Cari Berita berita lama

KoranTempo - Keraton Surakarta Punya Dua Raja

Sabtu, 11 September 2004.
Keraton Surakarta Punya Dua RajaSOLO -- Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi, putra laki-laki tertua Paku Buwono XII dari selir ketiganya, GRAy Pradapaningrum, Jumat (10/9) dinobatkan menjadi Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Dia menyandang gelar Sahandhap Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwono Senapati Ing Alaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Ingkang Jumeneng Kaping Tigawelas Ing Kratondalem Surakarta Hadiningrat.

Dengan demikian, Keraton Surakarta kini resmi memiliki dua raja karena putra Paku Buwono XII lainnya, KGPH Tedjowulan, juga menobatkan diri sebagai Paku Buwono XIII dengan gelar yang sama, 31 Agustus lalu. Bedanya, penobatan Tedjowulan tidak dilakukan di dalam keraton sebagaimana yang dilakukan Hangabehi karena saat itu keraton digembok para pendukung Hangabehi.

Penobatan Hanagbehi dilakukan dalam penjagaan ketat. Semua jalan masuk menuju kompleks keraton dijaga ratusan orang berseragam hitam-hitam. Aparat kepolisian juga dikerahkan, termasuk pasukan Brimob dan Tim Penjinak Bahan Peledak dari Polda Jawa Tengah. Sebelumnya ada kekhawatiran terjadi aksi teror dan penolakan warga pendukung Tedjowulan.

Sekitar 100 tukang becak yang menamakan diri Paguyuban Tukang Becak Solo Forum Peduli Keraton unjuk rasa menolak penobatan Hangebehi dan mendukung Tedjowulan. Aksi berlangsung di Bundaran Gladak, Pasar Kliwon, sekitar satu kilometer dari Siti Hinggil, tempat berlangsungnya upacara jumenengan (penobatan) Hangabehi.

Prosesi penobatan dimulai dengan pengukuhan Hangabehi sebagai putra mahkota dengan melakukan sumpah kepada Tuhan dan leluhur di depan Krobongan Ndalem Prabayusaya. Ritual tersebut secara otomatis menjadikan dia sebagai putra mahkota dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamangkunegara Sudibyo Rajaputra Narendra Mataram. Selanjutnya, bersama kerabat keraton lainnya, dia menuju Siti Hinggil Keraton di sebelah selatan alun-alun utara.

Hangabehi duduk di Sewayana Manguntur Tangkil, lalu dilantik menjadi Paku Buwono XIII oleh KGPH Haryo Mataram, satu-satunya putra lelaki Paku Buwono X yang masih hidup dan menjadi Pangeran Sepuh di Keraton Surakarta. Pelantikan itu ditandai dengan penyematan bintang Suryawasesa, bintang kebesaran raja. Namun, bintang yang dikenakan kemarin hanya duplikat, karena bintang Suryawasesa masih disimpan di Ndalem Ageng yang kuncinya dipegang Pengageng Parentah Kaputren GK Ratu Alit yang berpihak ke Tedjowulan.

Prosesi Jumenengan Nata atau penobatan raja ini berlangsung sekitar satu jam. Sejumlah kursi yang disediakan panitia banyak kosong. Di antara para tamu, tampak Guruh Soekarnoputra yang hadir bersama Wali Kota Solo Slamet Suryanto. Tiga pengageng atau petinggi lembaga utama Keraton Surakarta tidak hadir karena mereka telah sepakat menobatkan Tedjowulan.

Seusai salat Jumat, acara dilanjutkan dengan Pisowanan Ageng Mios Siniwaka dengan acara tunggal berupa sajian Bedhaya Ketawang, sebuah tari sakral yang hanya disuguhkan dalam acara jumenengan.

Sesepuh Keraton Surakarta Brigjen TNI KGPH Haryo Mataram akan meminta pemerintah campur tangan dalam kemelut perebutan takhta ini. Karena itu, ia akan mengirim surat kepada Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan dan Keamanan untuk membantu menyelesaikan konflik di kalangan putra-putri Paku Buwono XII.

Menurut dia, dipilihnya Menteri Kehakiman karena masalah ini menyangkut masalah hukum. Menteri Dalam Negeri karena masalah keraton terkait dengan urusan pemerintahan. Adapun Menteri Pertahanan karena KGPH Tedjowulan aktif sebagai perwira TNI. "Dengan kondisi ini saya kira pemerintah tidak bisa tinggal diam, harus bisa menengahi," kata ahli hukum humaniter ini.

Bekas Rektor Universitas Negeri Surakarta ini mengemukakan, dirinya yang selama ini dituakan sudah mencoba menjadi mediator bagi kedua pihak yang bertikai. "Saya selalu diuber-uber untuk menyelesaikan masalah mereka, tapi saya tidak bisa mencari jalan keluar lagi. Makanya saya angkat tangan, namun saya akan meminta ketiga menteri itu untuk ikut campur tangan."

Haryo Mataram menyatakan dirinya tidak ingin memihak salah satu dari mereka yang bertikai. Kehadirannya dalam penobatan, kata dia, dilakukan karena dirinya yang dituakan sehingga sebisa mungkin mengakomodasi semuanya. imron rosyid/syahirul anas

No comments:

Post a Comment