Cari Berita berita lama

Republika - Singapura Retrofit Hercules TNI AU

Kamis, 5 April 2007.

Singapura Retrofit Hercules TNI AU












JAKARTA -- Program perbaikan besar-besaran (retrofit) empat pesawat angkut Hercules TNI AU akan dikerjakan oleh Singapore Technologies. Bengkel pesawat negara tetangga itu memenangkan tender yang diikuti 37 peserta. Dipilihnya Singapore Technologies, karena mereka dianggap berpengalaman. Contoh, program perbaikan Hercules bernama SLEPS (service, live, extended, periodic, and system) 10 tahun lalu, dikerjakan BUMN Singapura itu. ''Kita melihat kemampuan Singapore Technologies, sebab program retrofit ini bukan main-main. Kalau dikerjakan oleh perusahaan kecil, bisa engga proyek ini jalan?'' ujar Dirjen Sarana Pertahanan Dephan, Marsekal Muda Slamet Prihatino, usai menerima hibah suku cadang Hercules dari Angkatan Udara Australia di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (4/4). . Dalam retrofit kali ini, body Hercules akan dibedah dan dicek hingga sistem di dalamnya untuk melihat kemungkinan terjadi korosi. Termasuk, penggantian perangkat avionik dengan model bar!
u. TNI AU menargetkan dapat melakukan retrofit terhadap sembilan Hercules hingga 2009. ''Program ini bukan untuk menghidupkan kembali, tapi diperpanjang umurnya,'' kata Slamet. Dia memperkirakan, satu pesawat bisa dikerjakan dalam waktu enam bulan. Dua pesawat akan dikerjakan di Singapura dan dua di Depo X TNI AU di Lanud Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat. Ongkos retrofit ini menggunakan fasilitas kredit ekspor 2004 senilai 51 juta dolar AS. ''Sekarang tinggal menunggu loan agreement di Departemen Keuangan. Jadi bola ada di sana,'' ungkap Slamet. Hibah Australia Sementara itu, kemarin Australian menghibahkan 28 item suku cadang Hercules senilai Rp 2,3 miliar. ''Setelah memensiunkan pesawat C-130E, adalah masuk akal bagi kita untuk menyerahkan kelebihan suku cadang tersebut kepada Indonesia untuk meningkatkan operasi kemanusiaan dan bencana,'' kata Duta Besar Australia, Bill Farmer. Komandan Udara AU Australia (RAAF), John Quaife, mengakui proses hibah suku cadang!
Hercules ini memerlukan izin dari Amerika Serikat (AS) selaku!
produse
n. Sehingga dia mengaku terkejut mengetahui proses hibah menjadi begitu rumit. ''Ini kan masalah yang sederhana sebenarnya, saya kan memberi kepada teman. Tapi jadi complicated. Perlu clearance dari pemerintah AS, pemerintah Australia, dan pemerentah Indonesia,'' kata Quaife. Dia juga berharap prosesnya akan cepat selesai namun ternyata butuh waktu lama, hingga setahun, setelah airmen to airmen talk antara RAAF dan TNI AU. Namun dia yakin di masa datang tak akan terjadi masalah karena Hercules toh sifatnya sebagai pesawat angkut, bukan tempur. Dia berharap Hercules yang menjadi tulang punggung bagi TNI AU bisa berfungsi optimal. ''Sangat penting kuda beban ini bisa terus terbang,'' imbuhnya. Sebelumnya Kepala Staf TNI AU (KSAU), Marsekal Herman Prayitno, mengatakan bahwa TNI AU mengajukan daftar suku cadang ke setiap suku cadang dari Australia yang kemudian mendaftar satu per satu dan dicek oleh AS. Bila Jika tidak ada masalah baru dikirim. ''Ini seperti birokrasi yang p!
anjang. Tapi semua bisa digunakan karena sesuai dengan kebutuhan kita,'' ujar Herman. Saat ini masih ada suku cadang Hercules dan pesawat milik TNI AU lain yang masih tertahan akibat sisa embargo AS. Menurut Herman, setiap suku cadang harus diurus izin ekspornya satu persatu. Tahun ini TNI AU memproyeksikan minimal bisa menyiapkan sekitar 12 Hercules. Tahun sebelumnya, kesiapan berkisar 7-9 pesawat dari 23 pesawat yang dimiliki. rto
( )

No comments:

Post a Comment