Selasa, 27 Agustus 2002.
4 Perusahaan Semen Dunia Monopoli Pasar LokalJakarta, 27 Agustus 2002 18:57MONOPOLY Watch mengadukan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) soal struktur industri semen nasional yang dapat dikategorikan kartel, sehingga ada potensi kuat melanggar UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Hari ini kami menyampaikan kepada KPPU sejumlah dokumen yang mengindikasikan telah terjadinya kartel dalam industri dan perdagangan semen untuk dapat ditindaklanjuti KPPU," kata Sekretaris Monopoly Watch, Samuel Nitisaputra, kepada pers, di Kantor KPPU Jakarta, Selasa.
Saat ini, katanya, setidaknya ada empat Multi Nasional Corporation (MNC) yang merajai industri semen dunia sudah menjadi pemilik saham di empat perusahaan semen nasional, yaitu Cemex SA DE CV (Meksiko) memiliki saham PT. Semen Gresik Tbk, Holcim (Swiss) memiliki saham PT. Semen Cibinong Tbk, Heidelberger Zement (Jerman) memiliki saham PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk, serta Lafarge (Perancis) memiliki saham di PT. Semen Padang Andalas.
"Kehadiran empat NMC itu sarat dengan indikasi persaingan usaha tidak sehat dan bahkan ditengarai akan membangun kartel di industri semen lokal," kata Samuel.
Menurutnya, masuknya empat MNC tersebut dimungkinkan setelah Pemerintah Indonesia mengundang IMF untuk memfasilitasi pemulihan krisis yang melanda Indonesia.
Proses liberalisasi ekonomi ditandai dengan agenda privatisasi di sektor-sektor yang selama ini menjadi sektor publik.
"Akibatnya, pemerintah pun mengikuti saran IMF untuk melakukan penyehatan ekonomi dengan melibatkan pihak swasta asing melalui program privatisasi BUMN," katanya.
Industri semen, termasuk salah satu BUMN yang strategis, juga tidak luput dari kebijakan privatisasi dan bahkan membuka kesempatan bagi PMA untuk memiliki 100 persen saham di BUMN.
"Peluang ini langsung ditangkap oleh MNC semen untuk menancapkan kukunya di kancah industri semen nasional." ungkapnya.
Salah satu alasan mengapa MNC sangat ingin menguasai industri semen nasional adalah harga semen di Indonesia masih terbilang paling murah di Asia, yaitu 40 dolar AS per ton.
Sedangkan harga semen di Pilipina, setelah MNC semen berkuasa, harganya mencapai 80 dolar per ton, di Mesir harga semen setelah MNC berkuasa naik jadi 70 dolar per ton.
Artinya, kata Samuel, sejumlah industri semen di Indonesia adalah "tambang duit" yang menarik, karena pada saat pasar dalam negeri sedang sepi akibat krisis, maka ekspor merupakan pilihan menarik dengan harga tinggi.
Monopoly Watch menilai, cara yang paling praktis untuk menguasai industri semen nasional adalah dengan menguasai saham-saham industri semen nasional.
Penguasaan bisa dilakukan melalui pembelian dengan cara "strategic partner` atau pembelian saham di bursa.
Saat ini dari lima besar industri raksasa semen dunia, setidaknya tiga diantaranya sudah masuk ke Indonesia, yaitu Cemex, Holcim dan Heidelberger.
Saham Semen Gresik (SG) misalnya, sudah dikuasai Cemex sebesar 25,53 persen sejak 1988 meskipun semula 14 persen.
Bahkan Heidelberger lebih agresif lagi, dimana melalui Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham (RULBPS) PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. tanggal 26 Maret 2002, diputuskan perusahaan asing itu disetujui membeli 60,62 persen saham Indocement.
Demikian pula Holcim setelah menguasai 12,5 persen saham PT. Semen Cibinong, berniat membeli sampai 60 persen saham perusahaan semen itu.
Melihat sudah menjurus ke arah kartel, Monopoly Watch minta kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memantau perilaku usaha industri semen.
"Kalau terbukti melanggar UU No.5/1999 dapat dijatuhkan sanksi sesuai yang diatur UU, yaitu sanksi administratsi, sanksi pidana pokok, dan sanksi pidana tambahan," kata Samuel.
Kepada Pemerintah khususnya Kantor Meneg BUMN diharapkan dalam melakukan penjualan aset negara juga memperhatikan faktor non bisnis. DPR, katanya, juga harus mampu mengawasi kinerja eksekutif dan ikut menjaga aset negara untuk kepentingan rakyat. [Dh, Ant]
No comments:
Post a Comment