Cari Berita berita lama

KoranTempo - Gubernur Izinkan Polisi Periksa Anggota DPRD Depok

Sabtu, 14 Agustus 2004.
Gubernur Izinkan Polisi Periksa Anggota DPRD DepokJAKARTA -- Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan mengizinkan polisi memeriksa anggota DPRD Depok dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp 9 miliar. Surat izin pemeriksaan itu diteken gubernur pada 9 Agustus lalu. "Kami baru terima surat itu atas permohonan kami pada 22 Juli lalu," kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Ciptono, kemarin.

Sejak empat bulan lalu, polisi tengah mengusut kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan hampir semua anggota DPRD Depok. Penanganan kasus dilakukan Satuan Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Sebulan terakhir, proses pengusutan sempat tersendat. Pasalnya, untuk memeriksa anggota Dewan, polisi harus mendapat izin gubernur.

Surat yang diperlihatkan kepada wartawan itu berisi izin Gubernur Jawa Barat untuk segala tindakan kepolisian terhadap pimpinan dan anggota DPRD Kota Depok. Dalam surat itu, Gubernur dengan jelas menyatakan mengizinkan polisi memanggil Ketua DPRD Depok, Sutadi, dan anggota lainnya untuk diperiksa.

Hanya, dalam surat itu, Danny meminta pemanggilan dilakukan secara selektif terhadap anggota DPRD yang benar-benar diduga kuat terkait kasus dugaan korupsi. "Agar pelayanan kepentingan umum tidak terganggu," tulis Danny dalam surat bernomor 171/2401/Dekon itu.

Roy Prigina, Ketua Forum Bersama--gabungan dari sembilan lembaga swadaya masyarakat di Depok-mengatakan bahwa dugaan korupsi anggota DPRD Kota Depok berkaitan dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan setelah memeriksa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Depok. Badan ini menemukan sembilan mata anggaran yang dinilai janggal dan sulit dipertanggungjawabkan.

Menurut Roy, nilai sembilan mata anggaran yang janggal itu mencapai 33,7 miliar. Ini termasuk anggaran pemerintah kota, DPRD, dan Sekretariat DPRD. Khusus untuk anggaran DPRD, anggaran yang tidak jelas mencapai Rp 9 miliar. Dana itu antara lain dipakai untuk membayar biaya telepon dan cicilan rumah pribadi milik 45 anggota DPRD--masing-masing Rp 50 juta. Tiap anggota Dewan juga menerima uang Rp 33 juta untuk membayar asuransi pribadi, biaya bensin, dan perawatan mobil pribadi.

Pemakaian dana itu diduga melanggar sejumlah peraturan. Misalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 903 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD, dan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Lembaga Pemerintah Nondepartemen.

Sejauh ini, polisi telah memeriksa 17 orang saksi, termasuk di antaranya staf Dewan, beberapa pegawai pemerintah daerah, dan seorang saksi ahli. Sebelum memanggil anggota Dewan, menurut Ciptono, polisi akan melakukan gelar perkara dengan memanggil para saksi ahli.

Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua DPRD Depok, Hasbullah Rahmat, membantah telah terjadi korupsi yang melibatkan pimpinan dan anggota Dewan. Tuduhan bahwa penetapan anggaran melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000, kata dia, sama sekali tidak relevan. Hasbullah justru menilai peraturan itulah yang bertentangan dengan Undang-Undang 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000, anggaran DPRD dipatok sebesar satu persen dari nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut Hasbullah, ketentuan itu sulit diterapkan. "Jika diterapkan, DPRD bisa tutup dalam waktu empat bulan," katanya.

Hasbullah mengatakan, jika kasus di Depok dianggap korupsi, bisa dipastikan bahwa hampir semua DPRD se-Indonesia bakal diseret ke pengadilan. Pasalnya, semua DPRD, terutama di daerah miskin, tidak mungkin bisa bekerja dengan anggaran satu persen dari PAD.

Hasbulah mencontohkan, PAD Depok saat ini hanya Rp 41 miliar. Kalau mengacu pada peraturan pemerintah itu, anggaran untuk DPRD Depok hanya Rp 411 juta. "Uang sebesar itu cukup untuk apa? Biaya pembuatan satu perda (peraturan daerah) saja bisa Rp 100 juta," kata Hasbullah. yophiandi/ramidi-tnr

No comments:

Post a Comment