Senin, 25 Juni 2007.
Ahli Waris Lahan Rawajati Bantah Sertifikat Tak Jelas
Ramadhian Fadillah - detikcom
Jakarta -
Kuasa hukum ahli waris Said Gasim, Yan Djuanda, menepis anggapan sertifikat milik kliennya atas lahan di Rawajati Timur, Kalibata, Jaksel tidak jelas. Kliennya, Ali Al Habsi, punya Sertifikat Hak Milik (SHM) resmi. Justru warga yang sama sekali tak punya sertifikat.
Yan Djuanda yang ditemui di lokasi pada Senin (25/6/2007), mengungkapkan putusan MA nomor 92/1986 menyebutkan tanah seluas 11 hektar itu merupakan milik ahli waris Said Gasim.
Waktu itu Said Bawal, kerabat yang mewakili Said Gasim, melawan Balog Cs -- orang-orang yang juga mengklaim tanah itu miliknya mereka.
MA saat itu memutuskan, tanah tersebut milik ahli waris Said Gasim. "Kita pemilik resmi tanah ini, kita punya SHM loh," tegas Yan yang semula berniat mengukur lahan di wilayah tersebut.
"Tidak ada niat kami menggusur warga. Justru kami ingin meningkatkan status kepemilikan warga. Warga di sini kan tidak punya sertifikat apa pun," katanya.
Pihaknya, imbuh dia, justru ingin meningkatkan status kepemilikan tanah. Setiap orang yang tinggal di sini akan dipecah sertifikatnya.
"Jadi resmi per SHM. Ini akan dilakukan dengan cara kekeluargaan. Bahkan kalau ada yang tidak mampu bisa dicicil. Kami akan bekerjasama dengan BPN. Yang jelas kita tidak merugikan warga," ujarnya.
Sementara ahli waris Said Gasim, Ali Al Habsi, menegaskan, lahan yang kini dipermasalahkan itu resmi milik mertuanya. "Ini tanah miliki Abah," tegasnya.
Namun diakuinya, dia baru mengurus lahan itu saat ini, karena sertifikat lahan tersebut sempat terselip dan baru dua tahun lalu ketemu. "Ya sekarang kita urus lagi," kata Ali yang mengaku berteman dekat dengan Yan.
Pihaknya, tegas Ali, berniat menyelesaikan masalah ini secara kondusif, bukan dengan cara pembongkaran tapi dengan cara kekeluargaan.
Soal warga yang tidak memiliki sertifikat diakui Ketua RW 08, Kelurahan Rawajati Timur, Alvin Lubis. Rumah warga yang tidak bersertifikat sebagian besar berada di Kompleks Depperindag.
"Warga memang tidak punya sertifikat tapi punya surat dari Menperindag tahun 1984 yang dikeluarkan sekjen. Dengan dasar surat itu, warga sekarang sedang berusaha meningkatkan status kepemilikannya," ujar dia.
Surat tersebut berisi izin penempataan lahan lengkap dengan data batas kavling, kepada siapa diserahkan dan batasannya apa saja. Penghuni 230 rumah yang ada di kompleks tersebut kini mengantongi surat tersebut.
Untuk peningkatan status lahan, Depperindag diketahuinya sudah mengontak BPN untuk mengubah status lahan tersebut.
Namun warga menolak jika perubahan status dilakukan pihak ahli waris. "Tidak mau, kalau diselesaikan Depperindag uangnya kan masuk negara. Kalau ahli waris masuk ke kantong sendiri, uang malah nggak jelas," ujarnya.
(
umi
/
nrl
)
No comments:
Post a Comment