengan damai dan dagangannya laku. Rencana peremajaan pasar yang penuh nuansa konflik kepentingan membuat ketenangan mereka kini terganggu.
Khudori, Alfian, dan Hendri Firzani
[Laporan Utama, Gatra Nomor 4 beredar Jumat, 3 Desember 2004]
No comments:
Post a Comment