Cari Berita berita lama

KoranTempo - Bahan Baku Tekstil Tertahan di Pelabuhan

Selasa, 15 Juli 2003.
Bahan Baku Tekstil Tertahan di PelabuhanJAKARTA - Asosiasi Pertekstilan Indonesia mengusulkan agar importir bahan baku tekstil yang memperoleh fasilitas badan pelaksana kemudahan dan fasilitas (Bapeksta) dari Ditjen Bea dan Cukai, tidak lagi harus menyertakan laporan surveyor.

Bapeksta adalah fasilitas penangguhan pembayaran bea masuk dan pajak pertambahan nilai bagi eksportir yang mengimpor bahan baku. Kalau langsung dijual di pasar domestik, fasilitas tadi hilang. Fasilitas itu dianggap telah cukup menerapkan pemeriksaan yang sangat ketat untuk menghindari impor ilegal.

Pengusaha keberatan dengan kewajiban menyertakan laporan surveyor, karena dianggap tak efisien dan menambah waktu. Apalagi, penerbitannya terlambat, sehingga barang tertahan di pelabuhan. Padahal, importir yang memperoleh fasilitas Bapeksta umumnya berorientasi ekspor.

Gara-gara keterlambatan itu, pengusaha tekstil terancam kehilangan pelanggannya di Eropa. Mereka dianggap tidak mampu berproduksi dan terlambat memenuhi pesanan. Pengusaha khawatir, pelanggannya berpaling ke negara-negara pesaing lainnya, seperti Cina, Taiwan dan Vietnam.

"Seharusnya tidak ada pemeriksaan berganda untuk Bapeksta," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia Indra Ibrahim kemarin.

Indra mengungkapkan, keterlambatan yang dialami importir bisa mencapai dua minggu. Selama itu pula, pengusaha terpaksa menambah ongkos untuk biaya sewa gudang, serta menanggung kerugian akibat keterlambatan proses produksi. "Biaya yang dikeluarkan besarnya hingga Rp 150 juta."

Jika diburu tenggat waktu, pengusaha biasanya memilih pengiriman melalui udara. Untuk itu, mau tak mau, kocek pun dirogoh kian dalam. Pengusaha akan sangat merugi jika pelanggan mengajukan klaim. Indra menyebutkan, sudah ada sebuah perusahaan pakaian jadi yang terpaksa diklaim pelanggannya di Jerman sebesar US$ 650 ribu karena terlambat mengirimkan pesanan.

Selain itu, katanya, Departemen Perindustrian dan Perdagangan telah menetapkan bahwa setiap impor tekstil harus menyertakan laporan surveyor. Itu berarti barang yang diimpor harus terlebih dulu melewati pemeriksaan di pelabuhan asal. Hasil pemeriksaan inilah yang kemudian dikirimkan ke Kerja Sama Operasional (KSO) yang ditangani Sucofindo dan Surveyor Indonesia.

Kenyataannya, pelaksanaan di lapangan ternyata tidak mudah. "Baik eksportir, pemeriksa, importir, maupun KSO masih kagok dan tidak siap," kata Indra. Akibatnya, ada saja gangguan yang menyebabkan penerbitan laporan tersendat.

Laporan itu, katanya, berguna untuk memperoleh Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dari Bea dan Cukai agar barang bisa dikeluarkan dari pelabuhan. Karena itu, Indra berharap, pemerintah memberikan masa transisi selama dua bulan.

Hingga saat ini, lanjutnya, terdapat sekitar 120 laporan survei yang belum diterbitkan. Meski begitu, masalah ini telah dibicarakan bersama antara asosiasi, importir yang barangnya masih tertahan di pelabuhan, dan KSO. Hasilnya, KSO berjanji segera menerbitkan laporan dalam waktu tiga-empat hari.

Menteri Perindustrian Rini Soewandi mengatakan, saat ini masih berlaku masa transisi bagi pengusaha tekstil yang mengimpor bahan bakunya. Namun, toleransinya hanya terbatas pada tempat pemeriksaan karena sejumlah kapal sudah telanjur berangkat saat peraturan diberlakukan. Untuk itu, pemeriksaan dapat saja dilakukan di pelabuhan tujuan. dara meutia uning

No comments:

Post a Comment