Cari Berita berita lama

Republika - Bio-FOB dan Pupuk Organik H Madnoor

Senin, 25 September 2006.

Bio-FOB dan Pupuk Organik H Madnoor






Teknologi ini dapat digunakan hampir pada semua tanaman, seperti jambu mede, lada, cokelat, kopi, tembakau, bawang merah, cabe, dan lain-lain.





Tanaman tembakau milik Haji Madnoor petani andal asal Parakan, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temangung, Jawa Tengah, membuat semua orang tercengang. Karena, jika ditanam dengan sistem pertanian tradisional, kata H Madnoor, memang mustahil tembakau mampu tumbuh hingga tiga meter dengan daun berlapis lilin dan berkualitas nomor satu. Namun, sistem pertanian modern dengan tehnologi Bio-FOB dan pupuk organik membuktikan, sesuatu yang tidak pernah terjadi menjadi kenyataan. ''Setelah kita panen, ternyata memiliki citarasa yang sangat disukai pabrikan, ini berkat kombinasi tehnologi Bio-FOB dan pupuk organik yang kami kembangkan,'' kata H Madnoor pemilik UD MAPAN GROUP pada Republika. Dalam uji coba yang dilakukan sejak Juli lalu, hasilnya benar-benar di luar dugaan. Lahan tembakau seluas empat ribu meter persegi tadi, mampu menghasilkan 23 tiga keranjang (setiap keranjang sekitar 40 kg) tembakau kering. Padahal dengan sistem pertanian tradisional paling banter hanya mampu me!
nghasilkan delapan keranjang tembakau kering. Secara fisik, pertumbuhannya pun terbilang luar biasa. Tinggi tanaman mencapai antara 2,6 hingga tiga meter, lebar daun 40-60 cm,panjang daun 60-80 cm, sedangkan jumlah daun antara 24-27 lembar.''Ini empat kali lipat dari rata-rata ukuran fisik tanaman tembakau pada umumnya,'' tambah Madnoor. Hal serupa juga terjadi pada tanaman cabe. Dengan tehnologi Bio-FOB tanaman ini mampu tumbuh dan berproduksi maksimal di luar musim. Dari hasil uji cobanya yang dilakukan Madnoor bersama Cundi Hantoro, putranya yang tamatan IPB, dengan teknologi ini mampu meningkatkan produktivitasnya sampai tiga kali lipat. ''Risiko menaman cabe di luar musim adalah hama dan penyakit yang menggila. Tapi, kami bisa atasi dengan tehnologi Bio-FOB dan pupuk organik yang kami kembangkan,'' jelas Cundi Hantoro. Selain telah diujicobakan pada dua jenis tanaman ini, Madnoor bersama Cundi melakukan pada bawang merah, brokoli, dan padi. Hasilnya tidak berbeda denga!
n kedua jenis tanaman itu.''Keistimewaan lain dari tehnologi i!
ni adala
h, untuk empat kali menanam hanya sekali pengolahan dan kami akan ujicobakan pada padi. Pada uji coba ini kami bekerja sama dengan Balittro Bogor,'' tambah Cundi. Teknologi Bio-FOB, kata Cundi adalah inovasi baru di bidang pertanian yang dikembangkan di Bogor. Tehnologi ini memperkenalkan pernanan mikroorganisme dan ekstra tanaman (metabolisme sekunder) dalam budidaya yang berorientasi organik farming yang ramah lingkungan. Mikroorganisme yang digunakan berperan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (induksi tanaman) dan produktivitas tanaman. Teknologi ini, tambah Cundi, mulai dikaji pada tanaman vanili tahun 1990. Caranya, dengan mengoleksi serta mengevaluasi potensi beberapa mekroorganisme berguna seperti fusarium oxysporum/non patogenik (Fo.NP), Bacillus, Trichoderma, Penicillium, Pseudomonas flourescens, serta ekstrak tanaman. Hasil penelitian MAPAN GROUP dan BALITTRO Bogor pada tanaman vanili telah ditemukan Fusarium oxysporum nonpatogenik (Fo.NP) strain F10!
A-M yang diisolasi dari tanaman vanili sehat. Prainokulasi stek vanili dengan menggunakan konidia isolat itu dapat menghambat infeksi berbagai patogin pada tanaman yang diberi perlakuan. Menurut Cundi, mikroorganisme ini sudah dikembangkan pada tanaman vanili khususnya untuk penyakit BBV (busuk batang vanili). Selama beberapa tahun terakhir ini sudah diaplikasikan dan dikembangkan sampai tingkat lapangan. Sedangkan penggunaan pada penyakit busuk pangkal batang (BPB) pada tanaman lada baru proses awal yaitu pada tingkat rumah kaca. Sejak tahun 2001 teknologi ini mulai diluncurkan dan dikembangkan secara luas. Bio-FOB menggunakan tiga jenis mikroorganisme, yaitu Fusarium oxysporum nonpatogenik, Bacillus pantotkenticus, dan Trichodema lactae, serta ekstrak tanaman cengkih. Sehingga, dasar pengembangannya berorientasi pada budidaya tanaman organik. ''Dalam beberapa kajian menunjukkan, teknologi ini dapat digunakan hampir pada semua tanaman, seperti jambu mede, lada, cokelat, ko!
