Cari Berita berita lama

KoranTempo - 70 Persen Jaminan BLBI Belum Diikat Bank Indonesia

Sabtu, 12 April 2003.
70 Persen Jaminan BLBI Belum Diikat Bank IndonesiaJAKARTA - Mayoritas atau 70 persen dari seluruh jaminan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 107 triliun yang ditransfer ke BPPN ternyata belum diikat oleh Bank Indonesia. Akibatnya, BPPN kesulitan untuk melakukan penjualan aset-aset tersebut. Sehingga, pengembalian uang negara pun menjadi tidak optimal.

Dalam paparan kepada pers di kantornya kemarin, Deputi Kepala BPPN bidang Asset Management Investment Taufik M. Maroef mengungkapkan jumlah hak tagih BLBI yang dialihkan ke BPPN adalah sebesar Rp 144,5 triliun pada 1999, berdasarkan surat persetujuan bersama Menteri Keuangan dan Bank Indonesia.

Namun, setelah dilakukan verifikasi oleh kantor akuntan publik dan audit investigasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Eddy Fritz Sinaga, Administrasi AMI BPPN mengungkapkan bahwa dari total BLBI yang disalurkan, "Yang didukung jaminan hanya Rp 107 triliun."

"Sebagian besar berupa promes bank," kata Taufik menambahkan.

Ironisnya, menurut Taufik, sebagian besar dari seluruh jaminan BLBI itu ternyata belum dilakukan pengikatan saat bantuan likuiditas itu disalurkan bank sentral. Setelah diverifikasi, nilai jaminan yang telah diikat hanya Rp 31 triliun. Diikat, berarti jaminan itu telah dibebankan hak tanggungan atau gadai secara notariil yang disahkan oleh pejabat negara yang berwenang.

"Fakta yang kami terima dari Bank Indonesia memang segitu. Saya tidak katakan itu realistis atau tidak, tapi faktanya seperti itu," ujar Taufik. Padahal, bank seharusnya tidak mencairkan pinjaman sebelum diikat dengan jaminan. "Kenyataannya, itu bisa terjadi di tempat lain, bahwa pinjaman tidak didukung jaminan."

Bagi BPPN, menurut dia, besarnya jaminan yang belum diikat itu memang tidak masalah. Yang penting, dokumentasi aset-aset itu sejak awal memang untuk menjamin BLBI. Yang perlu dilakukan sekarang adalah mengangkat status jaminan dari dokumentasi menjadi hak tanggungan, kendati membutuhkan biaya.

Namun, Taufik mengingatkan kondisi seperti itu menyulitkan BPPN untuk menjual aset jaminan itu. Upaya lembaganya untuk mengembalikan uang negara yang telah disalurkan melalui BLBI juga sangat berat. Badan penyehatan itu memperkirakan tingkat pengembalian dari seluruh jaminan itu hanya sebesar Rp 10,4 triliun.

"Itu didasarkan pada estimasi nilai komersial," tambah Eddy Sinaga. Recovery atau tingkat pengembalian itu juga didasarkan pada sebagian besar jaminan (Rp 47 triliun) berupa promes bank yang menurut audit BPK nilainya nol. "Promes itu tidak bisa ditagih lagi karena banknya sudah ditutup."

Taufik dan Eddy Sinaga memahami BLBI itu memang dikucurkan dalam situasi darurat ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1997 hingga 1999. Mekanisme penyaluran yang dilakukan saat itu juga menempatkan Bank Indonesia dalam posisi tidak sempat melakukan pengikatan atau meminta jaminan dari bank. "Tapi, tidak berarti beban itu kemudian harus ditanggung BPPN."

Saat dimintai tanggapannya bahwa BPPN sulit menjual aset jaminan BLBI karena belum diikat oleh Bank Indonesia, Deputi Direktur Bidang Hukum Bank Indonesia Oey Hoei Tiong mengatakan, "Pernyataan itu sangat tidak berdasar."

Sebab, menurut dia, masalah jaminan BLBI itu sudah beres dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Berdasarkan hasil audit BPK, tidak ada relevansi antara jaminan BLBI dengan pengembaliannya. Namun, dia mengakui memang ada pengikatan jaminan yang belum selesai. "Tapi, jumlahnya tidak sampai Rp 75 triliun seperti yang dibilang BPPN," kata Oey.

Pengikatan itu belum selesai, karena saat proses pengikatan masih berjalan, BLBI sudah dialihkan ke BPPN. Itu pun, kata Oey, Bank Indonesia sudah menyertakan catatan bahwa BPPN sebagai kreditor baru harus meneruskan pengikatan atas jaminan-jaminan itu. "Bagi Bank Indonesia tidak perlu lagi jaminan itu."

Bahwa pada akhirnya BPPN memerlukan pengikatan baru dari pemegang saham bank, menurut Oey, itu persoalan lain. Pasalnya, BPPN telah melakukan pendekatan yang berbeda dengan Bank Indonesia. Jika BPPN menginginkan tambahan jaminan, tidak bisa diminta ke Bank Indonesia, tetapi bisa diminta dari bank yang bersangkutan.

"Persoalan BLBI bagi Bank Indonesia sudah dianggap selesai setelah ada konversi penyertaan saham pemerintah ke bank-bank take over senilai Rp 53,6 triliun," ujar Oey. (heri susanto/yuyuk andriati)

No comments:

Post a Comment