Cari Berita berita lama

KoranTempo - Bapepam Temukan Indikasi Pelanggaran dalam Kasus Indofarma

Kamis, 8 Juli 2004.
Bapepam Temukan Indikasi Pelanggaran dalam Kasus IndofarmaJAKARTA--Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menemukan indikasi adanya penyembunyian informasi penting menyangkut kerugian selama dua tahun berturut-turut yang diderita PT Indofarma Tbk.

Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam Abraham Bastari mengatakan, temuan ini terungkap setelah institusinya memanggil sejumlah pihak, termasuk Direksi dan mantan Direksi Indofarma. "Kami menduga ada sesuatu yang disembunyikan dan tidak diungkapkan," katanya kepada pers di ruang kerjanya kemarin.

Meski begitu, kata Abraham, hingga saat ini Bapepam belum menetapkan temuan itu sebagai kesimpulan. Ia juga tidak menyebutkan, siapa saja yang telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini.

Abraham menjelaskan, sejauh ini Biro Pemeriksaan yang dipimpinnya telah memanggil jajaran lengkap manajemen Indofarma saat ini. Bapepam pun telah memanggil jajaran manajemen dua periode sebelumnya, yaitu ketika Eddy Pramono dan Gunawan Pranoto (sekarang Direktur Utama Kimia Farma) menjabat sebagai Direktur Utama Indofarma.

Pihak lain yang turut diperiksa, yaitu jajaran manajemen PT Indofarma Global Medika--anak perusahaan Indofarma. "Manajemen IGM diperiksa kemarin (Selasa, 6/7),� kata Abraham.

Selain itu, Bepapam juga telah memeriksa kantor akuntan publik Hadori dan Rekan dengan Hadori Yunus sebagai auditornya yang telah mengaudit laporan keuangan Indofarma 2003.

Pemeriksaan dilakukan karena tahun lalu, Indofarma mengalami pembengkakan kerugian dari sekitar Rp 68 miliar berdasarkan laporan yang belum diaudit menjadi sekitar Rp129,5 miliar setelah laporan diaudit.

Dalam penjelasannya ke publik, manajemen baru Indofarma mengatakan, pembengkakan kerugian terjadi karena perusahaan obat pelat merah ini harus melakukan hapus buku terhadap alat kesehatan yang dinilai sudah kadaluwarsa sehingga tidak bisa dijual. Padahal jumlahnya mencapai puluhan miliar rupiah.

Menurut Abraham, kantor akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Indofarma untuk tahun buku 2002, yaitu Hans Tuanakotta dan Mustofa-Deloitte Touche Tohmatsu, juga akan diperiksa. Adapun yang bertindak sebagai auditornya saat itu adalah Osman Sitorus.

Pemeriksaan terhadap kantor akuntan ini dilakukan karena hasil laporan keuangan Indofarma untuk tahun buku 2002 yang melaporkan adanya kerugian sebesar Rp 60 miliar mengejutkan investor.

Banyak kalangan mempertanyakannya, karena hingga akhir kwartal ketiga 2002, Indofarma masih mencatatkan keuntungan sekitar Rp 88,6 miliar. Buntut dari persoalan ini, manajemen Indofarma pun diganti.

Ketika dimintai konfirmasinya, Edy Pramono membenarkan adanya pemanggilan terhadap dirinya.. Namun, kata dia, "Bukan pemeriksaan, hanya klarifikasi.� Ia juga menyatakan, hanya dimintai penjelasan seputar masa kerjanya dari Juni 2001 hingga Juni 2003. Jadi, "Tidak ada apa-apa. No problem,� ungkapnya.

Menurut Edy, penjelasan yang diberikan jajaran direksi di bawah kepemimpinannya kepada rapat umum pemegang saham seharusnya sudah memadai. Karena itu, ia pun enggan memberikan komentar saat ditanyakan mengapa Indofarma terus mengalami kerugian.

Senada dengan Edy, Direktur Keuangan Indofarma Sudibyo mengaku telah memenuhi panggilan Biro Pemeriksaan. Namun, ia enggan mengungkapkan hal-hal yang dipertanyakan selama pemeriksaan. "Saya diminta jangan menceritakan substansinya. Silakan tanya ke Bapepam saja,� katanya.

Menurut Sudibyo, dalam pemeriksaan itu, ia ditemani jajaran direksi Indofarma lainnya. "Kami menceritakan versi kami,� kata mantan sekretaris perusahaan pada zaman Edy Pramono ini. �Biar orang menceritakan versinya.�

Lebih jauh Abraham menjelaskan, dalam pemeriksaan ini, Biro Pemeriksaan melihat adanya indikasi bahwa sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 telah dilanggar.

Beberapa pasar yang dilanggar di antaranya, pasal 68, 69 (standar akuntansi), dan 107. Dalam pasal 68 disebutkan bahwa akuntan yang terdaftar di Bapepam wajib menyampaikan pemberitahuan yang sifatnya rahasia paling lambat tiga hari kepada otoritas pasar modal jika menemukan pelanggaran terhadap undang-undang atau hal yang dapat membahayakan keuangan emiten.

Sementara itu, pasal 107 mengatur ancaman penjara paling lama tiga tahun dan denda Rp 5 miliar kepada para pelanggar ketentuan perundangan, termasuk didalamnya menyembunyikan informasi penting. budi riza

No comments:

Post a Comment