Jumat, 3 September 2004.
ExxonMobil Pertanyakan Pengakhiran Kontrak CepuJAKARTA--ExxonMobil mempertanyakan keputusan PT Pertamina (persero) yang menolak perpanjangan kontrak raksasa tambang asal Amerika Serikat itu di Blok Cepu, Jawa Timur. Namun, Pertamina bersikukuh, kontrak di ladang minyak dan gas yang berakhir pada 2010 itu akan tetap diakhiri.
Pertanyaan itu diungkapkan Exxon dalam pertemuan dengan jajaran direksi baru Pertamina di Jakarta kemarin. Hadir dalam pertemuan itu jajaran petinggi ExxonMobil, seperti President & General Manager ExxonMobil Oil Indonesia Inc (EMOI) Ronald Wilson, Vice President ExxonMobil Exploration Company for South East Asia-Pacific Stephen Greenlee, dan Vice President of Exploration & Exploitation Company in Indonesia Budiono.
Seusai pertemuan, Direktur Utama Pertamina Widya Purnama menuturkan, dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 2 jam itu, ExxonMobil berharap Pertamina bersedia membuka peluang negosiasi. Perusahaan multinasional itu pun menyatakan, tetap ingin memperpanjang kontraknya.
Menanggapi permintaan itu, Widya menegaskan, pada prinsipnya Pertamina tetap tidak akan memperpanjang kontrak ExxonMobil di Blok Cepu setelah masa kontrak bantuan teknisnya berakhir pada 2010. Perusahaan pelat merah itu, kata dia, akan tetap mengelola sendiri blok minyak dan gas raksasa tersebut.
Meski begitu, Widya menjelaskan, Pertamina akan mengkaji kemampuan finansialnya jika mengelola sendiri blok migas tersebut-- diperkirakan akan menelan biaya US$ 2 miliar. Karena itu, tidak tertutup kemungkinan, Pertamina akan menggandeng mitra dalam pengelolaan blok Cepu kelak. "Kami akan membuka kesempatan bagi siapa saja," ujarnya.
Siapa yang kelak akan digandeng Pertamina, termasuk kemungkinan masuknya kembali ExxonMobil, Widya menyatakan, belum bisa memberikan kepastian. "Kami tidak bisa menjanjikan karena mesti membicarakan dulu dengan komisaris dan pemegang saham," tuturnya.
Seperti diberitakan, Pertamina telah melayangkan surat ke ExxonMobil pada 26 Agustus lalu yang berisi penolakan atas butir-butir perjanjian (Head of Agreement) yang telah diajukan ExxonMobil. Menanggapi surat itu, ExxonMobil menyatakan, bersedia membicarakannya dengan Pertamina dan Pemerintah Indonesia.
Menurut Widya, keputusan Pertamina itu sejalan dengan keputusan Komisaris yang dituangkan dalam surat pada 29 Juli lalu dan ditandatangani seluruh anggota. "Satu kata pun tidak ada yang berubah,� katanya, �Saya hanya pass through saja."
Lebih jauh Widya menjelaskan, salah satu butir perjanjian yang ditolak Pertamina menyangkut keinginan ExxonMobil untuk mendapat porsi bagi hasil yang sama dengan Pertamina.
Sebagai perusahaan negara, Pertamina memang memperoleh keistimewaan dari pemerintah dengan mendapat pola bagi hasil: 60 persen untuk pemerintah dan 40 persen untuk Pertamina. ExxonMobil ingin agar jatah Pertamina itu nantinya dibagi rata dengannya (masing-masing 20 persen).
Jumlah itu lebih besar ketimbang pola bagi hasil yang umum diberlakukan: pemerintah 85 persen, sedangkan kontraktor bagi hasil hanya 15 persen. Atas dasar itu, Pertamina keberatan dengan usulan ExxonMobil. "Dalam usulan perjanjian, Exxon (Mobil) ingin menikmati privilege (keistimewaan) itu,� kata Widya. �Itu nggak bisa." Selain itu, Exxon juga ingin berperan sebagai operator.
Masalah kompensasi juga tidak mencapai kata sepakat. Exxon tetap menawarkan kompensasi tunai sebesar US$ 40 juta, jauh lebih kecil dari yang diminta Pertamina senilai US$ 400 juta.
Exxon juga berjanji memberikan kompensasi nontunai berupa penyerahan lapangan Sukowati dan Kedungtuban. Namun, Pertamina kurang tertarik karena cadangan migasnya kecil. Produksi dari kedua lapangan itu diperkirakan hanya 20 ribu barel per hari, jauh di bawah lapangan Banyu Urip yang target produksinya mencapai 170 ribu barel per hari.
Wakil Dirut Pertamina Mustiko Saleh menegaskan, keputusan Pertamina tidak bertentangan dengan Proposal of Development (POD) Cepu yang disetujui Pertamina pada 2001. "Di situ hanya disebutkan, kontrak ExxonMobil hanya sampai 2010, titik." Bahkan sebaliknya, kata dia, jika ExxonMobil tak juga menunaikan kewajibannya sebagai operator, Pertamina dapat mengambil alih hak pengelolaannya.
Terkait dengan rencana pemilihan mitra pengelolaan Blok Cepu setelah 2010, Mustiko menyatakan, mekanisme pemilihannya tidak akan dilakukan melalui tender. Pertamina akan mengevaluasi perusahaan-perusahaan yang mengajukan kerja sama. "Yang penting adalah business to business-nya menguntungkan Pertamina,� tuturnya. �Exxon kalau mau masuk lagi juga boleh.�
Ia menambahkan, persiapan pengelolaan Blok Cepu akan dilakukan tiga tahun sebelum 2010. Saat itu, Pertamina akan mulai membuka penawaran kepada mitra-mitranya untuk mempersiapkan kerja sama, sehingga Blok Cepu bisa segera berproduksi.
Mengenai soal pendanaan, Widya mengungkapkan keinginannya menerbitkan obligasi. Opsi ini dinilai menarik dan memiliki resiko yang relatif rendah dibandingkan meminjam uang dari lembaga keuangan atau bank. "Tapi itu baru wacana," katanya. Ia pun mengaku belum pernah melontarkan ide tersebut kepada komisaris maupun pemegang saham. retno sulistyowati-tnr/dara m. uning
No comments:
Post a Comment