Minggu, 2 Desember 2007.
Tahanus bagi Santri 'Nakal'
Bila siswa sekolah menengah pada umumnya mensyukuri kelulusannya dengan corat-coret baju seragam, para santri di Pesantrean Al Basyariyah, Bandung, melakukannya dengan cara berbeda. Ratusan santri menggelar sujud syukur tatkala menerima pengumuman kelulusan mereka. �� Malah kami mengharuskan para santri untuk berpuasa tiga hari sebagai tanda syukur,��kata Pimpinan Pondok Pesantren Al Basyariyah, KH Saeful Azhar. Menurut Saeful, Pondok Pesantren Al Basyariyah pertama kali didirikan pada 1982 bukan untuk menciptakan para santri yang pintar semata. Yang lebih penting, kata dia, adalah membangun akhlak para santri. Hal ini sesuai dengan tujuan diturunkannya Nabi Muhammad SAW ke muka bumi oleh Allah SWT, tak lain untuk menyempurnakan akhlak manusia, jelasnya. Itu sebabnya, Pesantren Al Basyariyah memasukkan akhlak sebagai salah satu penentu kelulusan santri. Percuma kalau nilai akademis tinggi namun tidak dipayungi akhlak yang baik. Pertama kali didirikan, Pesantren Al Bas!
yariah berlokasi di Cibaduyut, Kota Bandung. Tapi, pada perkembangannya, kampus Al Basyariah dibangun di beberapa tempat lain, yaitu di Cigondewah Hilir, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung; Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung; dan Cikungkurak, Caringin, Kota Bandung. Berawal dari sebuah rumah biasa, kini Al Basyariyah telah memiliki empat kampus yang berdiri di atas lahan 15 hektare, yang terdiri dari ratusan lokal asrama santri yang berkapasitas hingga 1.500 orang. Eksistensi Pondok Pesantren Al Basyariyah sebagai lembaga pendidikan formal pun telah diakui oleh negara. Madrasah Aliyah (MA) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pondok Pesantren Al Basyariyah telah terakreditasi dengan peringkat A (sangat baik/unggul). Sedangkan Tarbiyatul Mu�allimiin wal Mu�allimaat al Islamiyyah (MTI) Al Basyariah setara dengan SMA Negeri dan swasta. Dengan demikian, ijazah yang dikeluarkan TMI Al Basyariyah sebagai tanda kelulusan bisa digunakan untuk salah satu kelengkapan persyaratan mela!
njutkan pendidikan ke berbagai perguruan tinggi negeri dan swa!
sta, bai
k di dalam maupun luar negeri. Ada yang menarik saat kita memasuki Al Basyariyah. Sebuah moto yang bertuliskan ��Al Basyariyah tempat orang-orang baik dan orang yang tidak baik yang ingin jadi baik�� terpampang d depannya. ��Biasanya, image terhadap pesantren adalah tempat orang-orang bodoh atau miskin,�� ujar Saeful, seolah membaca keheranan Republika. Alumni Pondok Pesantren Modern Gontor pada 1970-an ini mengatakan, dirinya mendirikan Al Basyariyah untuk merubah image pesantren seperti itu. Pesantren, kata dia, adalah tempat bagi orang pintar, atau orang bodoh yang ingin pintar. Terutama, kata dia, pesantren adalah tempat bagi orang baik, ataupun orang tidak baik yang ingin baik. Hukuman yang mendidik Untuk menerapkan visi ini, Pesantren al Basyariyah menerapkan kedisiplinan yang ketat bagi para santrinya. ��Segala sesuatunya harus disiplin, dalam segala sesuatu, berpakaian,tingkah laku, beribadah, dan belajar. Artinya harus mengikuti peraturan-peraturan yang telah diteta!
pkan. Kalau melanggar nanti dihukum,��jelas dia. Hukuman yang diberikan kepada santri yang melanggar aturan, kata Saeful, adalah hukuman yang bersifat mendidik. Sebagai contoh, santri yang sering bolos diberikan hukuman berdiri sambil menalar atau menghafal Al Qur�an, hadist, atau salah satu materi mata pelajaran. Kalau sampai belum hafal apa diperintahkan, kata dia, santri itu tidak boleh berhenti berdiri. Kalau memang santri itu memang sangat nakal, kata dia, hukuman yang cukup berat adalah dicukur habis sampai botak. Mengenai adanya kesan bahwa kedisiplinan di pesantren juga berhubungan dengan tindakan fisik, Saeful membantahnya. ��Disini dilarang hukuman fisik. Kalau ada keamanan santri yang melakukan tindakan fisik terhadap santri yg melanggar akan langsung di copot. Guru pun tidak boleh melakukan hukuman fisik,��tegas dia. Meski demikian, kata dia, pesantren juga menerapkan hukuman maksimal bagi santri yang melakukan pelanggaran berat, seperti kabur atau melakukan tin!
dakan kriminal. Menurut dia, bentuk hukumannya adalah di-tahan!
us. Sela
ma tahanus, santri harus berdzikir, berpuasa, tahajud, dan mengkhatamkan Alquran. Kalau dalam seminggu tamat Alquran berarti masa tahanannya hanya seminggu saja. ��Saya yakin bahwa barokah dari membaca Alquran, dzikir, dan tahajud, akan membuat sesuatu perubahan dalam dirinya,�� jelasnya. Wajib dua bahasa Kelebihan lain dari Al Basyariyah adalah setiap santri diwajibkan fasih menggunakan dua bahasa asing, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Arab. Menurut Saeful, Bahasa Arab bahasa arab sangat diperlukan untuk menggali ilmu agama, sedangkan bahasa Inggris untuk mendalami pengetahuan umum. Di Pesantren Al Basyariyah, kata Saeful, jam pengajaran Bahasa Inggris lebih banyak dibanding sekolah umum, yaitu 12 jam per minggu. Selain itu, kata dia, lantaran para santri diasramakan, setiap santri diwajibkan menggunakan bahasa Inggris atau bahasa Arab secara bergiliran. ��Kalau minggu ini wajib berbahasa Arab, berarti minggu depan wajib berbahasa Inggris,�� ujarnya. Untuk membantu para si!
swa berlatih bahasa Arab dan bahasa Inggris, Pesantren Al Basyariyah mengasramakan guru yang fasih dalam dua bahasa tersebut. Dengan demikian, kata dia, interaksi antara santri dan guru yang fasih berbahasa asing menjadi lebih intens. ��Bahkan, kalau ditemukan oleh jasus (mata-mata) tidak berbahasa Inggris atau Arab padahal saat itu diwajibkan, dia akan dihukum, tambahnya. Satu hal yang membanggakan, kata Saeful, saat ujian nasional (UN, nilai bahasa Inggris para santri Al Basyariyah minimal adalah 7 (tujuh). n rfa
( )
No comments:
Post a Comment