Cari Berita berita lama

Republika - MA Memecat Tiga Pegawainya

Sabtu, 16 Juni 2007.

MA Memecat Tiga Pegawainya






Staf MA ini membocorkan materi musyawarah majelis hakim.





JAKARTA -- Mafia peradilan masih bercokol di Mahkamah Agung (MA). Pekan lalu, MA memecat tiga staf mereka, karena terbukti membocorkan rahasia negara. ''Betul, pekan lalu kami memecat tiga staf, karena membocorkan rahasia negara yang terkait dengan putusan,'' kata Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA, Nurhadi, Jumat (15/6). Menurut Nurhadi, dua dari tiga pegawai itu bekerja di Tim Majelis J, sedangkan satu pegawai yang lain bekerja di Tim Majelis F. Namun, Nurhadi tidak bersedia menyebutkan nama ketiga pegawai dan perkara yang dibocorkan tersebut dengan alasan menjaga nama baik. Proses sebuah putusan dalam perkara, menurut Nurhadi, melalui beragam tahap, termasuk di dalamnya musyawarah majelis kasasi. Selama belum menjadi putusan, seluruh tahapan itu sifatnya masih rahasia. Ketiga staf, kata Nurhadi, dipecat karena dinyatakan terbukti melanggar pasal 3 ayat 1 huruf m Peraturan Pemerintah (PP) 30/1980 tentang disiplin pegawai negeri. Pasal itu secara spesifik m!
elarang pegawai negeri sipil membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain. Nurhadi menolak menyebutkan identitas ketiga staf yang dipecat itu. Pertimbangannya, meski surat keputusan (SK) pemecatan sedang diproses di MA, ketiganya masih mengajukan banding ke Badan Kepegawaian (Bapeg). Keputusan untuk memecat ketiga pegawai itu telah ditetapkan dalam rapat pimpinan Mahkamah Agung. Rapat pimpinan itu merekomendasikan untuk segera membuat SK pemecatan. ''Ini adalah bukti bahwa fungsi pengawasan internal MA berjalan,'' katanya. Nurhadi tak membantah ada kemungkinan permainan uang dalam pembocoran rahasia tersebut. Meski demikian, MA hanya menitikberatkan kasus ini pada pembocoran rahasia negara. Tidak ada upaya untuk menjerat ketiga orang itu dengan delik korupsi. Dalam kesempatan itu, Nurhadi mengatakan, pemecatan ketiga staf itu bukanlah satu-satunya tindakan pembersihan di MA. D!
ia mengatakan ada banyak sanksi disiplin yang diberlakukan di !
MA, teta
pi tidak terekspose media. Sanksi yang diterapkan pun bertingkat, dari peringatan hingga pemecatan. Tetapi, dia mengaku tidak hafal jumlah pelanggaran dan sanksi masing-masing. Informasi yang dihimpun Republika mengatakan pemecatan ini bermula dari hubungan salah satu staf dengan pengacara yang tengah berperkara di MA dalam kasus perdata. Pengacara ini meminta tolong dicarikan informasi seputar perkara yang ditanganinya. Tidak gratis, tentu saja. Ketiga staf ini disebutkan mendapatkan materi musyawarah majelis hakim yang menyidangkan perkara si pengacara. Intinya, musyawarah itu mengabulkan permohonan pihak si pengacara itu. Ternyata, belakangan putusan yang diucapkan majelis kasasi berbeda dengan 'bocoran' sebelumnya. Kontan, si pengacara berang. Uang dikembalikan. Tetapi tidak cukup, pengacara itu melaporkan ketiga staf ke pengawasan MA. Proses pun berjalan hingga pemecatan. Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Denny Indrayana, memberikan apresiasi atas p!
emecatan itu. Tetapi, tegas dia, sanksi administratif semata tanpa diikuti pidana, tidak akan memberikan efek jera bagi mafia peradilan. Dari tiga tingkatan sanksi di lingkup dalam peradilan --penyelesaian adat, administrasi, dan administrasi disertai pidana-- jumlah sanksi tingkatan yang terakhir adalah yang paling sedikit. ''Nyaris nol,'' katanya. Karena itu, Denny menyarankan MA melaporkan ketiga staf dan pengacara itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dapat diproses unsur korupsinya. Meski uang sudah dikembalikan dan nominalnya tidak seberapa besar, kata Denny, dalam kasus korupsi yang penting adalah efek jeranya.
(ann )

No comments:

Post a Comment