Cari Berita berita lama

Menyusuri Gua Karang Dalam

Minggu, 23 Maret 2003.
Menyusuri Gua Karang DalamDERMAGA Labuan Lalang, Teluk Terima, Jumat pagi dua pekan lalu, seakan belum bangkit dari geliat tidurnya. Awan tipis masih bergerombol di langit. Sang surya baru mulai menyapa bumi. Puluhan perahu motor masih tertambat di dermaga yang terletak tujuh kilometer arah utara Gilimanuk, Jembrana, Bali, atau 140 kilometer arah barat Denpasar itu.

Sampan kayu yang panjangnya rata-rata 10 meter itu merupakan alat penghubung ke Pulau Menjangan. Sebuah pulau eksotik, satu di antara primadona wisata di Taman Nasional Bali Barat. Pulau seluas sekitar 6.000 hektare itu memang merupakan habitat menjangan (Cervus timorensi), hewan berkaki empat yang berdaging lembut dan manis.

Sewa perahu ke pulau itu Rp 250.000 untuk pemakaian selama empat jam. Jika ingin berlama-lama di sana boleh juga. ''Tinggal nambah Rp 20.000 per jam,'' kata Mamad, pengemudi perahu yang keturunan Madura. Oke. Pagi itu, perahu kami dibawa menyusuri sebagian pantai di Taman Nasional Bali Barat seluas sekitar 19.000 hektare itu.

Angin bertiup semilir. Air laut yang tenang mulai terbelah oleh moncong perahu. Pohon bakau dan sentigi tumbuh di sepanjang pantai. Di daratan, pepohonan rimbun menghijau. Ada pula lahan rerumputan liar. Untuk mencapai pulau itu butuh waktu setengah jam. Sekitar 50 meter dari bibir pantai, gugusan terumbu karang mulai terlihat dari atas perahu.

Beningnya laut membuat mulut berdecak kagum. Apalagi biota lautnya. ''Karakter karang di sini tak ditemukan di tempat lain di Bali,'' kata Cipto Aji Gunawan, instruktur selam yang telah ratusan kali menyelam di beberapa daerah penyelaman di Bali, termasuk di Pulau Menjangan. Lokasi penyelaman (diving) di Bali, antara lain, Tulamben, Nusa Penida, Padang Bai, Candi Dasa, dan Sanur.

Disebut khas, karena di dinding gugusan karang itu terdapat berbagai macam gua. Para penyelam bisa memasuki ''lorong'' gua itu. ''Dulu, kalau mau mengamati hiu yang lewat, paling bagus dari dalam gua,'' kata Cipto. Hanya saja, sejak beberapa tahun belakangan ini, hiu wheal shark --jenis yang tidak ganas-- sulit ditemui di sana. Penyebabnya tidak jelas, lenyap karena diburu manusia atau pindah ke hunian yang dianggap lebih aman.

Yang pasti, Cipto adalah orang pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikat course director diving dari Asosiasi Penyelam Profesional Internasional yang bermarkas di California, Amerika Serikat. Di kalangan para penyelam, sertifikat itu merupakan bentuk penghargaan tertinggi, setelah melewati 12 jenjang pendidikan menyelam. Di Tanah Air, hanya ada dua orang pemilik brevet seperti itu.

Laut di sekitar Pulau Menjangan memang memiliki gugusan karang unik. Bayangkan, dari karang datar tiba-tiba konturnya berubah drastis: terjal! Dalam istilah selam disebut drop off. Kondisi ini yang membuat aneka jenis ikan doyan bermain-main, dari ikan pemangsa daging hingga pemakan tumbuhan dan biota laut.

Sebenarnya, karakter karang seperti ini ditemukan pula di Tulamben atau Nusa Penida. ''Tapi, di kedua tempat itu tidak ada gua-guanya,'' kata Cipto. ''Lagi pula, jurangnya tak sepanjang seperti yang ada di laut Pulau Menjangan,'' ia menambahkan.

Bayangkan, gua-gua itu memenuhi sepanjang jurang karang yang memanjang hampir di dua pertiga sisi Pulau Menjangan bagian selatan. Para aktivis selam menjuluki daerah ini Pos II. Di lokasi ini, terumbu karangnya masih alami dan indah. Berbagai jenis karang dari yang keras hingga yang lunak memenuhi gugusan karang itu. Berdasarkan catatan Taman Nasional Bali Barat, terdapat 42 jenis karang di laut Pulau Menjangan.

Namun, pada bagian karang yang landai, sebagian karangnya telah rusak. Kondisi serupa dijumpai di beberapa bagian daerah Pos I, yang terletak di bagian ujung barat Pulau Menjangan. ''Kerusakannya mulai parah sejak enam tahun silam,'' kata Cipto. Puncak kerusakan itu diketahui sekitar dua tahun lalu.

Waktu itu, Cipto bersama sebuah tim selam dari Jepang melakukan pemetaan kondisi bawah laut di sekitar Pulau Menjangan. Ia dan tim itu disewa perusahaan yang mendapat konsesi pemanfaatan sebagian wilayah Taman Nasional di dekat Pulau Menjangan. Hasilnya, terutama pada areal wilayah Pos I hingga kedalaman 20 meter, sebagian besar karangnya telah rusak.

