Cari Berita berita lama

Republika - Eksekusi 10 Mantan Anggota DPRD Cirebon Tunggu Jawaban MA

Kamis, 9 November 2006.

Eksekusi 10 Mantan Anggota DPRD Cirebon Tunggu Jawaban MA






Kejati beri kesempatan untuk melakukan peninjauan kembali (PK).





BANDUNG -- Lebih dari enam bulan ini, 10 mantan anggota DPRD Kota Cirebon periode 1999-2004 yang divonis penjara satu hingga dua tahun, masih bisa bernapas lega. Namun, begitu ajuan peninjauan kembali (PK) 10 mantan wakil rakyat ditolak oleh MA, Kejati Jabar akan langsung menahannya. Kepala Kejati Jabar, Muzammi Merah Hakim SH, mengatakan, Kejati dituntut untuk menjaga situasi yang kondusif di Jabar. Karena itu, pihaknya tidak akan gegabah dalam mengambil kebijakan terhadap para terpidana korupsi, khususnya di Kota Cirebon. Kata Muzammi, 10 mantan anggota DPRD Kota Cirebon yang sempat divonis satu hingga dua tahun itu, tidak akan langsung dieksekusi. Menurut dia, Kejati Jabar baru akan mengeksekusi 10 mantan anggota DPRD itu, setelah MA menolaknya. ''Kami beri kesempatan mereka untuk menempuh jalur PK. Eksekusi baru bisa dilakukan setelah PK selesai,'' ujar Muzammi dalam acara serah terima jabatan 16 pejabat Kejati dan Kejari di Jabar, Rabu (8/11). Ia tidak ingin melak!
ukan eksekusi secara gegabah. Muzammi khawatir, ketetapan eksekusi yang terburu-buru akan memicu situasi yang tidak kondusif. Meski demikian, ia menegaskan, penundaan proses eksekusi itu, bukan berarti mengesampingkan supremasi hukum. Menurut Muzammi, upaya PK merupakan kesempatan bagi warga yang tidak puas dengan keputusan hukum. ''Bila kita langsung eksekusi, khawatir mereka cemburu. Mengapa yang di Sumatera Barat tidak langsung dieksekusi?'' katanya menambahkan. Ia mengakui, bila secara yuridis, Kejati Jabar berhak mengeksekusi 10 mantan anggota DPRD Cirebon tersebut, meski PK-nya belum dijawab oleh MA. Namun, sambung Muzammi, kalau memang ada upaya yang lebih kondusif, maka ada baiknya kejati tidak terburu-buru mengeksekusi. ''Tidak ada salahnya bila 10 mantan anggota DPRD Jabar tersebut diberi kesempatan menunggu jawaban MA terhadap usulan PK-nya,'' katanya. Masih dari Kejati Jabar, pemeriksaan Bupati Bandung, Obar Sobarna, terkait dugaan mark up (penggelembungan dana)!
proyek Stadion Jalak Harupat, sudah di tangan Presiden. Muzam!
mi menga
takan, surat permohonan pemeriksaan Obar, sudah dilayangkan ke Presiden melalui Kejagung. ''Memang sih tidak ada kerugian negara. Tapi kami akan coba telusuri aliran dana rekening pemborong proyek tersebut,'' tutur Muzammi. Hakim Diminta Cabut Penangguhan Penahanan Eka BANDUNG -- Kembali, terdakwa perkara dana kavling APBD Jabar sebesar Rp 33 miliar, Eka Santosa, mangkir dalam sidang di PN Bandung, Rabu (8/11). Puluhan aktivis yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Hukum Jawa Barat (MPHJ) meminta PN Bandung mencabut surat penangguhan penahanan Eka Santosa. Catatan dari ruang sidang PN Bandung menunjukkan, lebih dari tiga kali terdakwa mangkir. Kali ini, terdakwa tidak bisa mengikuti sidang karena harus melakukan kunjungan kerja sebagai anggota Komisi III DPR RI ke Provinsi Banten. ''Karena terdakwa tidak bisa hadir, maka sidang ditunda hingga minggu depan,'' ujar Hakim Ketua, Abdul Moehan SH di PN Bandung, Rabu (8/11) Juru MPHJ, Eko Budi Santoso, mengatakan, tidak sepantasn!
ya sidang perkara tersebut ditunda hanya karena terdakwa, Eka Santosa melakukan tugasnya ke Provinsi Banten. Kata dia, lebih dari tiga kali sidang perkara tersebut ditunda hanya karena terdakwa Eka Santosa tidak bisa hadir. ''Pak Danny sudah dihadirkan dalam sidang. Mengapa sidang harus ditunda-tunda,'' ujar Eko kepada wartawan di PN Bandung, Rabu (8/11). Menurut dia, kepentingan hukum harus diprioritaskan dibandingkan kepentingan pribadi. Untuk itu, papar Eko, demi keadilan di hadapan hukum, maka majelis hakim harus menggugurkan status tahanan luar terdakwa. Pihaknya khawatir proses hukum akan terus dikesampingkan oleh terdakwa.
(san )

No comments:

Post a Comment