Senin, 3 Juni 2002.
Perhitungan Interkoneksi Sudah Waktunya DiubahJAKARTA - VP Tarif dan Interkoneksi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Sarwoto Atmosoetarno mengungkapkan, cara penghitungan beban interkoneksi yang selama ini berbasis trafik (traffic based) sudah saatnya dialihkan ke cara perhitungan berbasis kapasitas (capacity-based).
Perhitungan interkoneksi berbasiskan kapasitas jauh lebih sederhana dan dapat menghilangkan deviasi perhitungan beban interkoneksi yang biasa terdapat pada perhitungan berbasiskan trafik.
Menurut Sarwoto, pola perhitungan beban berbasiskan trafik yang dipakai operator telekomunikasi di Indonesia saat ini sangat mengandalkan pada perbandingan billing (tagihan), yang berarti membandingkan pencatatan salah satu operator dengan operator lainnya, sehingga diperoleh besar tarif interkoneksi yang harus dibayar.
"Cara ini sangat rawan terjadinya dispute, karena besar sekali kemungkinan terjadinya perbedaan pencatatan dan perhitungan akibat perbedaan sumber data record, reference parameter, dan alat pencatat yang dipakai," kata Sarwoto di Jakarta akhir pekan lalu, dalam suatu seminar.
Dia mengungkapkan, jika menggunakan perhitungan berbasiskan kapasitas, permasalahan seperti itu bisa dihindari, karena sistem ini sangat sederhana dan tidak memerlukan perbandingan tagihan.
"Perhitungan berbasiskan trafik lebih rumit, karena membutuhkan perbandingan penagihan, kapan ada call, berapa lama, jam berapa dan tarifnya berapa, kemudian dirinci dan disimpulkan baru ditagihkan ke operator lain. Kalau masing-masing operator memiliki sistem percatatan yang tidak sama, tentu timbul perbedaan-perbedaan itu," kata Sarwoto.
Menurut dia, jika operator masih tetap ingin bertahan dengan cara perhitungan interkoneksi berbasiskan trafik, perlu adanya sebuah tools untuk menjaga transparansi yang sangat diperlukan operator, regulator, dan konsumen. Tools ini bisa berupa sebuah lembaga tera pihak ketiga yang pelaksanaan tugasnya di bawah pengawasan pemerintah.
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia Sukarno Abdulrachman mengatakan, pengaturan interkoneksi saat ini cenderung strictly regulated, karena masih adanya dominasi dari incumbent (operator yang dominan).
Padahal, seiring dengan makin bertambahnya jumlah operator, seharusnya peraturan interkoneksi dilonggarkan dan perlunya dibentuk sebuah lembaga kliring untuk menyelesaikan masalah interkoneksi antaroperator. Lembaga kliring ini harus independen dan transparan dalam menjalankan tugasnya.
Menurut Soekarno, lembaga kliring itu bisa menyelesaikan masalah dalam settlement account, yang mencakup proses pengiriman, pemeriksaan, pengakuan data, hak dan kewajiban keuangan yang timbul karena adanya interkoneksi antar operator. ucok ritonga
No comments:
Post a Comment