Cari Berita berita lama

Tempointeraktif.com - Warga Blitar Banyak Belum Terima Sertifikat Agraria

Senin, 10 Maret 2008.


Warga Blitar Banyak Belum Terima Sertifikat Agraria
Senin, 10 Maret 2008 | 13:10 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Program sertifikasi Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Kabupaten Blitar, Jawa Timur yang diklaim telah diserahkan kepada warga 9 desa sebanyak 10.654 sertifikat Hak Atas Tanah ternyata belum sepenuhnya tuntas.

Banyak warga mengaku belum menerima sertifikat sertifikat dengan lebel Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) Tahun 2007 (Reforma Agraria) itu karena tidak mampu membayar pajak. Padahal saat didata setahun lalu, petugas menjanjikan tidak akan mengutip biaya sepeserpun.

"Saya belum mengambil sertifikat karena belum punya biaya. Dulu katanya gratis. Warga disini banyak yang masih belum menerima sertifikat karena tidak punya uang," kata Syahri, 55, salah seorang warga Dusun Rejokaton, Desa Sumberagung, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Senin (10/3) saat ditemui Tempo di rumahnya.

Syahri mengaku pada tanggal 2 Pebruari 2007 (setahun lalu), didatangi petugas BPN. Mereka meminta pipil (tanda pembayaran pajak) dan KTP sebagai persyaratan pengurusan sertifikat program PPAN. Karena dijanjikan gratis, Syahri measa senang karena sawahanya di lereng kawasan Gunung Kelud bisa memiliki kekuatan hukum.

Dengan luas 32 are (warga menyebut ukuran tanah dengan isitilah are, dimana 1 are sama dengan 100 meter persegi), tanah Syahri dikenai pajak karena NJPO (nilai jual obyek pajak)-nya ditafsir sekitar Rp 75 juta. NJOP tanah Syahri per are-nya ditaksir BPN sekitar Rp 2 juta ? Rp 2,5 juta. Sedangkan tanah yang NJOP-nya berada di bawah Rp 20 juta, tidak kena pajak.

"Padahal kalau memang saya jual, paling hanya ditawar kurang dari Rp 1 juta. Harganya murah karena lokasinya jauh dari pemukiman dan berada di lereng gunung curam. Saya juga bingung mengapa petugas agraria bisa menafsir harga tanah saya hingga Rp 2 juta ? Rp 2,5 juta begitu. Kami tidak tahu pedomannya," kata Syahri yang sehari-hari bekerja sebagai petani.

Tentang kewajiban membayar pajak untuk bisa mendapatkan sertifikat, Sugiono, Sekretaris Desa Sumberagung mengaku juga merasa kebingungan. Menurut pemahamannya saat sosialisasi PPAN, tidak akan ada kutipan dana sepeserpun alias gratis.

"Sekarang ketika dikabarkan sertifikat sudah terbit, ternyata ada kewajiban yang harus dibayar. Kami terpaksa harus memberi penyadaran warga untuk ikhlas membayar jika ingin mendapatkan sertifikat yang katanya sudah selesai itu," kata Sugiono.

Tentang penghitungan pajak, Sugiono menyitir keterangan petugas BPN Kabupaten Blitar. Bagi warga yang menerima sertifikat PPAN wajib membayar pajak senilai 25 persen dari 5 persen NJOP tanah. Dari 713 sertifikat yang dibagikan bagi warga di Desa Sumberagung, yang kena pajak sebanyak 181 sertifikat. Sisanya tidak kena pajak karena NJOP-nya di bawah Rp 20 juta.

"Kepada 181 warga yang kena pajak itulah kami diminta BPN untuk terus memberikan penjelasan agar mereka segera melunasi pajaknya agar sertifikat segera diberikan. Kami benar-benar dilema karena memang secera ekonoimi warga kesulitan. Desa kami merupakan desa pertanian kritis yang hanya bisa panen sekali setahun karena sulit air," kata Sugiono.

Berdasarkan catatan Sugiono, 9 desa di Blitar yang mendapatkan sertifikat PPAN berada di 5 kecamatan. Masing-masing adalah Desa Ngaringan, Gadungan dan Desa Sumberagung (di Kecamatan Gandusari), Desa Sumberurip, Kalimanis dan Resapombo (Kecamatan Doko), Desa Bumirejo (Kecamatan Kesamben), Desa Sidomulyo (Kecamatan Selorejo) dan Desa Balerejo (Kecamatan Panggungrejo).

BPN telah menyerahkan sertifikat PPAN secara simbolis kepada 9 warga perwakilan 9 desa secara di pendopo Kabupaten Blitar pada tanggal 27 Pebruari 2008. Haris Kurniawan, Kepala Subseksi Sengketa BPN Blitar menyatakan jumlah total sertifikat PPAN yang diserahkan kepada warga 9 desa itu sebanyak 12.001. Warga yang menerima semuanya adalah petani penggarap tanah bekas perkebunan dan berprofesi sebagai buruh tani. Tentang adanya pajak yang harus dibayar warga untuk bisa mendapatkan sertifikat, Haris enggan menjelaskan.

"Yang jelas semuanya sesuai prosedur dan semua sertifikat telah dibagi secara bergilir ke 9 desa," kata Haris.DWIDJO U. MAKSUM

INDEKS BERITA LAINNYA :

No comments:

Post a Comment