Jumat, 8 Oktober 2004.
Polri Segera Limpahkan Kasus Korupsi di PLTP Karaha Bodas
Dian Intannia - detikcom
Jakarta -
Mabes Polri dalam waktu dekat akan melimpahkan kasus korupsi dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Karaha Bodas, Jawa Barat. Polri telah menyiapkan kemungkinan persidangan digelar secara in absentia karena Vice President PT Karaha Bodas Company (KBC) yang jadi tersangka masih buron.
Menurut Direktur III Tindak Pidana Korupsi dan White Collar Crime Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Indarto, penyidikan terhadap dugaan korupsi KBC membuahkan hasil. Penyidikan diperkuat dengan hasil audit BPKP yang menyatakan terjadi mark up senilai Rp 50 miliar.
Dalam kasus ini sudah ditetapkan tiga orang tersangka, yakni Priyanto dan Syafei Sulaiman (keduanya mantan pegawai Pertamina) dan Robert Mc Kitchen, Vice President KBC asal Amerika Serikat yang melarikan diri.
"Kita sudah siapkan berkasnya. Kalau mau digunakan persidangan in absentia, kita siap. Karena kalau berkasnya sudah diserahkan ke kejaksaan nanti, kemudian dinyatakan P-21 (lengkap), kan kita harus menyerahkan tersangka," ujar Indarto kepada detikcom, Jumat (8/10/2004).
Indarto menjelaskan pihaknya telah mengupayakan pemeriksaan Robert. Namun ternyata tidak ada niatan baik dari KBC untuk mendatangkan karyawannya. Bahkan pengiriman surat Red Notice perihal pencarian Robert di negara asalnya tidak membuahkan hasil. "Sampai sekarang belum ada jawaban. Diduga dia sudah kembali ke negaranya."
Proyek PLTP KBC merupakan salah satu proyek listrik swasta di Garut, Jawa Barat, yang dihentikan pemerintah pada saat krisis ekonomi. KBC kemudian meminta ganti rugi kepada Pertamina. Lewat Arbitrase Internasional, Pertamina diharuskan membayar senilai 261 juta dollar AS. Namun pemerintah menolak membayar karena diduga ada penggembungan nilai ganti rugi kehilangan keuntungan.
Kini, tuntutan KBC sudah mencapai 299 juta dollar AS. Jumlah itu terdiri dari tuntutan atas investasi proyek sebesar 111 juta dollar AS, ganti rugi kehilangan keuntungan selama 30 tahun sebesar 150 juta dollar AS, ditambah bunga selama sengketa ini diperkarakan.
"Memang modusnya mereka mengajukan klaim pada saat KBC dinyatakan dihentikan. Dalam klaim itu kita duga ada mark up. Kita sudah dapat hasil audit BPKP," jelas Indarto.
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pihak KBC telah melakukan ketidakjujuran di depan lembaga arbitrase internasional ketika melaporkan investasi yang dilakukan di Indonesia. Bahkan berdasarkan penilaian independence appraisal dari Italia, nilai proyek ini tidak lebih dari 50 juta dollar AS.
Laporan pengeluaran investasi itu jauh lebih besar daripada laporan KBC lainnya, misalnya dalam Laporan Realisasi WP&B (Work Planning & Budget) kepada Pertamina dan laporan biaya dalam SPT PPh Badan ke Ditjen Pajak periode 1995-1998.
BPKP juga telah menemukan terjadinya penggelembungan WP&B sebesar 19,16 juta dollar AS, di samping kekurangan bayar pajak PPh Pasal 21 sebesar Rp 5,97 miliar dan kekurangan pembayaran sebesar Rp 12,24 miliar.
Data Pertamina juga menyebutkan bahwa KBC telah menerima uang asuransi sebesar 75 juta dollar AS yang sebelumnya diingkarinya pada sidang arbitrase di Swiss. Sesuai dengan kontrak, KBC seharusnya memberitahukan Pertamina jika mereka telah mengasuransikan proyek ini sebelumnya.
(
gtp
)
No comments:
Post a Comment