Selasa, 15 Agustus 2006.
Bassang Instan
Bubur jagung khas makassar ini dibuat instan, agar tak tersisih dari pasaran.
Mereka berbondong-bondong meninggalkan bassang, bahkan mungkin melupakannya, tatkala hamburger, pizza, dan lusinan produk fast food mancanegara kian membanjiri sudut-sudut kota Makassar, Sulawesi Selatan. Bagi mereka, kebanyakan warga Makassar itu, menu tradisional ini dirasa tak lagi selaras dengan deru kehidupan modern yang berkarakter serba cepat, serba efisien, dan serba Barat. Bassang, kini menuju ke gerbang kenangan. Tapi Abu Bakar Tawali tak sudi bassang menuai ajal. Lewat rekayasa teknologi pangan, dosen Universitas Hasanuddin (Unhas) ini melahirkan bassang berwajah baru: bassang instan, bubur berbahan baku jagung. Bassang bercorak modern itu, ''Cuma memakan waktu 10 menit untuk memasaknya. Ini jelas jauh lebih kilat,'' kata Tawali saat dihubungi Republika, Senin (14/8). Disebut lebih kilat sebab untuk memasak bassang tradisional, siapa pun harus mendekam di dapur hingga tiga jam. Inilah yang diduga sebagai alasan bassang ditinggal orang. ''Tidak praktis,'' ka!
ta Tawali. Tawali seolah ingin membalikkan arah jarum jam sejarah ketika ia berkeras mencipta bassang instan. Berkat temuan bassang instan, Tawali diganjar Penghargaan Peneliti Terbaik Riset Unggulan Strategis Nasional (Rusnas) 2006 Bidang Pertanian dan Pangan pada peringatan Harteknas ke-11, pekan lalu, di Istana Wakil Presiden, Jakarta. Pengganti beras Seperti pempek Palembang, sate Madura, atau peuyeum Bandung, bassang adalah menu khas (Makassar). Bahan utamanya adalah jagung, sementara cara penyajianya dalam bentuk bubur. Bassang telah berakar berabad di masyarakat Makassar sebagai menu sarapan favorit pengganti beras, sebelum fast food yang datang seiring globalisasi menyerbu dua dekade ke belakang. Lima tahun terakhir, ketika produk fast food kian gencar mengurung Makassar, berdasarkan pengamatan Tawali, bassang tak lagi mudah ditemui. Serbuan gencar produk asing, termasuk pula produk fast food buatan lokal, meminggirkan bassang ke titik terjauh. Seperti kata pepata!
h, kemarau setahun dipupus hujan sejari. Tawali melihat ada p!
ersoalan
lebih serius di balik itu. Persediaan stok beras nasional tak lagi seberlimpah 10-20 tahun silam. ''Lantas, mengapa tak memanfaatkan jagung sebagai bahan baku potensial pengganti beras? Bukankah ini diversifikasi pangan? Bukankah jagung tak kalah berlimpahnya?'' tanya dia. Bassang memang bukan makanan pokok. Ia hanya menu sarapan dan selingan di siang hari bagi warga Makassar. Meski begitu, Tawali melanjutkan, konsumsi jagung yang massif paling tidak dapat mengurangi konsumsi sekaligus ketergantungan terhadap beras. ''Ini juga berarti ketahanan pangan kita kian meningkat bukan?'' kata Ketua Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian dan Kehutanan Unhas itu, retoris. Enzim pemecah pati Bassang berbahan baku butir jagung yang telah dikelupas kulitnya, direndam sehari semalam, dikeringkan, lalu siap dimasak menjadi bubur. Bassang tradisional menghabiskan waktu tiga jam untuk membuatnya lembek. Bassang instan buatan Tawali cukup 10-15 menit, atau 30 kali lebih cepat. Bag!
aimana cara mempersingkat waktu pemasakan? Tawali mengaku mengolesi butiran-butiran jagung itu dengan zat pengaktif (activator), yakni sejenis enzim pemecah pati. Enzim itu berperan memecah ikatan-ikatan amilosa dan amilo peletin pada permukaan jagung, membuatnya lebih hebat mengisap air. Pada bassang tradisional, ikatan amilo peletin-nya seringkali amat kuat. Nah, enzim pemecah pati ini ibaratnya bertugas membuat ikatan-ikatan tadi kian merenggang. ''Seperti membuka pori-pori menjadi lebih besar,'' papar Tawali. Dalam kondisi 'menganga', air jelas lebih mudah masuk. Dampaknya, butir jagung lebih pesat mengembang saat dipanaskan dalam panci. Selain menambahkan enzim pemecah pati, Tawali dan kawan-kawan juga mengguyur butiran jagung itu dengan kalsium. Jumlahnya sekitar satu sendok makan per 10 liter butir jagung. Tujuannya untuk memperbaiki tekstur permukaan jagung agar pori-porinya mudah terbuka. Enzim pemecah pati sejak lama diperjualbelikan dan digunakan di berbagai i!
ndustri makanan dan minuman. Pabrik sirup menggunakan enzim je!
nis ini
untuk mengekstrak gula dari pati. Industri bir memecah pati dari beras untuk menghasilkan ikatan gula yang sederhana. Cuma, riset agar bassang bisa cepat masak, tak pernah terpikirkan. Baru pada 2003, Tawali, Amran Laga, dan Meta Mahendra Dapta melakukan riset bassang instan bekerja sama dengan Jurusan Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) di bawah naungan Rusnas Diversifikasi Pangan Pokok IPB dan SEAFAST Centre IPB. Hasilnya adalah produk bassang instan berlabel 'Jagung Sosoh Pratanak' yang siap luncur. ''Kita sedang berupaya agar bassang dapat mengembangkannya ke dalam skala industri. Ini yang sulit,'' kata Tawali. Produk ini kelak dapat didiversifikasi ke dalam produk turunan seperti sup jagung atau bubur jagung instan yang sudah ada padanannya di toko swalayan, produksi perusahaan asing. Jika dikemas dengan elegan, produk berbasis jagung made in lokal ini, menurut dia, berpeluang menjadi makanan berkelas yang digemari dan dikonsumsi siapa pun saat sarapan.!
''Citra produk ini harus dibuat mengkilap,'' terangnya. Jika berhasil, bassang tak lagi sempit cakupannya dengan hanya menjadi makanan khas Makassar, tapi juga makanan penduduk Jawa, Sumatra, dan daerah lain, serta disukai anak-anak muda. ''Ini bagus untuk ketahanan nasional kita, yakni menggeser paradigma beras sebagai makanan pokok utama,'' tutur Tawali lagi. Fakta Angka 365 kkal Kandungan energi pada 100 gram bassang instan. Jagung Versus Beras Tak keliru jika bassang instan dinominasikan sebagai pesaing kuat beras. Ditilik dari kandungan gizi, bassang instan memiliki komposisi yang berbeda tipis saja dengan beras. Seratus gram bassang memiliki kandungan energi 365 kkal, lemak 1,56 gram, protein 7,95 gram, karbohidrat 79,78 gram, dan air 10,64 gram. Ini terbilang nyaris serupa dengan 100 gram beras. Dari pertimbangan ekonomis, bassang juga memiliki keunggulan. Satu bungkus bassang isi 200 gram, kata Tawali, dapat menghasilkan hingga eam porsi bubur bassang. Harganya R!
p 1.000-an.
(imy )
No comments:
Post a Comment