pi, tembakau, bawang merah, cabe, dan lain-lain,'' kata Cundi.!
Tehnolo
gi Bio-FOB, katanya, adalah merupakan tehnologi perlakuan pada bibit tanaman. Bibit Bio-FOB merupakan bibit bebas dan toleran terhadap penyakit yang diproduksi dengan menggunakan Fusarium oxysporum nonpatogenik (Fo.NP). Mikroba ini berfungsi untuk menginduksi sistem ketahanan tanaman terhadap patogen serta merangsang perakaran, yang diisolasi dari rizosfera dan jaringan tanaman vanili sehat. Hasil uji patogenisitas dan analisa Vegetatif Compatibelity Group (VCG), menunjukkan bahwa isolat tersebut tidak patogenik terhadap tanaman. Fo.NP telah banyak dilaporkan dapat menginduksi sistem ketahanan berbagai macam tanaman. Pada semua uji cobanya ini, H Madnoor mengkombinaskan dengan pupuk organik yang dikembangkan. Pupuk organik H Madnoor (MAPAN ORGANIK), merupakan formula dalam bentuk bahan organik yang diproses dari bahan-bahan terpilih. Bahan-bahan ini mengandung berbagai jenis mikroorganisme seperti Bacillus pantotkenticus, Bacillus firmus, Pseudomonas flourescens, dan lain-la!
in. ''Bacillus pantotkenticus merupakan mikroba yang ditemukan dan diisolasi dari rizosfera pertanaman jagung dan belum pernah dilaporkann di Indonesia. Salah satu spesies Bacillus telah dilaporkan di Brasil dan dapat meningkatkan produksi gandum sampai 105 persen, dengan sistem merangsang perakaran pada tanaman.'' Selain pupuk organik, dalam uji cobanya H Madnoor bersama Cundi memanfaatkan Fungisida Nabati Mitol 20 EC, yang mengandung bahan aktif eugenol dan sitral yang diekstrak dari tanaman cengkih dan sereh wangi. ''Kombinasi tehnologi Bio-FOB dan pupuk organik yang kami kembangkan sepertinya membuka cakrawala baru bagi dunia pertanian kita, termasuk dalam upaya swasembada pangan,'' katanya. Jika Lewat Kita Rugi Kendati aplikasi teknologi Bio-FOB telah diwaralabakan dengan pihak swasta lokal di 14 provinsi untuk pengendalian berbagai macam penyakit tanaman, namun di daerah tampaknya sulit berkembang. Padahal, tidak saja menghemat biaya, melainkan mampu memberikan berbag!
ai macam keuntungan, termasuk lingkungan. ''Untuk meyakinkan p!
etani, k
ita harus berjuang keras membuat demplot dan banyak memberi penyuluhan,'' ujar H Madnoor. Itu saja kadang tidak cukup, sehingga sosialisasi teknologi ini membutuhkan waktu tidak sebentar dan kesabaran yang luar biasa. Menurut Madnoor, kendati pihaknya telah melakukan ujicoba lebih dua tahun, namun Pemda setempat baru sekarang ini berencana membuat demplot-demplot. ''Saya yakin, banyak negara seperti Thailand atau Jepang mengincar teknologi ini, sayang jika kita tidak memanfaatkan. Kalau hanya lewat kita akan rugi,'' katanya. Ujicoba Pupuk Organik pada tanaman padi yang dikembangkan misalnya, telah memberikan hasil nyata. Selain tahan penyakit, mampu meningkatkan produktivitasnya sampai dua kali lipat. Dari hamparan sawah seluas 3.500 meter persegi, mampu menghasilkan gabah 3,6 ton. Padahal jika hanya mengandalkan pupuk tebar paling banyak menghasilkan 2,1 ton. ''Jika dikombinasikan dengan Bio-FOB, saya yakin hasilnya jauh lebih besar lagi dan jika ini dikembangkan oleh petan!
i kita, tidak perlu impor beras,'' katanya. Namun diakui, untuk memasyarakatkan teknologi ini tidak gampang. Terbukti, sampai sekarang di Temanggung baru dirinya dan sejumlah petani binaannya yang bersedia melakukan ujicoba. Tehnologi Bio-FOB, kata Madnoor, adalah sistem pertanian modern yang dikembangkan oleh banyak negara. Sementara, Indonesia yang merupakan negara agraris justru sangat tertinggal. ''Kita punya Bio-FOB dan pupuk organik, kenapa tidak memacu diri untuk lebih maju dari negara-negara lain di bidang pertanian ?'' kata petani dan pengembang bibit vanili di daerah pegunungan ini.
(asd )

No comments:

Post a Comment