Rabu, 27 April 2005.
Pemerintah Akan Ubah Asumsi Harga MinyakJAKARTA - Pemerintah ada kemungkinan akan mengubah asumsi harga minyak dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2005.
"Tak ada asumsi yang harga mati," kata Kepala Badan Pengkajian Ekonomi Departemen Keuangan Anggito Abimanyu di Jakarta kemarin.
Anggito tak menyebut berapa asumsi yang akan ditawarkan pemerintah dalam rapat pembahasan dengan DPR yang direncanakan awal Mei nanti. "Besarannya tergantung hasil pembahasan dengan DPR dan perhitungan kondisi saat ini."
Meskipun demikian, kata Anggito, anggaran negara masih aman jika asumsi harga minyak dinaikkan dalam kisaran US$ 40-45 per barel. Amannya anggaran itu tecermin dari tidak terlalu melonjaknya pengeluaran pemerintah dan lubang defisit yang masih wajar. Dengan asumsi harga minyak US$ 45 per barel, kenaikan defisit sangat kecil dan tidak banyak asumsi yang berubah.
Selain itu, amannya anggaran pemerintah juga ditopang oleh adanya moratorium utang dari Paris Club senilai Rp 24 triliun, pembangunan infrastruktur mulai berjalan, serta masuknya investasi seperti yang dilakukan PT HM Sampoerna setelah melego sahamnya senilai US$ 2 miliar.
Dalam RAPBN, pemerintah mematok harga minyak sebesar US$ 35 per barel. Asumsi US$ 35 per barel ini, kata Anggito, dipatok pemerintah saat harga minyak masih rendah dan memperhitungkan beban anggaran akibat melonjaknya subsidi bahan bakar minyak. "Sekarang harga minyak dunia sudah di atas US$ 50 per barel," katanya.
Menurut dia, anggaran akan terganggu jika asumsi harga minyak dalam anggaran lebih dari US$ 50 per barel. Pengeluaran pemerintah untuk menutup kebutuhan jika asumsi di atas level itu akan naik tak terkendali. Karena itu, pemerintah tak akan menaikkan asumsi harga melewati batas itu. "Negara-negara penghasil minyak juga menerapkan kebijakan konservatif saat ini," katanya.
Dia mengakui, jika asumsi harga minyak naik, pengeluaran pemerintah akan naik karena pengeluaran subsidi, bagi hasil minyak dan gas ke daerah penghasil, serta ongkos impor minyak akan melonjak. Tapi penerimaan juga akan naik. Kenaikan penerimaan itu masih seimbang dengan pengeluaran akibat dinaikkannya asumsi harga. Kebutuhan impor dan ekspor minyak juga masih seimbang. "Kita masih sedikit net exporter."
Asumsi harga minyak sebesar US$ 45 per barel juga banyak disarankan kalangan ekonom di dalam negeri. Pengamat perminyakan Kurtubi, misalnya, mengatakan bahwa asumsi sebesar itu sangat realistis.
Menurut dia, sebagus-bagusnya asumsi dalam APBN adalah asumsi yang mendekati realisasi di pasar dunia. "Tak ada pengamat minyak yang memprediksi harga akan turun mendekati US$ 35 per barel tahun ini," katanya.
Asumsi harga minyak yang mendekati realisasi di pasar dunia, kata Kurtubi, akan terasa bagi anggaran pemerintah daerah lewat penerimaan bagi hasil. Selama ini daerah-daerah mengeluhkan dana bagi hasil relatif kecil meski harga minyak melonjak. "Kalau asumsi tinggi yang menikmati orang banyak juga," katanya. "Itu kalau benar-benar dimanfaatkan."
Selain itu, Kurtubi menambahkan, asumsi yang realistis akan mendidik masyarakat. "Sehingga masyarakat tahu beban pemerintah menanggung subsidi memang berat," katanya. Tapi beban anggaran itu akan terkurangi karena penerimaan negara dari minyak juga akan naik, seiring dinaikkannya asumsi harga minyak dalam APBN. bagja hidayat
No comments:
Post a Comment