Dalam catatan Kepala Taman Nasional, Soedirun Dartosuwarno --berdasar identifikasi dan penyelidikan lapangan-- penyebab kerusakan adalah pemboman oleh nelayan pencari ikan. Maka, pihaknya bekerja sama dengan World Wildlife Fund, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan, dan beberapa LSM lain, menelurkan program ''Friend of The Reef'' atau berteman dengan karang.

Sejak itu, patroli laut di seputar Pulau Menjangan digalakkan. Toh, upaya itu belum sepenuhnya mampu mencegah pemboman. ''Masih sering saya temui beberapa nelayan curi-curi kesempatan melakukan pemboman,'' kata Cipto, yang ikut aktif dalam kegiatan tersebut. Namun, secara umum, menurut Cipto, kondisi gugusan karang di Pulau Menjangan masih bagus.

Terbukti, di beberapa lokasi masih dijumpai berbagai spesies ikan karang yang elok. Warnanya indah, dan bentuknya memesona. Menurut catatan pihak Taman Nasional Bali Barat, di sini terdapat 32 jenis ikan. Antara lain batfish, clownfish, lionfish, parrotfish, dan crocodilefish. Bahkan, kala menyelam, tanpa disadari, tubuh kita diikuti beberapa ikan jenis batfish.

Menikmati keindahan laut di sekitar Pulau Menjangan dilakukan orang sejak 1978. Selain Pos I dan II, kawasan selam lain yang terkenal adalah Anker Wreck, tempat karamnya kapal Perang Dunia II. Di tengah berseliwerannya ikan di kedalaman 40 meter, kita bisa ''memutar'' ulang memori kejadian tempo dulu.

Anda punya hobi dan kepandaian menyelam? Jangan lupa melongok lokasi ini. Tapi, menyelam yang dimaksud bukan sekadar nyemplung ke laut sembari mengenakan peralatan selam. ''Mesti ada pengetahuan dan latihan khusus dulu,'' katanya. Jika asal terjun, bisa berakibat fatal. Misalnya, gendang telinga atau paru-paru pecah.

Ini bukan untuk menakut-nakuti, lho. Sebenarnya, yang belum berpengalaman tak usah khawatir. Pengelola kawasan wisata menyediakan jasa pelatih sekaligus pemandu selam. Juga disediakan peralatan yang disewakan US$ 60 atau sekitar Rp 540.000. Terlebih dulu kita dilatih menyelam satu jam di laut dangkal, sebelum benar-benar menyusuri karang di air dalam.

Dan, tentunya, sebelum memakai jasa pemandu selam, pastikan dulu sertifikat yang dimilikinya. ''Hanya yang bersertifikat minimal sebagai instruktur yang boleh memandu,'' kata Cipto. Ini untuk berjaga-jaga, sebelum terjadi sesuatu yang buruk.

Pulau Menjangan memang masih alami dan layak jual. Sayang, fasilitasnya kurang diperhatikan. Misalnya, kondisi tempat bilas diri dari lengketnya air laut memprihatinkan: kotor dan tak terawat. ''Fasilitas kan jadi satu di antara jualan kami kepada klien,'' kata Cipto, yang juga pemilik Aquapro, perusahaan yang menyediakan jasa selam, di kantornya dekat Sanur, Bali.

Pelayanan yang kurang memuaskan itu bisa-bisa menimbulkan complain atau memunculkan gerundelan. Itu pula, antara lain, yang membuat pelaku usaha wisata seperti Aquapro mulai enggan membawa kliennya ke Pulau Menjangan. ''Kecuali ada permintaan khusus dari wisatawan,'' kata sarjana teknik mesin dari Universitas Trisakti, Jakarta, ini.

Selain itu, dari hitung-hitungan bisnis, biaya penyeberangan ke Pulau Menjangan dari Labuan Lalang dinilai terlalu mahal. ''Makanya sekarang kami dan beberapa teman lebih sering membawa tamu ke Tulamben,'' kata Cipto.

Kritik Cipto ada benarnya. Tapi, di sini lain, jumlah pelancong yang mengunjungi Pulau Menjangan tergolong lumayan gede. Data taman nasional menyebutkan, tahun lalu pulau ini dikunjungi 14.000 wisatawan. Selain menyelam, mereka ber-snorkeling serta mengunjungi Pura Gili Kencana dan Pura Gajah Mada.

Lokasi paling indah untuk ber-snorkeling adalah pemandangan di atas dinding jurang karang Pos II. Dari situ, aneka ragam bunga karang dan biota laut serta warna-warni ikan bisa dinikmati. Waktu ber-snorkeling atau penyelaman adalah pukul 10.00-15.00, karena sinar matahari masih bisa menembus beningnya air laut.

Anda tertarik? Buktikan keindahan ciptaan Tuhan itu, bukan sekadar di angan-angan atau alam mimpi.

Irwan Andri Atmanto (Denpasar)
[Perjalanan, GATRA, Nomor 18 Beredar Senin 17 Maret 2003]

No comments:

Post a Comment