Cari Berita berita lama

Makanan Anjing Disukai di Indonesia

Jumat, 12 September 2003.
Makanan Anjing Disukai di IndonesiaBogor, 12 September 2003 11:06Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudohusodo mengungkapkan, dari data yang ada menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara pengimpor komoditi pertanian dan pangan tertinggi di dunia.

"Seringkali produk-produk luar tersebut berupa barang bekas, ataupun bahan makanan yang seringkali mereka anggap dog foods, seperti jeroan, justru disukai orang Indonesia. Barang residual itulah yang pada akhirnya menyebabkan jatuhnya harga komoditi di pasaran," katanya, sebagaimana dilaporkan Antara dari Bogor, Jumat.

Pernyataan Siswono itu, menurut penjelasan Kepala Humas, Promosi dan Hubungan Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) drh Agus Lelana, disampaikan kepada para peserta kuliah umum di Ruang Sidang Senat IPB, dalam rangka Dies Natalis ke-40 institut pertanian terbesar se Asia Tenggara itu.

Dalam kuliah umum itu, banyak data lain yang disampaikan mengenai tingginya impor bahan komoditi pertanian Indonesia dari luar negeri, meski Indonesia dikenal sebagai negara agraris, dengan sebagain besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, sehingga mengagetkan dan mencengangkan peserta.

Walaupun sebagai negara agraris, katanya, ternyata Indonesia masih melakukan impor beras sebanyak 2 juta ton/tahun, impor gula 1,6 juta ton/tahun, gandum 4,5 juta ton/tahun, impor jagung 1,2 juta ton/tahun, ternak sapi 450 ribu ekor /tahun.

"Dan anehnya lagi meski kita merupakan negara yang mempunyai lautan yang luas, Indonesia masih mengimpor garam sebanyak 1 juta ton per tahun," katanya.

Ia mengemukakan, sepanjang tahun 2000, Indonesia menghabiskan tak kurang dari Rp15 triliun untuk melakukan impor delapan komoditi pangan yang semestinya bisa diproduksi sendiri.

Komoditi itu adalah seperti beras, jagung, kedelai, gula, kacang tanah, dan bawang putih.

Menurut Siswono, seringkali negara asing membuat Indonesia tergantung pada hasil produksi mereka.

Ia mencontohkan, Amerika Serikat yang membuat Indonesia menjadi tergantung pada hasil kedelai yang harganya jauh lebih murah dibandingkan kedelai lokal.

Murahnya kedelai Amerika ini, kata dia, tidak lain karena surplus produksi, dan seringkali saat surplus mereka menimbunnya dan menjual ke pasaran internasional.

Hal lain yang juga menyebabkan murahnya harga kedelai impor adalah adanya kesepakatan (letter of intent) dengan IMF yang membebaskan biaya masuk untuk impor kedelai.

Tingginya impor pangan itu, katanya, disebabkan oleh beberapa hal seperti kebutuhan dalam negeri yang naik amat besar akibat laju pertambahan penduduk Indonesia yang masih tetap tinggi, yakni 1,6 persen per tahun dan peningkatan konsumsi/kapita, sementara laju pertambahan produksi sangat rendah.

Selain itu harga di pasaran internasional rendah karena banyak produk pangan di pasaran internasional merupakan residual goods, yang seperti dijelaskannya semula justru digemari di Indonesia.

Penyebab yang lain adalah tersedianya kredit untuk impor pangan yang disediakan oleh negara eksportir, sehingga seringkali saat melakukan impor Indonesia diberi keringanan untuk membayar belakangan dengan tingkat bunga rendah sebesar 2,25 persen per tahun.

Tampaknya bukan hanya bidang pertanian saja dilakukan impor tinggi namun juga pada peternakan.

Ia menjelaskan, Indonesia masih melakukan impor ternak sapi sebesar 450 ribu ton/tahun, dan yang lebih mengkhawatirkan adalah Australia yang sudah sudah menyiapkan suatu areal seluas 5 ribu hektar untuk ternak kambing sebagai persiapan apabila Indonesia kekurangan daging nantinya.

"Di Indonesia, banyak orang yang sadar malapetaka apabila sudah betul-betul terjadi, padahal mestinya kita sudah bisa melihatnya dari signal warning yang ada," katanya.

Oleh sebab itu, tantangan besar yang harus dijawab dunia pertanian cukup berat karena harus mampu mendorong perbaikan dalam hampir semua aspek pengelolaan pertanian.

Hal itu, meliputi peningkatan produksi, kualitas produk, penganekaragaman produk dan peningkatan daya saing.

Untuk itu, Siswono mengimbau, keputusan mendasar yang perlu diambil negara dalam waktu dekat adalah mengadakan program perluasan areal pertanian, membantu perluasan areal pengusahaan petani.

"Dan secara sistematis dicarikan jalan bagi terbukannya peluang kerja di sektor-sektor lain yang secara langsung akan memberikan jalan bagi pengurangan jumlah petani dan modernisasi dunia pertanian dengan menggunakan tenaga kerja yang lebih sedikit," katanya. [Tma, Ant]

No comments:

Post a Comment