Minggu, 19 Agustus 2007.
Dari Nasyid, Mimpi, Hingga Tumpukan Cucian
Proses penjurian Lomba Cipta Lagu dan Lirik Muslim (LCLLM) berakhir sudah. Sembilan lagu berhasil terpilih oleh dewan juri. Berikut bagian terakhir dari dua tulisan mengenai lomba tersebut. Tito tampak sederhana seperti namanya. Kesan pertama setiap orang yang bersinggungan dengan anak bungsu dari lima bersaudara ini, pastilah mengira Tito orang yang pendiam. Tapi siapa yang menyangka, di balik sikap sahajanya itu, Tito memendam obsesi yang cukup besar, yakni ingin membumikan nasyid di Tanah Air. Perkenalannya dengan dunia nasyid memang baru dialami pria berkacamata kelahiran Bogor 9 April 1984 itu ketika duduk di bangku SMAN 5 Bogor. ''Waktu itu saya ikut kegiatan rohis (seksi kerohanian Islam). Kakak-kakak kelas nyekokin saya dengan nasyid,'' ujar Tito menceritakan awal pengembaraannya di dunia nasyid. Siapa yang menyangka, momentum itulah yang kemudian membawa Tito terus menggeluti nasyid. Jiwa seninya yang ditandai dengan kemahiran Tito memainkan sejumlah alat mus!
ik, seperti gitar dan piano, semakin menambah padu kesenangan Tito menggeluti nasyid. Bersama rekan-rekannya di SMA, Tito mencoba membentuk grup nasyid amatir. Kendati belum terpikir menjadi grup profesional, putra Mardianto dan Siti Fauziah, terus berusaha optimal menekuni nasyid. Menginjak masa kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian IPB pada tahun 2001, dia pun kembali membentuk sebuah grup nasyid. Kemudian bersama kawan-kawan 'sealiran', Tito pun berkecimpung dalam wadah Bogor Nasheed Center (BNC) yang mengantarkannya melahirkan grup nasyid Na'am. Selepas lulus dari IPB, Tito sempat mengajar di sekolah Ummul Qura, Salabenda, Bogor. Namun seakan memenuhi panggilan jiwanya, Tito pun meninggalkan sekolah dan memutuskan untuk berkonsentrasi di BNC. Dia melanjutkan kiprahnya ber-'nasyid ria' dengan membuat jingle radio Islam. Wadi FM dan Mars FM Bogor adalah stasiun radio di Kota Hujan yang memakai jingle karya Tito. ''Kalau jingle yang di Wadi FM itu karya bareng, tapi kalau!
jingle Mars FM itu aransemen saya sendiri,'' ujar dia. Dalam !
mencipta
kan lagu-lagu Islam, Tito mengaku banyak terbantu dengan kakaknya, Markus. Dengan kondisi sang ayah yang tidak menyukai musik sama sekali, bersama Markuslah Tito kerap berdiskusi tentang aransemen lagu. Adik-kakak ini memang sejak SMP sering bermain musik bersama di kamar rumah mereka. Lomba Karya Cipta Lagu Islam yang digelar Republika dan Esia seakan memberi jendela baru bagi Tito. Dia dan kawan-kawannya pun memberanikan diri mengirimkan lagu-lagu karya mereka. ''Tapi karena mau irit, kita masukkan hasil karya kita dalam satu amplop,'' ceritanya. Tito terkejut setelah dirinya mendapat telepon dan diberi tahu bahwa karyanya yang berjudul Limpahan Kasih-Mu berhasil terpilih. 'Perjalanan' menawan juga dialami Agam Pamungkas (35 tahun). Awan berbentuk lafadz lailatul qadr dengan latar belakang bulan purnama yang dilihat Agam di dalam mimpinya pada akhir Desember 2006 lalu, merupakan awal dari perjalanannya. Mimpi tersebut membuat dia termenung. Pemandangan yang ia lihat dari s!
ela-sela daun pohon anggur di depan halaman rumahnya yang menjadi latar mimpi tersebut, bagai sebuah petunjuk yang harus ia cari isi pesannya. ''Setelah berdiskusi, istri saya mendorong pembuatan lagu tentang lailatul qadr,'' kata pria yang sehari-hari menjadi Kepala TKA-TPA Al Mujahidin, Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang itu. Maka, dua bulan kemudian, terciptalah sebuah lagu berjudul Lailatul Qadr, yang berhasil masuk sembilan besar pada Lomba Cipta Lagu Muslim 2007 ini. Sebagian lirik lagu tersebut, kata Agam, tanpa ia sadari ternyata sesuai dengan ayat dalam Alquran. Selain lagu berjudul Lailatul Qadr, lagu ciptaannya yang juga masuk sembilan besar berjudul Ya Nabi. Dari sekian banyak lagu yang diciptakannya, Agam mengaku sengaja mengikutsertakan lagu tersebut. Ia menganggap belum lengkap sebuah album Islami tanpa ada lagu berisi shalawat kepada Rasul. ''Allah dan malaikat-malaikatnya pun bertasbih kepada Nabi,'' kata Agam. Keinginan untuk menjadi seorang musisi su!
dah dirasakannya sejak dirinya masih kanak-kanak. Sekitar tahu!
n 1990 s
elulus SMA, kata Agam, dengan keinginan tersebut, ia meninggalkan Poso dengan tujuan Jakarta dengan bekal seadanya. Di Jakarta dia kemudian memupuk kecintaannya terhadap lagu-lagu Islami. Berbeda dengan Agam, Wawan Sarmawan (21) mendapatkan inspirasi untuk mencipta lagu unggulannya dari tumpukan cucian yang dilihatnya pada Juli lalu. Dari situ lahirlah sebuah lagu berjudul Terima Kasih, dan lagunya itu pun terpilih dalam LCLLM. ''Waktu itu saya memang sedang happy,'' kata pria kelahiran Subang, Jawa Barat, 16 Agustus 1986 itu. Mahasiswa semester tiga jurusan Akuntansi Syariah di STIE SEDI Pamulang ini mulai belajar olah vokal ketika mulai kuliah. Tapi, sebenarnya sejak SMA dia sudah sering menulis lagu. Ia lalu ikut dalam sebuah kelompok nasyid. Prestasi yang pernah ia dapatkan adalah juara pertama Festival Nasyid 2005 di Cilegon serta juara pertama Festival Nasyid Banten pada tahun yang sama. Tak ada gading yang tak retak. Kegiatan yang baru pertama kalinya diselenggarakan !
Republika ini tentu saja memiliki kekurangan di antara kelebihannya. Menurut Imran Amir, direktur Radio Prambors yang juga salah satu anggota tim juri, lomba itu secara umum masih belum spesifik. ''Lirik-lirik yang kami terima masih sangat umum,'' ungkap dia. ''Semua memilih lagu dari genre pop. Tidak ada yang mencoba aliran musik dari jenis lainnya,'' tutur dia. Bahkan ada beberapa lagu yang dianggap Imran adalah lagu demo, yaitu lagu yang sudah siap diluncurkan ke pasaran tetapi diikutkan lomba. Beberapa lagu pun sudah terbentuk lengkap dengan aransemennya. Karena itu, dia pun menyarankan agar jika ada lomba serupa nanti dibuat kriteria yang jelas bagi peserta yang akan memasukkan karyanya untuk dilombakan. Menurut dia, lagu-lagu itu perlu ditentukan instrumen yang digunakan untuk melantunkannya. ''Karena yang murni, lagu sudah kuat meskipun hanya menggunakan instrumen seperti gitar atau piano,'' papar dia.
( ade/c53/fia )
No comments:
Post a Comment